Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Kominfo dan Konten Porno

22 Februari 2016   13:48 Diperbarui: 6 Maret 2018   10:52 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau anda tertarik membaca judul artikel saya ini maka artinya saya berhasil memicu ketertarikan anda dengan judul yang unik bukan? Tapi yang mana ya yang unik? Kominfo atau Selangkangannya? Hehehe... terserah anda sendiri deh.. Namanya juga judul, harus bombastis dan unik.... katanya sih.

Ayo kita bahas kontennya dan tutup pembahasan judulnya...

Hanya Tumblr?

Agak geli saya membaca pengumuman beberapa hari lalu dari Menkominfo yang KATANYA akan menutup situs Tumblr dan ratusan situs yang ditengarai mengandung pornografi (beritanya disini). Sengaja saya tekankan teks katanya karena memang bagian itu yang akan kita bahas lebih mendalam. Jadi bukan soal Menkominfo atau selangkangannya. Maaf terlebih dahulu buat pencinta birokrat dan pemuja birahi ya.. hehehe.

Kalau kita membahas soal KATANYA, lalu apakah persepsi yang muncul? Bisa jadi benar dan bisa jadi tidak. Sebenarnya banyak pihak (termasuk saya sih) sudah mengetahui bahwa Tumblr memang mengandung banyak konten dewasa. Juga konten negatif lainnya. Nggak usah saya sebutin deh... nanti dianggap mempromosikan materi terlarang lagi. Jadi ternyata yang mengatakan bahwa Tumblr itu layak ditutup memang benar dan memiliki argumentasi sahih. Sampai disini rasanya ada yang senang baca pembahasan saya. Malah teman saya bilang kalau Kemenkominfo demen dengan topik kontroversial yang kekinian, alasannya Tumblr juga berisi materi dewasa khusus LGBT (beritanya disini).

TAPI... biasalah jadi penulis itu pasti menyimpan sesuatu sehabis mengiyakan terlebih dahulu. TAPI... kita bisa bandingkan juga isi dari Tumblr yang mengandung konten negatif itu seberapa banyak? Ya.. belum tahu juga sih.. Yang pasti banyak konten positif dan yang berguna juga ada disana (mau tahu apa isi situs Tumblr? Baca artikel ini). Malah bisa diduga lebih banyak konten positif yang ada karena memang Tumblr bukan didesain menjadi situs khusus orang dewasa atau hanya untuk muatan porno. Tumblr ditujukan untuk umum. Penggunanya bebas mengisi kontennya.

Lha, lalu bagaimana ini? Tapi kan ada konten pornonya, jadi pantas untuk diblokir dong?

Dengar dulu penemuan lain yang juga berKATA bahwa tidak hanya Tumblr yang berisi konten porno tapi situs video populer seperti Youtube. Dan banyak juga yang berKATA bahwa tidak sedikit konten dewasa yang dikirim, dibagikan via Whatsapp, Line, BBM, Facebook Chat, dsb. Wow.. jadi menarik nih.. apa sebaiknya Menkominfo menutup semua akses situs atau layanan itu ya?

Yang menarik adalah: atas saran siapa membuat Menkominfo mau menutup Tumblr tanpa mereview jenis situsnya dan membandingkannya dengan situs yang lain? Apakah Tumblr sejenis dengan situs porno lainnya? Hehehe... sepertinya Menkominfo selalu akrab nih dengan urusan syahwat dengan alasan menjaga pengaruh konten porno terhadap generasi muda. Tapi bukankah itu lebih cocok diurus kementerian lain? Mbuh.. mungkin alasan preventiflah, kolaborasilah, sinergilah, antisipasilah, dan berbagai alasan lain bisa saja membenarkan keputusan itu dibuat. Saya bisa debat apa coba?

Tapi tunggu dulu kejutan selanjutnya. Tidak sampai 2 hari sudah direvisi lagi... KATANYA... kali ini yang berkata adalah pihak dari Menkominfo sendiri: Bahwa Tumblr tidak jadi diblokir dan hanya dilakukan tindakan notifikasi tentang muatan konten dewasa tadi. Nggak jadi deh menjadi hansip susila bangsa kita. Sekarang jadi petugas administrasi yang hanya bisa kirim surat doang.. hehehe (baca berita pembatalan dan alasannya di artikel ini).

Dan katanya pula, Menkominfo sedang mengincar situs lainnya seperti Facebook misalnya. Entahlah, kok Menkominfo rada sibuk dengan daerah pertigaan manusia ya? Tapi itu untuk cerita babak berikutnya deh...

Jadi asyikkan lihat negara kita ini, banyak yang KATANYA begini, katanya begitu.. banyak yang berkata-kata dihari lain lalu berbeda di kemudian hari sehingga akhirnya tinggal kata doang. Aksi? Ya kita lihat sajalah.

Bisa Serius Bahasnya Nggak Sih?

Ehem… Oke. Saya tadinya ingin menulis santai, tapi pasti ada pembaca yang ingin pembahasan serius. Ya ayo.

Niat Kemenkominfo sebagai salah satu lembaga negara yang diamanatkan bertugas untuk mengatur regulasi di bidang komunikasi dan informatika memang sepantasnya diapresiasi (fuihh... sudah formal toh). Tapi sampai disitu saja. Sampai di level niat. Saya tidak melihat sebuah kebijakan yang dibuat sudah melalui pembahasan dan analisa yang cukup matang. Sering terkesan asal jadi dan reaktif. Dalam bahasa politiknya bisa disebut ada pembisik langsung eksekusi hasil bisikan tersebut. Tapi pastinya isu kayak gini ditolak mentah-mentahkan? Yang resmi adalah adanya masukan dari lembaga. Entah lembaganya kredibel atau sok jago ya entahlah. Toh dalam 2 hari diubah lagi dan diluruskan beritanya (kapan bengkoknya ya?)

Yang saya bahas dengan serius disini adalah keasyikan Kemenkominfo membuat aturan instan ala Indomie yang bisa diubah dalam sekejap. Ini bukan tipuan sulap. Ini kenyataan, mengikuti gaya kementerian “anu” yang melarang Gojek tapi langsung di”anu”lir oleh Bapak Presiden, Kemenkominfo sayangnya meng”anu”lir sendiri kebijakannya. Yah, anggap saja self-correction. Ada kerendahan hati untuk introspeksi diri dalam jangka 48 jam sambil menutupi kesalahan kebijakan. Two thumbs up (from our feet!)

Apakah mungkin di masa mendatang akan ada aksi pemblokiran situs lain? Sepertinya iya dan saya mendukung saja bila situs itu memang tidak sesuai dengan ketentuan dan kebijakan moral publik sejak awal (Mau tahu bagaimana cara Kominfo memblokir sebuah situs? Baca artikel ini). Jadi perlu kehati-hatian dan kebijakan serta sudut analisa tertentu, bukan asal nembak situs yang hanya mengandung “beberapa bagian” saja. Contohnya situs porno yang khusus memang untuk pornografi ya layak diblokir. Tapi kalau hanya mengandung sebagian maka layanan lainnya seperti Twitter, Facebook bahkan Youtube seharusnya diblokir dong. Kemenkominfo jangan main tebang pilih dong.

Menurut anda sendiri, berapa banyak anak remaja Indonesia yang mengakses Tumblr? Berapa yang mencari isinya dengan keyword lokal? Silahkan berikan data dari hasil survei dan bukan hanya laporan yang kurang valid/terbuka untuk publik.

Menurut saya, lebih bagus Kemenkominfo selalu melakukan update report mengenai perilaku netizen Indonesia dan mensosialisasikan terlebih dahulu kebijakan yang dianggap bisa memicu kontroversi dibanding melakukan gaya blunder dan terkesan tidak profesional. Nyesal kemudian? Ya dibully netizen deh. Sebelum Tumblr diblokir, saya kira netizen layak mendapatkan info detail mengenai potensi "kerusakan moral" dari kunjungan/akses para netizen Indonesia. Apakah sudah sampai taraf mengkhawatirkan? Jadi main blokir jangan pake pola sak karepe dewe.

Lagian, dibagian inilah saya menertawai kebijakan main blokir itu. Tahukah anda bagaimana seorang remaja mengakses pornografi? Hanya dengan menggunakan google saja mereka bisa melihat situs mana yang masih berpotensi aktif dan terbuka dan secara statistik bisa dilihat keyword lokal yang banyak digunakan. Nah, coba cari dengan keyword lokal itu apakah akan muncul link ke situs Tumblr? Kalaupun ada seberapa banyak dan berapa jumlah visitor dari Indonesia? Itu yang saya sebut sebagai penyajian data dan fakta yang relevan. Ratusan situs porno ditutup Kemenkominfo, ribuan yang muncul tiap hari. Siapa yang menang?

Jangan mengira anak SMP bodoh dan tidak bertanya kepada teman-temannya bagaimana mengakses situs porno tersebut. Jangan pula mengira hanya dari Tumblr bisa mendapatkannya. Jika anda tidak mengerti istilah Torrent atau peer 2 peer. maka anda termasuk angkatan jadul. Silahkan googling sendiri istilah itu dan temukan apa yang bisa anda dapatkan dengannya. Dan anak-anak SMP dan SMU Indonesia sudah banyak yang menggunakannya.

Apakah kita tidak bisa lebih bijaksana? Dalam hal ini pemerintah lebih fokus mengembangkan konten positif misalnya? Kalau tidak mampu ya boleh mengajak para pelaku konten di Indonesia agar bisa bersinergi untuk  membangun media atau platform yang lebih sesuai. Misalnya membangun media sosial lokal sendiri kek. Targetkan ke hal positif daripada sok jadi hansip moral. Tanya apa yang dibutuhkan para pelaku industri untuk menumbuhkan konten sehat, bukan  main blokir wae.

Yang lucu sebenarnya: banyak pihak sadar bahwa memblokir konten seperti itu nyaris tidak ada gunanya. Jujur saja, usaha yang dilakukan oleh Kemkominfo bisa saya katakan sebagai usaha sia-sia dan hanya menghasilkan rasa lega yang semu. Setidaknya tampak “cantik nan rupawan” di bidang program kerja dan mampu membuat pihak orang tua terlena dan beranggapan bahwa pemerintah sudah bekerja.

Mungkin anda tidak akan suka dengan apa yang saya akan katakan: Bahwa anak remaja sudah dengan mudah mengakses konten porno biarpun sudah diblokir. Hanya dengan menggunakan plugin yang tersedia gratis di internet, browser populer seperti Mozilla dan yang lainnya dengan mudah menembus proteksi tadi. Lalu apa manfaatnya? Mungkin anak SD masih terlalu culun untuk tahu hal teknis seperti itu. Tapi anda kira kerusakan terjadi hanya di segmen itu saja? Bagaimana dengan SMP dan SMA?

Kalau anak SMA sebagian besar sudah paham dan mudah mendapatkan akses informasi bagaimana menembus proteksi tadi (bisa didapat dari diskusi dengan teman atau googling), maka yang paling parah adalah segmen anak SMP. Mereka nanggung. Konten banyak didapat di warnet, dibagi oleh teman via HP, dsb. Jadi pernyataan Kemenkominfo bahwa yang anak yang pintar saja yang bisa menembus membuat saya semakin tertawa didalam hati. Tidak perlu pintar, hanya modal tanya teman saja sudah dapat kok.

Anak-anak itu tahu kok bahwa mereka tidak akan mengakses dari komputer rumah. Banyak sekali celah mengaksesnya kok. Belum lagi dari ranah offline berupa VCD maupun salinan file di flashdisk atau HP. Anda berhitung sendiri probabilitas keefektifan pemblokiran ini? Saya tidak mengatakan semuanya tidak ada manfaat, tapi banyak yang blunder dan harus diperbaiki.

Yang Bisa Kita Lakukan?

Sederhana saja: urus anak masing-masing. Jangan berharap pemerintah akan bisa menanggulangi masalah pornografi online ini sendirian, apalagi mempercayai bahwa kebijakan main blokir itu efektif. Biarpun pemerintah mau, ya seperti yang saya sebutkan diatas, lebih banyak masalah lain yang bisa timbul dibandingkan manfaatnya. Anda sebagai ortu jangan hanya tahunya main sumpah serapah saja dan menyalahkan pemerintah dong.

Jika anda termasuk orang tua yang penuh kasih plus paranoid, silahkan download aplikasi buatan anak bangsa dengan nama Kakatu. Aplikasi parental control ini cocok dipakai di mobile phone anda. Bisa dikatakan bahwa akses internet yang paling rentan mengakses pornografi adalah mobile phone. Untuk komputer anda, silahkan browsing dan temukan aplikasi sejenis untuk komputer anda dengan keyword "parental control software". Kalau sampai disini anda tidak tahu apa itu parental control, cara download aplikasi, apalagi browsing... yah tanggung sendirilah kalau anak anda sudah bisa mengakses pornografi tanpa setahu anda.

Artinya jadi orang tua jangan gaptek dong. Ajaklah anak anda diskusi. Mending bicara sebagai mitra bicara dibanding jadi polisi dunia... hehehe. Suka atau tidak, rasa ingin tahu mereka itu lebih bagus diarahkan dengan sehat, walaupun anda sebagai orang tua lebih sering nervous, grogi, risih, ketika melakukannya. Jangan terpaku dengan prinsip bicara seks itu tabu. Tiba-tiba anda menemukan SMS saru di HP anak anda bagaimana? Hehehe... Anda pasti pernah muda bukan? Anda lebih suka sedikit mengarahkan daripada dikejutkan?

Terkesan saya menuding jelek kebijakan Kemenkominfo? Tidak juga sebenarnya. Saya hanya berupaya menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dengan main blokir itu belum tentu efektif untuk kasus tertentu seperti Vimeo dan Tumblr misalnya. Jadi untuk apa dibuat sebagai contoh kebijakan? Apalagi untuk dibatalkan segera.

Kenapa Kemenkominfo tidak mendorong tindakan yang lebih nyata misalnya mendorong program pengembangan konten sehat untuk anak? Dimulai dari mendukung para startup atau pelaku konten di Indonesia? Daripada meniru gaya orang tua era jadul yang suka mengatakan: jangan lakukan ini atau jangan lakukan itu? Apa tidak lebih menantang bila memilih model: coba lakukan untuk ini atau kalau kami membantu dengan cara begini? Saya percaya kok kalau saja Kemenkominfo mau belajar lebih bijak maka bisa lebih bermanfaat mengeluarkan regulasi yang bermanfaat (silahkan baca contoh kasus kebijakan yang maksimal)

Yah, syukur-syukur ada petinggi Kominfo yang baca artikel ini dan bisa diskusi juga. Nggak bisa bayangin sih, hanya mimpi doang hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun