Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

I-Doser Digital Drugs: Beneran atau "Gimmick"?

14 Oktober 2015   13:29 Diperbarui: 14 Oktober 2015   16:28 11761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

New 2012 Extreme Doses Released (www.i-doser.com)

Beberapa waktu hari lalu sempat muncul berita yang cukup heboh. Disebutkan kini sudah ada narkoba digital (digital drugs) yang beredar cukup bebas di dunia maya. Seperti biasa, berita ini berhasil menyita perhatian banyak pihak. Bahkan Menkominfo Rudiantara diketahui akan menelusuri aplikasi bernama I-Doser. Ditengarai aplikasi ini membuat kehebohan di publik karena dianggap sebagai 'narkoba digital' yang membuat penggunanya seperti berhalusinasi. Benarkah demikian?

Saya tertarik menulis artikel ini dengan dua alasan. Alasan pertama: untuk membantu meluruskan pemahaman akan aplikasi I-doser. Kedua: karena saya sudah dari dulu menggunakannya, jadi saya bisa berbagi pengalaman akan penggunaan aplikasi ini.

I-Doser

Aplikasi ini adalah software yang menghasilkan suara binaural. Suara binaural merupakan dua nada yang mengalun dalam frekuensi nada di bawah 1,00 Hz. Ditemukan pada tahun 1839 oleh Heninrich Wilhelm Dove, dia menggunakan untuk relaksasi, meditasi dan kreativitas. Cara menggunakannya seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Saat ini tersedia beberapa versi aplikasi. Ada yang berjalan di PC, ada yang tersedia dalam bentuk aplikasi mobile (di Googleplay dan Appstore Apple). Namun ada pula yang tersedia dalam bentuk file audio (biasanya dalam format MP3).

Untuk mendapatkan manfaat dari suara binaural ini, pengguna harus menggunakan headphone yang bagus kualitasnya dan dalam kondisi tenang (rileks, posisi duduk atau tidur). Dengan kata lain, ada persyaratan khusus untuk melakukan sesi dosing (istilah untuk proses aktivitas mendengarkan suara binaural tadi). Lingkungan juga harus mendukung, suasana sepi dan tenang sangat dianjurkan.

Dengan penjelasan itu, tentu anda sudah menduga kalau aplikasi ini lebih bersifat ke bentuk aktivitas meditasi atau relaksasi. Dan benar memang untuk itulah tujuan awalnya. Suara binaural tersebut secara teoritis dikatakan bisa menstimulasi otak penggunanya sedemikian rupa. Hasilnya? Diharapkan dapat lebih mudah berkonsentrasi, fokus, lebih merasa tenang, semangat, dan berbagai bentuk dorongan serta impuls positif lainnya.

Apakah tidak ada efek negatifnya? Tentu ada. Saya akan bahas di bagian berikutnya. Hanya saja, sampai disini, sebenarnya itulah tujuan dari suara binaural yang digunakan banyak penggunanya di luar negeri dan termasuk di negara kita. Namun selalu ada pro kontra menyusul munculnya dan penggunaan dari satu inovasi.

Pengalaman Memakai

Saya sudah menggunakan I-doser sejak tahun 2005 lalu. Waktu itu namanya adalah Binaural Beat. Tujuannya hanya membantu relaksasi dan meditasi dengan sarana audio binaural. Penggunaan teratur beberapa kali dalam seminggu setiap menjelang mau tidur memang memberi dampak positif bagi diri saya.

Secara umum saya menjadi lebih rileks dan tenang. Bahkan bisa dikatakan membantu saya terlelap dengan cepat. Saya bisa memberikan testimoni setelah menggunakannya hampir 10 tahun memang ada dampak yang signifikan. Saya meyakini setelah melihat efek jangka panjang.

Sekarang mari berbicara efek negatif. Apakah ada? Selama saya menggunakannya, memang ada beberapa audio yang tidak cocok bagi saya. Selain membuat pusing kepala, beberapa audio juga memiliki efek buruk seperti mual dan rasa mau muntah yang tidak beralasan. Selain itu, ada efek perasaan ketakutan dan seram sehingga tidak bisa tidur sampai pagi. Saya akui saat itu saya penasaran dengan berbagai audio yang dikatakan punya dampak tertentu. Jadi memang tidak semua audio cocok digunakan.

Setelah saya melakukan riset kecil-kecilan mengenai dampaknya, memang ada beberapa peringatan yang disebutkan sebelum menggunakannya. Salah satunya adalah binaural beat tertentu tidak cocok untuk kondisi fisik tertentu seperti penderita epilepsi dan lemah jantung. Juga ada beberapa suara binaural yang masih bersifat eksperimen dan efeknya tidak bisa dipastikan berdampak seperti yang diharapkan.

Dari puluhan audio yang saya dengarkan, memang ada beberapa yang sangat “horror” kalau didengar seperti misalnya Hand of God. Setelah mendengarnya dalam ruang temaram selama 30 menit, saya merasakan ketakutan yang amat sangat. Jadi, bukan rileks yang saya dapatkan malah rasa susah tidur dan gelisah sampai pagi.

Namun apakah I-doser (atau suara binaural lainnya) ini membuat saya candu? Maaf, saya kira salah besar dan tidak terbukti sama sekali. Saya intens memakainya hampir tiap hari hanya selama lebih dari 1 bulan dan itupun karena mencoba-coba berbagai audio yang ada. Setelah itu saya bisa memilah dan memilih audio yang enak dan nyaman buat saya. Dan selanjutnya saya menggunakannya teratur 2-3 kali seminggu.

Tidak ada rasa kecanduan atau kehilangan bila saya tidak menggunakannya. Beberapa kali saya lupa dan baru teringat setelah kembali melihat catatan harian saya jika mau ke peraduan. Selama mendengarkan suara binaural itu saya tidak merasakan dampak supranatural, teler, mabuk atau bentuk efek narkoba lainnya. Efek terburuk hanyalah mual dan mau muntah karena suaranya sangat tidak menyenangkan. Dan efek paling aneh adalah susah tidur sampai pagi. Selain itu tidak masalah.

Gimmick Marketing

Selalu saja ada peluang bagi orang yang kreatif. Dan ini terbukti dengan perubahan pemasaran Binaural Beat menjadi I-doser. Selain itu, pesan pemasarannya juga berubah. Jika dulu lebih ditujukan kepada para penggiat meditasi dan self-motivation, kini dijual kepada publik secara umum.

Agar lebih laku maka dikenalkan dengan jargon unik yaitu “digital drug”. Walaupun tidak secara formal, pemasaran dengan jargon ini ternyata terbukti sukses dan menarik banyak perhatian yang sayangnya bukan dari target pasar utama yaitu penggiat meditasi dan pelaku self-motivation. Tapi malah dari para pemuda, remaja dan tentu ABG alay.

Rasa penasaran, ingin tampak keren dan beken, membuat I-doser beberapa tahun lalu populer di Amerika dan Eropa. Banyak penggunanya yang melebih-lebihkan efek yang dirasakan. Kenapa tidak? Siapa yang mau mengakui kebodohannya karena telah menghabiskan puluhan bahkan ratusan dollar dan tidak mendapatkan efek yang wow? Tentu saja rasa “dikuras” seperti ini diganti dengan memamerkan efeknya yang berlebihan.

Kenapa tidak banyak efek positifnya? Ya karena tidak mengikuti proses penggunaan dengan baik dan benar. Sedangkan saya yang sudah paham saja masih bisa salah karena mencoba-coba. Apalagi digunakan dengan alasan yang tidak tepat yaitu ingin mencoba narkoba walau secara digital.

Kini penggunaan I-doser sudah dilarang dengan ketat di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Alasannya sederhana saja, I-doser menjadi batu lompatan bagi remaja yang ingin mencoba “sesuatu yang punya efek teler” seperti narkoba walaupun hanya dengan stimulan suara. Jadi, sumber pelarangan bukan karena efek langsungnya yang negatif (masih harus dibuktikan dengan ilmiah). Tapi karena ekspektasi pemakai yang tidak tahu dan tidak bertanggung jawab serta potensi resiko ingin mengenal ke narkoba yang sebenarnya.

Dulu, ketika masih bernama Binaural Beat, nama audionya nggak aneh-aneh. Masih normal seperti Study Enhancer, Focus Mind, Alpha Meditation, dsb. Kini sudah membuat penasaran dan menakutkan seperti: Cocaine, LSD, Morphine, Marijuana, Alcohol, Chloroform, Chrystal Meth, Extasy, dsb. Bahkan yang tidak masuk akal dibuat seperti Hand of God, Gates of Hades, Nirvana. Tiga yang terakhir dikaitkan dengan efek supranatural atau ekstasi spiritual. Ada-ada saja.

Kesimpulan

Yang saya herankan adalah kenapa baru sekarang heboh di Indonesia? Hehehe... seperti biasa kita suka rada telat dengan isu yang seperti ini. Sayangnya, masih banyak yang hanya tahu sekilas dan belum mendalami tapi sudah gembar-gembor tidak karuan. Dan penyakit ini diamini oleh banyak netizen yang dengan “sukarela berjamaah” ikut menyebarkan tanpa mau memeriksa kebenaran apalagi mencoba langsung.

Sebagian dari pengguna I-doser setahu saya adalah remaja alay dan sebagian besar mereka mendapatkannya dengan cara ilegal alias membajak. Jadi wajar saja mereka tidak tahu cara memakainya dengan benar dan memaksimalkan efek positifnya.

Kalaupun ada efek negatif, saya kira hanyalah mahalnya aplikasi dan file audio yang dijual. Selain itu mirip analogi pisau. Salah digunakan ya bisa tidak ada manfaatnya. Tapi ketagihan dan teler? Hehehe... kacian deh lu...

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun