Mohon tunggu...
Syam
Syam Mohon Tunggu... Penulis - Syamsulhadi

Sublimasi hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siapa yang Akan Menjadi Pemimpin di Lingkup Keluarga? Suami Atau Istri?

21 Mei 2022   11:20 Diperbarui: 21 Mei 2022   11:41 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh pekan yang bahagia buat Habibi dan Habibah. Sudah sekian lama menjalin cinta, ia akhirnya akan segera mendeklarasikan hubunganya sebagai suami istri. Sudah 5 tahun lamanya, ia berjalan bersama mengaungi sebuah jembatan yang panjang. Ibarat kata, perjalanan itu sudah hampir sampai kesebuah pulau yang akan mereka tempati membentuk sebuah peradapan.

Susah, sedih dan haru dilampaui bersama saat mereka pacaran. Yah, namanya aja pacaran. Melewati momen-momen bahagia. Mulai saat mereka bersenda gurau, tak jarang Habibi sering iseng ketika mereka bertemu. Cubitan, pukulan manja Habibah juga sering kali mendarat di lengan Habibi, sebagai bentuk respon keisengannya. Kadang juga Habibah sering kali menggerutu, ngambek ketika Habibi tidak peka apa yang ia inginkan. Sering juga mereka saling adu argument marah-marahan saat mereka ada perbedaan pendapat. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan rasa cinta mereka yang sudah terlampau tinggi.

Waktu telah mendewasakan mereka, sudah lebih dari cukup literasi mereka agar hubunganya mereka tetap langgeng. Lima hari lagi mereka akan melangsungakan pernikahan, kedua keluarga besar mereka sudah sibuk mempersiapkan hari sakral yang akan dilangsungkan bersama. Seperti adatnya orang Jawa. Ketika hendak menikah pengantin akan dipingit. Maksud dari dipingit adalah kedua calon pengantin tidak boleh berpergian, atau bahkan bertemu, sampai hari H mereka tiba.

Pada suatu malam, perasaan rindu pun bersarang di hati Habibah. Rindu yang sangat menyiksa sekali, makan tak enak tidur tak nyenyak duduk pun tak jenak. Habibah berbaring sembari, menatap dinding-dinding kamarnya. Tiba-tiba, dering smartphone memecah lamunannya. Ia bergeas mengambil smarphonenya dan ternyata yang memanggil adalah tambatan hatinya. Hati Habibah bagaikan tanah yang menumbuhkan bunga-bunga ketika musim semi tiba. Momen yang sangat tepat sekali, ditengah kerinduannya, sang kekasihpun datang walau, melalui via suara.

Mereka saling berbincang bincang sembari melepas rindu. Dalam pembicaraanya yang dibahas cukup random terkadang bahasanya pun absurt. Mulai bercerita kegiatanya sehari-hari, mencerritakan kejadian lucu, dan lain-lain. Mereka juga tidak lepas berbincang-bincang mengenai pernikahan mereka yang akan datang. Ditengah perbincangan soal pernikahanya, Habibi mempertanyakan sesuatu kepada habibah.

             “ Sayang, aku mau Bertanya, boleh gak ? ” Izin Habibi.

             “ Iya, Sayang, Mau tanya apa? ” Ujar Habibah, dengan suara lembutnya.

             “ Saat kita sudah menikah nanti, kamu ingin anak berapa?” tanya Habibi beriringan dengan tawa kecilnya.

             “ Eeeeem..., berapa ya? Aku ingin punya anak 10” Ungkap Habibah.

Sontak, Habibi terkejut dengan ungkapannya. “ Hah Serius Sayang, 10? Gak kebanyakan? ” tanya Habibi dengan serius.

            “ Iya, sayang serius, kenapa ? kamu gak mau.?” Tanya Habibah dengan nada manja sembari memanyunkan wajahnya.

            “ Enggak gitu sayang, ya gak papa sih kalau segitu, aku malah bahagia.” Ungkap Habibi, dengan sedikit girang.

            “ Tapi.., yang nglahirin kamu.” Melanjutkan bicaranya, tertawa terbahak-bahak.

            “ Mana bisa aku melahirkan?.” Jawab Habibi dengan senyumnya kecut.

Walaupun Habibah mempunyai perawakan yang feminim, nada bicaranya halus, tetapi ia memiliki selera humor yang cukup tingggi. Kalau on mood tawanya cukup kencang. Tipekal humorisnya direpresentasikan dengan tontonan kesukaanya, yaitu film atau acara tv yang berbau komedi. Selain itu, ia salah satu mahasiswi yang suka dengan filsafat, dikampusnya ia juga sering terlibat diskusi. Salah satunya adalah diskusi feminisme.

Begitupun dengan Habibi selera humornya juga tinggi. Namun setiap kali ia ngelawak selalu garing atau lebih jelasnya gak lucu. Tidak jauh dengan kekasihnya, Habibi juga salah satu peminat filsafat sejati. Ia sangat mengidolakan filsuf Kordoba, Spanyol yaitu Averos atau familiar disebut Ibnu Rusyd. Walaupun begitu, ia juga tidak kalah faham tentang feminisme, seperti yang digeluti Habibah.

Setelah bergurau, memalui telfon, tidak terasa malam semakin larut. Mereka menyudahi perbincangannya, yang cukup mengasikannya itu. Akhirnya mereka berdua menutup telfonya dan terlelaplah mereka.

Hari yang singkat itu dilewati dengan beragam pristiwa. Hari H pun tiba, momen yang sangat bersejarah buat Habibi dan Habibah. Tepat pada pukul 7 pagi. Mereka melangsungkan ijab qobul. Penghulu, pengantin, saksi dan wali sudah bersiap untuk melangsungakan meomen sakral itu.

            “ Saya nikahkan dan kawinkan Habibi bin Habiburahman dengan anak saya Habibah binti Abdullah dengan mas kawin seprangkat alat sholat dan uang sebesar 1 juta rupiah  diabayar tunai.”

            “Saya terima nikah dan kawinnya Habibah binti Abdullah dengan mas kawin seprangkat alat sholat dan uang sebesar 1 juta rupiah dibayar tunai.”

            “ Saaaaah…” Jawab saksi dengan serentak.

Akhirnya, mereka sudah melewati momen itu. Setatus mereka sudah tidak lagi pacar atau sejenisnya. Status mereka sudah beralih menjadi suami dan istri. Mereka berdua sangatlah bahagia. Terlihat ketika sesi pemotretan, mimik mukanya yang disertai senyuman manis di sudut bibir ke dua insan tersebut menggambarkan rasa hatinnya.

Waktu demi waktu berlalu. Tamu yang berbondong-bondong datang pun mulai surut. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Kedua pengantin baru tersebut bergegas memasuki kamarnya untuk melepas kepenatanya. Setelah seharian penuh ia menemui, teman dan saudara-saudaranya yang berkunjung.

Sungguh momentum tidak biasa yang dirasakan kedua pasangan tersebut. Semerbak harumnya melati khas pengantin melingkupi disetiap sisi dan sudut kamarnya. Habibi terpesona melihat istrinya yang masih berparaskan pengantin. “ Ya, Tuhan, apakah ini ciptaanmu, sungguh indahnya.” Bicaranya dalam hati.

Begitupun dengan Habibah. Jantungknya bagaikan genderang perang yang dipukul keras. Sembari menatap mata sang suami, perasaanya pun campur aduk. Senang dan haru bersarang menjadi satu. Di tengah tatapan tulusnya kedua pengantin itu. Habibipun memberanikan diri memulai perbincanganya. “ Sayang..,” Sambil memgang tangan Habibah.

Sontak, Habibah pun sedikit terkejut. “ Iya, Sayang.” jawab Habibah disertai senyumannya yang tulus.

            “Kitakan sudah sah, suami Istri…”

            “ Iyaaa…, Terus?” ungakap Habibah meneruskan perkataanya Habibi. Dengan perasaan dek-dekannya.

            “ Hubungan kita ini, merupakan hubungan yang memiliki jangka yang begitu panjang. Aku mau menawarkan sesuatu untuk mu sayang.” ungkap Habibi

            “ Iya, Apa itu?” tanya Habibah

            “ Untuk keluarga kita, aku butuh kesepakatan darimu, yang mau memipin keluarga kecil kita ini siapa? Aku atau kamu? Kalau aku jadi pemimpinya itu hal yang tidak masalah, hal itu merupakan peristiwa yang wajar seperti masyarakat pada umumnya. Kalaupun pemimpinya kamu, juga tidak akan menjadi masalah, karena perempuan sekarang dalam lingkup keluarga maupun public, juga tidak masalah menjadi pemimpin. Kalau benar iya, kamu yang memimpin aku akan di belakangmu dan tentu akan menyetujui apapun rencana kamu. Aku percaya, kamu merupakan perempuan yang hebat, kaya akan wacana dan rencana, untuk membawa keluarga kita yang lebih baik.” Ungakap Habibi dengan keseriuasannya.

            “ Sayaang, aku tau cita-cita kita sama, yaitu memebentuk keluarga yang setara. Tidak ada Superioritas dan tidak ada Infioritas. Kalau aku maupun kamu bertindak sebagai pemimpin otomatis diantara kita ada yang Inferior, hal tersebut tidak mungkin dikatakan keluarga yang membentuk kesetaraan. Menurutku tidak perlu adanya pemimpin atau ma’mum. Tetapi kita besama-sama membentuk sebuah konsep keluarga yang Horizontal, saling memahami, saling mengerti, setiap ada hal apapun kita diskusikan bersama, mana yang lebih baik.”

Mereka bedua adalah pasangan yang kaya akan konsep. Tidak heran, memang sejak lama mereka memiliki paradigma yang hampir sama. Literasi tentang Demokrasi dan Kesetaraan begitu melekat dikepala mereka. Dalam setiap langkah mereka tidak lepas dengan hal yang filosofis, yang tentu membuat hubungan mereka begitu ideal.

            “Oke.., Setuju, aku memiliki quotes berkias kepada pemikiran Bakunin. (Cinta itu Anarkis tidak mengenal Sistem Hirarki ) ” Ujar Habibi dan sambil memeluknya.

Kemudian mereka mengadakan ritual. Iya, ritual, ritual itu…..,Apa? nggak tau, pikir sendiri.

Selesai…!!!!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun