Mohon tunggu...
Sam Junus
Sam Junus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Konten kreator, Penulis, audiostory, genre : romans, drama rumah tangga dan horor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembalinya Perasaanku

30 Desember 2023   09:15 Diperbarui: 30 Desember 2023   09:17 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Sam Junus

Dikisahkan oleh :

Winda ( bagian 2 )

     Kisah sebelumnya, aku telah berumah tangga dan memiliki seorang putri. Permasalahan di rumah tanggaku adalah, aku tidak dapat menikmati apa yang seharusnya aku nikmati. Sebenarnya semua itu tidak menjadi masalah. Namun tiba tiba aku disapa kembali oleh bekas guruku saat sekolah. Aku dan guruku beda usia 8 tahun. Dulu aku sempat tertarik sebagai cinta monyetku. Beliau yang memberikan pengalaman sentuhan pertamaku, pada saat malam latihan Jambore.

Catatan : nama beliau aku samarkan menjadi pak jantan.

Beliau mengontak aku kembali

     Sore, saat aku selesai memandikan anakku. Chatt masuk ke ponselku, aku melirik untuk melihat dari siapa. Hatiku seolah berhenti berdetak, aku jadi seperti kebingungan dan fokusku tiba tiba buyar semua.
Chat dari pak Jantan kembali masuk ponselku.
Intinya, beliau hanya ingin sekedar bertemu dan tidak akan merusak kebahagian keluargaku.
Aku tidak dapat konsentrasi untuk membalasnya, aku butuh waktu, aku butuh ketenangan diri.
Aku balas, bahwa saat ini aku terlalu sibuk untuk menjawabnya, aku janji setelah magrib akan aku beri jawaban.

     Setelah mandi, biasa aku bawa anakku ke lapangan untuk bermain sekaligus aku suapin makan.
Otakku tidak fokus, teringat kembali 14 tahun lalu. Merasakan kembali masa yang telah lama.
Dari bawah sadarku, seolah berontak dan memunculkan lagi perasaan itu. Suatu sensasi yang selama ini terpendam dalam kerinduan yang aku tutup tutupi. Aku merinding, perasaanku saat dilapangan bersama anakku berkecamuk. Semuanya campur aduk.
Hingga magrib tiba. Jantungku masih terpacu. Dua suara hati yang bertentangan. Satu mengatakan stop melangkah, yang satu mengatakan, sebagai pengganti masa masa yang tidak pernah aku dapat dari suamiku.
Aku belum dapat menjawabnya.

     Hingga pukul sembilan belas, aku masih bergelut dengan dua suara itu.
Pak jantan kembali menanyakan, dia katakan bila Winda tidak bersedia, beliau maklum dan janganlah di paksakan.
Ini hanya sekedar angan dan ingin yang memang mudah tertiup angin.
Lalu aku memberanikan menjawabnya.
Maaf pak,...namun aku hapus kembali.
Pak, aku rasa ....aku hapus lagi dan lagi, tanganku sedikit gemetaran saat akhirnya aku tulis, kapan dan di mana pak? Dan langsung aku kirim.
Balasan pak jantan, usulanku bila Winda tidak sibuk kita makan malam, tempat dan harinya bebas Winda yang menentukan.
Hatiku bergetar, jantungku terasa lepas dan aku menitikkan air mataku tanpa aku sadari. Basah mataku, entah apa sebabnya, hanya pergulatan perasaan, namun membuat aku menjadi sedih. Akhirnya aku jawab untuk waktu dan tempatnya.

Malam pertemuan

Baca juga: Malam Jumat Kliwon

     Hari ini, sepanjang hari bahkan, perasaanku lari kemana mana, ada happy, ada takut, ada sesuatu yang mengganjal dan sebagainya, yang sulit aku ungkapkan secara detail.
Aku persiapkan semua dengan matang. Aku siap melangkahkan kaki. Aku Winda, harus setenang mungkin bila bertemu dengan pak jantan. Winda, semua ini hanya pertemuan biasa. Janganlah berharap lebih. Aku sedikit tenang saat mulai melangkah.

     Singkatnya, aku telah berada di lokasi sepuluh menit sebelum waktu yang kami sepakati. Aku menunggu beliau, dengan hati berdebar, sambil minum juice alpokat.
Pundak kananku disentuh seseorang, seperti ada getaran yang kuat menyentuh tubuhku. Aku membalikkan badan ke kanan. Aku melihat sosok pak jantan berdiri di samping kanan belakangku. Aku sedikit mendongakkan kepala karena posisiku duduk.
Melihat beliau setelah 14 tahun silam membuat hatiku terkesima.
Tampilan pak jantan lebih elegan, outfitnya serba hitam, dengan kaos polo warna hitam pres body dipadukan dengan celana jeans hitam. Badannya bagian dada bidang dengan perut yang tidak begitu gemuk.
Beliau tersenyum sambil menyebut namaku pelan. Senyuman beliau terasa menyentuh hatiku.
Aku sungguh meleleh saat itu, aku menjadi gadis kecil kembali. Gayaku yang aku setting seolah tenang, kalem bak wanita terhormat, menjadi luluh lantak.
Aku menjadi sedikit centil seperti masa masa sekolahku dulu. Aku balas senyuman beliau.
Lalu pak jantan duduk disebelah kananku.
Beliau katakan, bahwa aku semakin menjadi gadis matang dan cantik. Sambil beliau memegang jari kananku. Jantungku kembali melompat dan langsung berhenti berdetak sesaat. Aliran darahku dari jari kananku terasa cepat mengalir ke seluruh tubuhku. Tubuhku merasakan sesuatu yang beda, sesuatu rasa yang kembali bergelora dari 14 tahun silam.

     Aku jadi teringat, saat malam latihan Jambore, saat aku dan beliau berjaga malam. Tangan beliau memegang tanganku lalu memainkan jari jemariku, aku jatuh dalam pelukannya.
Hingga suatu rasa yang aku belum pernah mengalaminya, menyentuh kalbuku yang paling dalam.
Kini beliau ada didepanku, kini beliau memegang tanganku kembali, dan memainkan jari jemariku.
Beliau lebih cerah, tampan dan senyumnya lebih menghanyutkan perasaanku. Darahku terus mengalir dengan derasnya, seperti air terjun yang tidak dapat dibendung lagi.

     Pujian, telah lama aku tidak mendengar pujian tentang diriku. Terakhir, hidupku hanya berkutat dengan anakku. Menyiapkan makan, memberi suapan, belanja sayur pada pak tua yang lewat didepan rumahku. Membuat masakan untuk seharian kami makan. Memandikan anakku dan semua urusan yang rutinitas aku jalankan. Pujian ? dari mana aku dapatkan ? Tukang sayur? Tetangga sebelah? Suamiku? Aku teringat suamiku, dulu saat kami pacaran, dia sering mengatakan cantik, mempesona dan lainnya. Kini tidak pernah terdengar lagi.
Semua bagi dia biasa biasa saja. Pulang kerja mendapati istrinya yang sudah mandi dan berias, bagi dia sudah sewajarnya. Cerita kantor dan permasalahan dia lah yang menjadi tema pulang kerja. Kadang berbagai keluhan yang tidak dapat dia lontarkan di kantornya menjadi asupan untuk istrinya dirumah. Aku mendengarkan dengan baik namun aku memendam sesuatu yang sulit aku utarakan.
Bila aku bercerita tentang hari hariku di rumah, bagi dia tidak terasa penting. Mendengarkan sambil melakukan apapun tidak masalah baginya, karena hal itu hanya sepele.

     Hari ini berbeda, malam ini berbeda, aku seakan melambung tinggi, saat mendengar pujian dari pak jantan. Malam ini terasa lebih bersemangat saat tangan kananku digenggamnya. Dielusnya jari jariku, yang setiap mandi aku gosok agar daki tidak menempel. Saat ini, seakan aku dihargai, aku merasa semuanya menjadi indah.

     Kami kemudian membicarakan hal hal yang terjadi selama kami berpisah.
Aku ceritakan telah memiliki putri kecil imut  dan lain sebagainya. Beliau mendengarkan semua celotehanku dengan serius.
Aku jadi banyak berbicara, seperti terasa ada yang menampung, ada yang memberi perhatian, ada yang memuji.
Beliau sendiri telah menjadi duda, setelah mengalami kecelakaan keluarga. Istri dan anaknya terenggut dalam kecelakaan itu. Hanya beliau yang akhirnya selamat. Namun, mengalami pingsan selama tiga hari. Sehingga tidak dapat melihat istri dan anaknya untuk terakhir kalinya. Aku turut larut dalam keharuan. Sungguh tragis dan membuat hatiku pilu.

     Beliau menunduk dan mengatakan bahwa sebenarnya, dahulu beliau ada perasaan dengan aku, namun ragu untuk melanjutkan, dikarenakan saat itu aku masih 16 tahun.
Aku beranikan diri memegang tangan kiri beliau. Aku  ucapkan bela sungkawa untuk anak dan istri beliau. Aku mencoba menghibur hati beliau yang terlihat sedang kacau saat dia menceritakan kejadian tersebut.
Beliau sempat cerita, bahwa saat aku di Malaysia. Beliau mencoba mencari alamatku dan akan menyusul ke Malaysia. Saat itu beliau masih sendirian. Namun gagal menemukan alamatku.
Lalu kami berbincang bincang semakin akrab dan terasa dewasa dibandingkan pembicaraan kami 14 tahun silam.
Kami tertawa bersama dan bercanda bersama. Suatu kenyamanan mulai timbul di hatiku.
Suasana segar yang aku rasa saat itu, menjadi sesuatu yang berbeda di hari hari ku yang monoton.
Sebelum akhirnya kami harus berpisah, setelah lebih dari dua jam, kehangatan kami kembali terjalin. Aku beranikan diri merangkul beliau tanda kenyamanan ku pada nya. Aku sempat kan cium pipi kiri beliau.
Wajah beliau tampak berseri seri. Aku berikan untuk menghilangkan kesedihan beliau yang kehilangan anak dan istri beliau.
Lalu kami berpisah. Dengan hati sama sama merasa bahagia, happy dan mendapati suasana baru dari hal yang membosankan. 

     Di dalam perjalanan, aku banyak cerita tentang teman teman angkatanku. sambil sesekali beliau menoleh ke arahku, tatapannya sering beradu, membikin hati ini kegirangan. aku selalu mengalihkan pandanganku. Aku tidak kuat menatap mata beliau.
Aku menolak saat beliau akan antar aku hingga mendekati rumahku.
Kami berpisah saat ini, dengan suatu kenangan yang sangat membekas dihatiku. Bahagianya hatiku .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun