Mohon tunggu...
Sam Junus
Sam Junus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Konten kreator, Penulis, audiostory, genre : romans, drama rumah tangga dan horor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembalinya Perasaanku

30 Desember 2023   09:15 Diperbarui: 30 Desember 2023   09:17 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Sam Junus

     Aku jadi teringat, saat malam latihan Jambore, saat aku dan beliau berjaga malam. Tangan beliau memegang tanganku lalu memainkan jari jemariku, aku jatuh dalam pelukannya.
Hingga suatu rasa yang aku belum pernah mengalaminya, menyentuh kalbuku yang paling dalam.
Kini beliau ada didepanku, kini beliau memegang tanganku kembali, dan memainkan jari jemariku.
Beliau lebih cerah, tampan dan senyumnya lebih menghanyutkan perasaanku. Darahku terus mengalir dengan derasnya, seperti air terjun yang tidak dapat dibendung lagi.

     Pujian, telah lama aku tidak mendengar pujian tentang diriku. Terakhir, hidupku hanya berkutat dengan anakku. Menyiapkan makan, memberi suapan, belanja sayur pada pak tua yang lewat didepan rumahku. Membuat masakan untuk seharian kami makan. Memandikan anakku dan semua urusan yang rutinitas aku jalankan. Pujian ? dari mana aku dapatkan ? Tukang sayur? Tetangga sebelah? Suamiku? Aku teringat suamiku, dulu saat kami pacaran, dia sering mengatakan cantik, mempesona dan lainnya. Kini tidak pernah terdengar lagi.
Semua bagi dia biasa biasa saja. Pulang kerja mendapati istrinya yang sudah mandi dan berias, bagi dia sudah sewajarnya. Cerita kantor dan permasalahan dia lah yang menjadi tema pulang kerja. Kadang berbagai keluhan yang tidak dapat dia lontarkan di kantornya menjadi asupan untuk istrinya dirumah. Aku mendengarkan dengan baik namun aku memendam sesuatu yang sulit aku utarakan.
Bila aku bercerita tentang hari hariku di rumah, bagi dia tidak terasa penting. Mendengarkan sambil melakukan apapun tidak masalah baginya, karena hal itu hanya sepele.

     Hari ini berbeda, malam ini berbeda, aku seakan melambung tinggi, saat mendengar pujian dari pak jantan. Malam ini terasa lebih bersemangat saat tangan kananku digenggamnya. Dielusnya jari jariku, yang setiap mandi aku gosok agar daki tidak menempel. Saat ini, seakan aku dihargai, aku merasa semuanya menjadi indah.

     Kami kemudian membicarakan hal hal yang terjadi selama kami berpisah.
Aku ceritakan telah memiliki putri kecil imut  dan lain sebagainya. Beliau mendengarkan semua celotehanku dengan serius.
Aku jadi banyak berbicara, seperti terasa ada yang menampung, ada yang memberi perhatian, ada yang memuji.
Beliau sendiri telah menjadi duda, setelah mengalami kecelakaan keluarga. Istri dan anaknya terenggut dalam kecelakaan itu. Hanya beliau yang akhirnya selamat. Namun, mengalami pingsan selama tiga hari. Sehingga tidak dapat melihat istri dan anaknya untuk terakhir kalinya. Aku turut larut dalam keharuan. Sungguh tragis dan membuat hatiku pilu.

     Beliau menunduk dan mengatakan bahwa sebenarnya, dahulu beliau ada perasaan dengan aku, namun ragu untuk melanjutkan, dikarenakan saat itu aku masih 16 tahun.
Aku beranikan diri memegang tangan kiri beliau. Aku  ucapkan bela sungkawa untuk anak dan istri beliau. Aku mencoba menghibur hati beliau yang terlihat sedang kacau saat dia menceritakan kejadian tersebut.
Beliau sempat cerita, bahwa saat aku di Malaysia. Beliau mencoba mencari alamatku dan akan menyusul ke Malaysia. Saat itu beliau masih sendirian. Namun gagal menemukan alamatku.
Lalu kami berbincang bincang semakin akrab dan terasa dewasa dibandingkan pembicaraan kami 14 tahun silam.
Kami tertawa bersama dan bercanda bersama. Suatu kenyamanan mulai timbul di hatiku.
Suasana segar yang aku rasa saat itu, menjadi sesuatu yang berbeda di hari hari ku yang monoton.
Sebelum akhirnya kami harus berpisah, setelah lebih dari dua jam, kehangatan kami kembali terjalin. Aku beranikan diri merangkul beliau tanda kenyamanan ku pada nya. Aku sempat kan cium pipi kiri beliau.
Wajah beliau tampak berseri seri. Aku berikan untuk menghilangkan kesedihan beliau yang kehilangan anak dan istri beliau.
Lalu kami berpisah. Dengan hati sama sama merasa bahagia, happy dan mendapati suasana baru dari hal yang membosankan. 

     Di dalam perjalanan, aku banyak cerita tentang teman teman angkatanku. sambil sesekali beliau menoleh ke arahku, tatapannya sering beradu, membikin hati ini kegirangan. aku selalu mengalihkan pandanganku. Aku tidak kuat menatap mata beliau.
Aku menolak saat beliau akan antar aku hingga mendekati rumahku.
Kami berpisah saat ini, dengan suatu kenangan yang sangat membekas dihatiku. Bahagianya hatiku .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun