Sesampainya aku di kantor, aku bergegas ke ruang kak Aryo, saat melewati studio, tampak sepi dari luar. Aku hanya berfikir bahwa studio hari ini mungkin tidak ada aktivitas, karena aku sendiri sebenarnya diperbolehkan tidak datang ke kantor. Tapi aku lebih baik ke kantor untuk menemui kak Aryo. Sesampainya di kantor kak Aryo di lantai dua, tampak kosong, hanya kertas kertas berserakan di meja kerja kak Aryo, pendingin masih menyala, sedangkan biasanya kak Aryo mematikan pendingin dan lampu.Â
Ada kesan kak Aryo buru-buru meninggalkan ruangannya. Ada satu kertas HVS yang dilipat dua yang jatuh ke lantai, lalu aku ambil dan aku letakkan diatas meja kerja, barangkali masih terpakai, pikirku. Saat aku meletakkan, terbuka sebagian, dan ada tulisan seorang perempuan. Rasa ingin tahuku mulai meninggi, aku buka tulisan itu. Aku terkejut, ada rasa marah, cemburu, dan campuran segala perasaan. Tertulis dikertas putih itu dengan tulisan yang cukup rapi. Mas Aryo, apakah setelah lebih dari enam bulan kita tidak bertemu, aku hanya di anggurin seperti ini saja?. Bukankah kita bisa melakukan kemesraan seperti waktu itu?
Aku datang kemari ingin merasakan kenakalan mas Aryo padaku. Ingin semua seperti dulu lagi dan kita saling menikmatinya. Aku meradang, lantas aku turun kebawah kembali, perasaanku seperti ada yang membimbing untuk melangkah ke studio. Lantas aku secepatnya membuka pintu studio.Â
Di bagian kiri agak jauh memang ada properti, ruang tamu dan ruang tidur. Yang tertutup oleh gymsum setinggi satu setengah meter. Aku langsung mengarahkan langkahku ke sana. Aku mulai mendengar suara suara desahan yang semakin lama semakin jelas. Aku menyibakkan korden tipis dan... Aku terperanjat. Aku menjerit serta mulai menarik tangan kak Aryo yang sedang dibawah seorang perempuan yang aku tidak mengenalnya. Saat tangan kak Aryo aku tarik, perempuan itu melayangkan tamparannya tepat di pipi kananku. Langsung aku Jambak rambut perempuan itu. Dengan sekuat tenagaku. Perempuan itu jatuh hingga terpelanting ke bawah ranjang. Aku menghampiri perempuan itu, namun tanganku ditarik dan dipegang kuat oleh kak Aryo, tanpa dapat berpikiran panjang lagi, aku hantam muka kak Aryo dengan tinjuku. Perempuan itu kembali mendekati aku dan aku sengaja menunduk untuk melepaskan diri dari tangan kak Aryo. sekaligus menghindari pukulan perempuan itu. Lalu aku tinggalkan tempat maksiat itu. Kak Aryo setelah memakai kaosnya mengejar aku, namun aku diamkan. Hingga aku keluar kantor dan meninggalkan mereka. aku menahan tangisku hingga aku tiba dirumah. Lalu aku rebahkan diriku diranjang dan pecah tangisanku. bantalku aku gunakan untuk meredam suara tangisku. Ponselku berisi puluhan panggilan dan chatt dari kak Aryo, namun aku tidak hiraukan dan aku blokir nomor dia. seperti kabut tebal, setelah satu minggu semua mendung sirna dan kini, aku
Ayudyah bangkit lagi. Aku telah move on dari kak Aryo, juga pekerjaanku. Aku siap cari kerja lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H