Mohon tunggu...
Samuel Purba
Samuel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

samskuy

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Bijak Berinformasi di Masa Pandemi

23 Januari 2022   22:44 Diperbarui: 23 Januari 2022   23:01 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO pada 11 Maret 2020, virus corona telah menyebar ke seluruh dunia dan memakan banyak korban jiwa. Selain berdampak pada krisis kesehatan, pandemi COVID-19 juga berhasil mengubah pola kehidupan sehari-hari masyarakat. Hampir seluruh kegiatan luar ruangan diharuskan untuk dilakukan dari rumah, seperti bekerja, bersekolah, dan beribadah. 

Anjuran pemerintah untuk di rumah saja berdampak pada meningkatnya pengguna internet di Indonesia, karena mayoritas penduduk mengandalkan internet sebagai penghubung dengan dunia luar. Pada Januari 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 202,6 juta atau sekitar 73,7% dari total penduduk di Indonesia, dimana 170 juta diantaranya merupakan pengguna aktif sosial media.

Tingginya jumlah pengguna internet di Indonesia dapat meningkatkan risiko penyebaran berita hoaks yang dapat menimbulkan konflik. KBBI mengartikan hoaks sebagai informasi bohong. Lalu, bagaimana langkah yang seharusnya diambil dalam memilih informasi yang beredar?

Langkah memilih informasi di masa pandemi :

1.  Perhatikan sumber informasi

Perhatikan apakah situs atau website informasi tersebut sudah resmi atau belum. Apabila berasal dari situs yang belum resmi, maka pembaca seharusnya meragukan kebenaran informasi tersebut. Menurut catatan Dewan Pers, terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita, namun yang telah terverifikasi sebagai situs berita resmi kurang dari 300.

2.  Periksa fakta

Sebelum mempercayai suatu informasi, pembaca harus memastikan darimana informasi tersebut berasal. Apakah dari sumber yang resmi, seperti Kemenkes atau Kominfo? Pembaca juga harus memahami perbedaan antara berita fakta atau opini. Informasi yang sesuai fakta berarti menyatakan tentang suatu peristiwa nyata, tanpa dicampuri pendapat. Sedangkan informasi yang sifatnya opini adalah informasi yang di dalamnya terkandung pendapat/pandangan penulis.

3.  Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoaks sering dijumpai dengan judul yang provokatif atau secara langsung menyudutkan pihak tertentu. Sumbernya pun terkadang tidak berasal dari pihak yang resmi. Isi berita tersebut diubah-ubah oleh penulis sehingga bisa mendorong pembaca untuk memiliki presepsi sesuai dengan keinginan pembuat hoaks.

4.  Bergabung dengan grup diskusi anti-hoaks

Dalam sejumlah media sosial seperti facebook, terdapat beberapa grup diskusi anti-hoaks. Pembaca dapat memanfaatkan media tersebut untuk memastikan apakah informasi yang diterimanya sudah benar.

5.  Hindari berkomentar dan share informasi yang belum jelas 

      kebenarannya

Sebelum berkomentar dan membagikan suatu informasi, pembaca harus memastikan apakah informasi tersebut sudah berdasarkan sumber yang benar dan sesuai fakta yang ada. Pastikan terdapat hal yang dapat memicu provokasi atau tidak. Hindari asal komen dan share informasi yang dapat merugikan dan memicu konflik.

Nah, lima langkah di atas diharapkan dapat membantu pembaca dalam memilih kebenaran dari informasi. Sebagai masyarakat yang tumbuh dan berkembang dengan teknologi, kita dituntut untuk semakin bijak dalam memilah informasi yang beredar.

Pemerintah juga telah mendukung gerakan anti hoaks di Indonesia dengan menerbitkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU nomor 11 Tahun 2008 yang kemudian direvisi di tahun 2016 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016. Dalam pasal 45 A ayat 1 disebutkan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagiamana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

Dengan adanya UU dan sanksi di dalamnya, diharapkan dapat dijadikan peringatan bagi setiap orang yang ingin menyebarkan berita hoaks. Sanksi tersebut juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi penyebar berita hoaks.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun