Setelah beberapa hari kerja, kami memahami sebagian dari pekerjaan ini, kami belajar ramah untuk menghadapi berbagai jenis sifat pelanggan dan berusaha bersabar di setiap situasi, meskipun terkadang aku melontarkannya, sehingga membuat seisi boutiqe melihat ke arahku. Di situ aku langsung minta maaf atas segala tindakanku, sebelumnya aku yang tidak pernah sedikitpun menghargai orang. Aku tergolong orang yang mempunyai emosi tinggi sehingga apapun yang menurutku tidak menyenangkan langsung aku luapkan di tempat.
Sekarang secara perlahan aku mengerti akan tingkah laku burukku, mungkin itu semua karna lingkungan keluargaku yang tidak penah memiliki suasana damai dan nyaman, dan saat itu juga aku berusaha memperbaiki diri sedikit demi sedikit. Beda dengan Adela, dia memiliki hati yang lembut, semua terpancar dari tutur katanya yang sangat sopan dan tingkah lakunya yang polos, ketika sedang ada masalah Adela selalu menceritakannya padaku, dan selalu berusaha untuk tegar.
Aku merasa lebih baik setelah bertemu dengan adela, seakan dia selalu memancarkan aura positive di sekelilingnya, sehingga membuatku selalu iri dan ingin menjadi dirinya, tapi rasanya tidak mungkin, karna aku sadar semua sudah di tentukan TUHAN.Â
Aku hanya tinggal memperbaikinya menjadi lebih baik. Selama bekerja kami bertiga sering bercanda ria, tertawa, bercerita dan berbagi kisah kisah kehidupan kami. Dirumah pun kami seperti itu, kami seperti keluarga bahkan kami lebih dekat dari pada di bilang pekerja, kami menikmati setiap detik kehidupan kami disini, kami merasa bebas seakan tidak pernah punya beban pikiran.Â
tapi, saat merasakan kebebasan tersebut aku teringat akan keluargaku, meskipun tiap kali aku memikirkannya kesedihan selalu meliputiku. Kerjaku tidak bisa konsentrasi, dalam setiap tindakan  menjadi tidak bisa fokus, dan saat itu terjadi Adela selalu mengetahuinya dan selalu memberiku semangat untuk menjalani hari hariku, untuk tetap fokus pada pekerjaanku.
Ketika di rumah aku menceritakan semua kesedihanku pada Adela, dan sepakat untuk pulang bersama apabila memang waktunya sudah tiba dan aku menyetujuinya. tidak terasa waktu begitu cepat bergulir, Aku, Adela, dan Dwiky terkejut ketika mamanya Dwiky mengunjungi boutiqe, dan memuji setiap perubahan pada boutiqe tersebut.Â
Kami pun menghampirinya dan mencium tangannya, itu kebiasan kami dan terbawa sampai ke sini, sampai Dwiky pun yang sebelumnya tidak pernah melakukan hal tersebut mulai mengikuti kebiasaan kami. ketika sedang sepi kami menceritakan semua perubahan itu, dan menunjuk Adela sang pembuat ide untuk merubah setiap jengkal boutiqe, kami hanya membantu melakukan pekerjaan tersebut.Â
Sekarang boutiqe menjadi lebih menarik dan lebih banyak pengunjung, kami semua merasa senang dan berterima kasih atas segala pujian mamanya Dwiky, dan kami berharap bisa lebih  baik dan bisa berkembang dalam setiap langkah kami.
Sudah satu tahun aku dan adela bekerja pada keluarga Dwiky, kami semakin dekat dengan keluarga ini, ayah dan mamanya Dwikypun tidak lagi menganggap kami sebagai pekerja, tapi mereka menganggap kami sebagian dari keluarga mereka. Kami bertigapun semakin dekat dan semakin tahu kelebihan dan kekurangan dari setiap pribadi kami, banyak momen yang menjadi sebuah kenangan indah tentang kebersamaan kami, selama bekerja kami mengetahui sifat terpendam yang ada di dalam lubuk hati kami masing masing, dari hal yang buruk hingga hal yang menurut kami konyol.Â
Kami sudah saling paham dan mengerti tentang kepribadian kami satu persatu, Aku yang sering ngambek dan mogok bicara pada mereka ketika ada suatu hal yang menurutku salah dan sering bicara sendiri ketika sedang kesal akan sesuatu hal maupun kepada seseorang, Adela yang tiba tiba marah dan melemparkan barang karna entah apa yang sedang terjadi kamipun tidak tau dan masih merasa penasaran, ketika mempunyai masalah dan tidak bisa bercerita karna masih sibuk masing masing Adela sering menangis dalam kamar mandi hingga dia tertidur.Â
Dwiky satu satunya cowo yang bekerja pada boutiqe sekaligus anak dari pemiliknya, dwiky mempunyai hati yang tulus, tegas, dan bertanggung jawab atas segala pekerjaannya, dia orang yang humoris, sering melontarkan kata kata yang tidak kami mengerti dan tidak mau mengulangnya ketika kami tidak mendengarnya dengan jelas, dan hal yang paling menyebalkan dari dwiky adalah ketika hanya kami bertiga yang berada di boutiqe, dia sering buang angin ( kentut ) sembarangan dalam ruangan, seakan memang sengaja menunggu tinggal kami bertiga saja lalu kemudian dia melakukannya.Â
Meskipun begitu, dia orangnya baik dan tidak tega ketika melihat orang lain kesulitan, apalagi dengan suatu hal yang bisa menyentuh hatinya dan membuatnya terharu hingga menangis, pernah ada kejadian ketika belum lama aku dan adela bekerja, ya mungkin kami baru 2 bulanan pada saat itu, suatu ketika ada seorang gadis remaja yang masih menggunakan seragam smp masuk ke boutiqe kami dan langsung menuju arah dwiky berada, entah apa yang dia mau kami masih belum tau, aku dan Adelapun mendekatinya yang sedang berbincang dengan dwiky.
Gadis itu menanyakan sebuah pekerjaan untuk dirinya, awalnya dwiky menolak, karna dia masih sekolah dan masih di bawah perlindungan anak, Dwiky tidak mau ambil resiko, tapi Dia menanyakan alasan kenapa dia ingin bekerja? Lalu bagaimana sekolahnya apabila dia bekerja?. Semua tidak bisa dilakukan secara bersamaan, dia harus memilih salah satunya, gadis itu terlihat sedih dan akhirnya mulai bercerita, adela memberinya kursi untuk duduk dan kami mendengarkan ceritanya.Â
Gadis itu merasa bingung harus memulai dari mana ceritanya, alasan ingin bekerja hanya untuk mengobati neneknya yang sedang sakit, dia tinggal bersama neneknya di desa yang tidak terlalu jauh dari kota, sebelum sakit neneknya hanyalah seorang penjual gorengan yang keliling kampung dengan jalan kaki, dia dititipkan pada neneknya waktu masih berumur 11 tahun, ketika sang ayah menikah lagi dengan perempuan lain, ibunya menitipkan dia kepada sang nenek, dan pergi menghilang entah kemana.
Gadis itupun tidak tahu kemana ibunya pergi dan tidak pernah kembali hingga saat ini, dia hidup bersama dengan sang nenek sejak saat itu, dan membantu neneknya berjualan untuk sekedar menghidupi keseharian dan sekolahnya, saat ini sang nenek sakit dia terbaring lemas di tempat tidurnya, diapun rela melakukan apapun untuk mendapatkan  upah, sering dia di suruh tetangga untuk melakukan pekerjaan rumah dan akhirnya memberinya upah, entah itu berupa uang maupun makanan, terkadang ada warga sekitar yang kasihan padanya, dan memberinya beras maupun sembako lainnya.Â
Ketika tidak ada yang harus di kerjakan, dia ke kebun dan membawa apa yang bisa di makan olehnya dan sang nenek, tak jarang juga dia hanya membawa pulang singkong dan daunnya untuk di rebus lalu mereka makan, ketika ada uang dia membelikan obat di warung untuk neneknya.Â
tapi, sampai saat ini neneknya belum juga sembuh, dan dia memutuskan pergi ke kota dan mencari pekerjaan agar bisa membawa neneknya ke dokter. Gadis itu menangis, kami pun berlinang air mata, dwiky menghampiri gadis itu dan memeluknya sambil mengelus kepala gadis itu, pada saat itu juga dwiky merasa terharu dan menangis seketika, air matanya deras, seakan dia merasakan kepedihan yang di alami gadis itu.
Setelah semua mereda akhirnya dwiky mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan memberikannya pada gadis itu, kami pun tersentuh dan kami juga membagi sedikit dari berkat kami untuk gadis itu, sebelum gadis itu pulang kami memeluknya secara bersamaan, dan memberi tahunya untuk semangat menjalani hari, dan menyuruhnya tetap sekolah dan belajar, kami mengingatkannya juga agar kembali apabila dia sudah lulus sekolah sma, dan kami akan menerimanya.
Aku merasa bersyukur tidak mengalami hal sepahit itu, sebelumnya aku menganggap kehidupanku sudah sangat pahit, tapi setelah mendengar kisah perjuangan gadis itu aku merasa malu dengan apa yang pernah aku lakukan, dulu sebelum aku bekerja di sini dan masih bergumul dengan orang orang yang membuatku merasa hancur, aku sering membuang uangku untuk hal yang tidak benar, dan menghamburkan uangku untuk entah apa yang sama sekali tidak ada wujudnya, di sini aku sadar bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung aku, Â dan masih banyak juga kisah yang lebih pahit bahkan lebih buruk daripada yang aku alami, aku berterima kasih atas semua masa laluku yang membuat aku seperti sekarang ini.
Kami merenungkan kisah gadis itu sejenak, dan menyimpulkan dengan versi masing masing. Kami seakan mendapatkan sebuah anugrah dengan mendengarkan kisah gadis itu, dan kami serasa di tampar oleh ceritanya untuk mensyukuri atas semua berkat yang melimpah atas kami semua.
Dibalik penderitaan kita ada banyak yang lebih menderita lagi, begitu juga sebaliknya,
Syukuri apa yang ada pada kita saat ini, karna masih banyak di luar sana yang tidak seberuntung kita.
Thumbs Up
Denpasar, Bali
30/10/2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H