Mohon tunggu...
Samudra Eka Cipta
Samudra Eka Cipta Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Travel dan Jalan-Jalan

Jadikanlah Setiap Peristiwa Sebagai Guyonan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Kepribadian Abdul Haris Nasution

10 November 2020   18:08 Diperbarui: 10 November 2020   18:18 1896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi para oposisi terutama mantan-mantan perwira angkatan'45 Sekber Golkar telah melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam hal politik. Pada tanggal 5 Mei 1980 para perwira angkatan'45 membuat sebuah petisi yang berisikan tentang kritikan terhadap kebijakan Soeharto yang mana Nasution ikut terlibat di dalamnya. Petisi itu dikenal dengan ''Petisi 50'' bukan hanya saja Nasution tapi nama-nama lain yang ikut terlibat pada petisi tersebut yakni: Ali Sadikin, M. Jasin, Hoegeng Imam Santoso, A.Y. Mokoginta, dan Mohammad Nazir. Para jendral lain yang ikut dan terlibat pada penandatangan tersebut memiliki motif lain yakni tidak semua perwira Angkatan'45 yang juga ikut memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia di masa Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 1945-1950 bisa menjadi anggota elit politik apalagi masuk dalam "kelompok inti". Semakin lama banyak perwira ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) maupun politikus sipil menjadi kecewa dengan rezim Soeharto, karena semua jabatan politik penting dimonopoli oleh orang dekat secara pribadi dengan Presiden. Para jenderal yang kurang puas sering dijuluki "Barisan Sakit hati". Diantara mereka mungkin iri hati karena merasa lebih berjasa daripada sebagaian anggota "kelompok inti" itu, atau belum mendapat imbalan materi yang diharapkan (Jenkins, David. 2010. hlm. 250). Melihat pembangkangan yang dilakukan oleh para perwira jendral, Soeharto lantas melakukan pendekatan-pendekatan kepada para perwira tersebut. Mulai dari diberikan peringatan bahkan dilakukannya penangkapan dan pemecetan dari ABRI seperti yang dirasakan oleh Jendral TNI Pranoto Reksosamodra ditangkap oleh Soeharto dan Nasution diberhentikan secara tidak hormat dari ABRI. Selain itu, pasca Penandatangan Petisi tersebut Nasution kerap mendapatkan perlakukan yang tidak mengenakan oleh para ajudan pribadi Soeharto. Hal tersebut dirasakan oleh Nasution ketika hendak menyolatkan jenazah Adam Malik, Nasution ditarik keluar dari ruangan dengan alasan Mantan Wakil Presiden Umar Wirahadikusuma akan menyolatkan jenazah Adam Malik. Bukan hanya itu saja tindakan kurang mengenakan yang dirasakan oleh Nasution berbuntut pada pemutusan saluran air ke rumahnya secara sepihak hingga memaksakan untuk membuat sumur sendiri guna mendapatkan air. Meskipun demikian, Jendral Nasution bukan sosok yang pendendam beliau sangat gigih dalam menghadapi segala bentuk cobaan mennjelang akhir hayatnya. Nasution sebagai seorang pensiunan sebagai perwira militer, di masa akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi kepemudaan yakni ''Pemuda Pancasila'', tujuan dari dibentuknya organisasi Pemuda Pancasila pada mulanya dibangun demi meningkatkan rasa nasionalisme serta cinta tanah air.

Selama hidupnya Nasution terus mengalami berbagai cobaan sebagai ''Korban Politik'' dimulai dari masa Sukarno ketika pasca Peristiwa Oktober 1952 namun Nasution atas desakan Muhammad Hatta meminta kepada Sukarno agar Nasution segera kembali menjabat sebagai KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Alhasil upaya yang dilakukan oleh Hatta pun berhasil, Nasution kemudian diangkat oleh Sukarno menjadi Mentri Pertahanan. Lantas, Nasution yang semulanya sangat kontra terhadap Sukarno kemudian mendukung sepenuhnya Kebijaan Sukarno di masa Demokrasi Terpemimpin. Terdapat maksud lain dari pengangkatan Nasution oleh Sukarno menjadi Menteri Pertahannan yakni Sukarnno ingin ''menendang ke atas'' Nasution agar tidak macam-macam terhadap apa yang dilakukan oleh Sukannrno. Hal tersebut terbuktii ketika Peristiwa G30 S (Gerakan 30 September) yang mana terjadi konflik antara Angkatan Darat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia), Nasution yang kala itu sudah menjabat Menteri Pertahanan tidak bisa melakukan apa-apa atas peristiwa tersebut. Malah, Sukarno menugaskan Suharto yang saat itu sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Angkatan Darat) tanpa memberitahukan atau menugaskan Nasution langsung dalam menangani atas peristiwa makar yang dilakukan oleh Parrtai Komunis Indonesia.

Kekejaman politik yang dirasakan oleh Nasution berlanjut hingga masa Orde Baru. Nasution tidak disukai oleh Suharto karena Nasution dianggap oleh Suharto sebagai dalang atas ''Penandatangan Petisi 50'' yang sebenarnya itu hanya bentuk kritikan Nasution atas kinerja Suharto sebagai presiden saat itu. Akan tetapi, respon Suharto menganggapnya itu adalah gerakan makar atau kudeta untuk mnenjatuhkan dirinya sebagai presiden. Akibatnya, Nasution diberhentikan dari Angkatan Darat secara idak hormat oleh Suharto. Bukan hanya itu saja sebagai konsekuensi apa yang dilakukannya kepada Suharto, bahkan Nasution tidak mendapatkan apapun baik fasilitas nnegara bahkan tunjangan. Meskipun demikian Nasution merupakan sosok yang sabar meskipun kekejaman politik terus menimpa dirinya dari masa Sukarno hingga Masa Suharto.

Samudra Eka Cipta (10 November 2020)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun