[caption id="attachment_101134" align="aligncenter" width="389" caption="www.little-doodles.blogspot.com"][/caption]
Dear Secret Admirer,
Kutulis surat ini dengan dada yang buncah berdebar-debar. Ruangan ini, baiklah kujelaskan, adalah kubikel yang nyaman dengan pendingin ruangan. Namun rasanya pipiku merona, merah oleh rasa yang naik meruahi diriku. Itu karena engkau, oh sang secret admirer.
.
Hey, Secret Admirer,
Selama ini kusangka perjalanan hanyalah rupa tarian yang kujalin bersama kawan-kawan yang mencintai bebungaan kata, sepertiku. Aku selalu percaya pada tawa yang kami tanam dan sirami dengan sapa-sapa yang sehangat matahari pagi. Sesederhana itu. Seceria itu. Oh, tentunya itu sebelum diam-diam engkau ada yang menyelinapkan diri, menjadi bagian dari kami yang rahasia.
.
My Secret Admirer,
Dunia kami ini, sudah kukatakan, adalah kata-kata yang dipasangi sayap, menjadi diksi, menjadi puisi, menjadi mimpi, yang oh, terlampau bahagia. Ia bisa merupa balon udara berwarna-warni yang melayari kanal dongeng dan peri-peri, atau semeriah seperti kota Bikini Bottom, tempat semua kejadian adalah perayaan yang selalu ditungu-tunggu dengan gembira. Oh, tentang Bikini Bottom, mendadak saja aku terpikir pada Mr. Plankton yang memuja resep rahasia Krabby Patty. Ia semacam mengingatkanku padamu, pengagum rahasia yang diam-diam meyimpan sejuta kagum kepada kami.
.
My Silly Admirer,
Menulis surat ini kepadamu membuatku tersipu-sipu dan menggigit-gigit bibir sendiri. Oh, seperti inikah rasanya menjadi selebriti yang diam-diam sering dikuntit oleh penggemar yang mati-matian berusaha meniru gayanya, tetapi selalu gagal dan terpinggirkan? Engkau membuatku merasa harus berdandan setiap kali pagi pertama menyapa. Seperti kupu-kupu, mungkin, yang tak ingin mengecewakan bebungaan yang memujanya. Benar. Seperti kupu-kupu dan bebungaan yang semarak yang kupakai, meski engkau menganalogikan diri sebagai kelelawar yang mengintai dengan sorot mata memuja di balik sayap lebarmu yang berwarna kusam.
.
My Biggest Admirer,
Oh, sebaiknya surat ini aku akhiri, sebelum semakin panjang kalimat-kalimat ini menari-nari di dalam cangkir kopimu, sarapan pagimu yang berkeju atau di dalam mimpi-mimpimu. Barangkali seperti biasa, sebagai pengagum kami yang paling dashyat, engkau akan mengutip beberapa dari diksi-diksi dan paragraf-paragraf dari tulisan ini, untuk engkau semat menjadi semacam jimat bagi peruntunganmu. Usahlah kau berbuat begitu, oh secret admirer. Sebab dengan mengagumi kami, engkau telah menasbihkan kami menjadi penari-penari kata yang sangat beruntung.
.
Lalu tentang cintamu yang diam-diam dan setengah mati kepada kami, tapi tak berbalas? Oh, paling tidak, kusebutkan tentang engkau di tulisanku ini, dear secret admirer..
.
.
Salam cap bibir untuk sang penggemar rahasia,
[belajar menulis dengan memakai prompt: secret admirer]
.
.
PROMO PROMO PROMO PROMO PROMO PROMO Eh.. pengen dong, dapat Blackbook-nya Winda Krisnadefa GRATIS? Yuk, ke >>>Kampung Fiksi<<<. Hanya selama bulan April ini, tersedia 12 Blackbook gratis untuk kalian yaaaaaang kepingin! Keterangannya ada di:>>>Merayakan April di Kampung Fiksi.<<<
Sinopsis :
Titik balik hidup Amel terjadi ketika Amel dan Tomi diciduk polisi di kamar kosnya karena menggunakan putaw. Mama dan papa Amel sadar kalau ternyata selama ini Amel harusnya bisa menjadi anak yang selalu baik kalau saja mereka bisa memberikan sedikit perhatian dan penghargaan padanya. Akhirnya Amel dibawa ke suatu tempat untuk merenung selepas ia dari penjara.
Di tempat itu Amel bertemu dengan Ayang yang juga dibawa oleh kedua orang tuanya ke sana untuk menenangkan diri. Ayang ternyata mengalami depresi berat setelah kejadian aborsi dan pendarahan hebat yang dialaminya dulu. Ditambah lagi percobaan bunuh diri yang pernah dilakukannya berulang kali karena begitu beratnya masalah yang terjadi dalam hidupnya.
Sementara itu, Tomi makin tenggelam dalam keterpurukannya. Tak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Hingga bertahun-tahun kemudian, Tomi koma karena komplikasi sakit akibat pemakaian putaw dalam jangka waktu yang lama. Tomi meninggal dunia dengan membawa diagnosa dokter sebagai pengidap HIV positif.Apa yang terjadi selanjutnya?
Temukan jawabannya dalam catatan Black Book ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H