Menulis surat ini kepadamu membuatku tersipu-sipu dan menggigit-gigit bibir sendiri. Oh, seperti inikah rasanya menjadi selebriti yang diam-diam sering dikuntit oleh penggemar yang mati-matian berusaha meniru gayanya, tetapi selalu gagal dan terpinggirkan? Engkau membuatku merasa harus berdandan setiap kali pagi pertama menyapa. Seperti kupu-kupu, mungkin, yang tak ingin mengecewakan bebungaan yang memujanya. Benar. Seperti kupu-kupu dan bebungaan yang semarak yang kupakai, meski engkau menganalogikan diri sebagai kelelawar yang mengintai dengan sorot mata memuja di balik sayap lebarmu yang berwarna kusam.
.
My Biggest Admirer,
Oh, sebaiknya surat ini aku akhiri, sebelum semakin panjang kalimat-kalimat ini menari-nari di dalam cangkir kopimu, sarapan pagimu yang berkeju atau di dalam mimpi-mimpimu. Barangkali seperti biasa, sebagai pengagum kami yang paling dashyat, engkau akan mengutip beberapa dari diksi-diksi dan paragraf-paragraf dari tulisan ini, untuk engkau semat menjadi semacam jimat bagi peruntunganmu. Usahlah kau berbuat begitu, oh secret admirer. Sebab dengan mengagumi kami, engkau telah menasbihkan kami menjadi penari-penari kata yang sangat beruntung.
.
Lalu tentang cintamu yang diam-diam dan setengah mati kepada kami, tapi tak berbalas? Oh, paling tidak, kusebutkan tentang engkau di tulisanku ini, dear secret admirer..
.
.
Salam cap bibir untuk sang penggemar rahasia,
[belajar menulis dengan memakai prompt: secret admirer]
.