Mohon tunggu...
Samsul Ramli
Samsul Ramli Mohon Tunggu... -

Samsul Ramli Tinggal di Banjarbaru Bekerja pada Bagian Pembangunan Sekretariat Pemerintah Kab. Banjar Kalsel Gandrung sama IT dan Perencanaan Pembangunan..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Supaya Tidak Lupa Tentang RIP E-GOV

13 April 2010   06:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:49 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu. Seorang teman baru, CPNS yang kebetulan bertugas dibidang IT, sharing tentang kesulitannya melakukan koordinasi pengelolaan teknologi informasi (IT) di tempatnya bekerja. Ada beberapa hal yang ditanyakan, namun satu pernyataan yang menggelitik dan terus terang mengingatkan kembali pada tulisan Menggugat Komunikasi Informatika di Ranah Perhubungan.

Teman ini kebingungan harus kemana berkoordinasi soal pengelolaan domain. Sedikit kutipan yang bisa menggambarkan. “Ada yg bilang Bagian Umum, ada juga yang bilang Bappeda, terus katanya Bappeda sdh menyerahkan ke Dishubkominfo tapi kemarin kata Dishubkominfo dikembalikan lagi ke Bappeda karena di Dishubkominfo tidak ada yg bisa menanganinya…jadi bingung juga saya….sudah nanya mulai dari kasubag, kabag, assisten II sampai Sekda nggak dapat jawaban pasti.”

Kenyataan ini tentu sama sekali tidak diajarkan dalam bidang ilmu IT di kampus. Kondisi ini berpotensi menurunkan semangat, idealisme dan inovasi yang baru saja tumbuh. Sumber daya manusia baru yang harusnya menjadi agen kemajuan daerah langsung dibenturkan pada tembok ketidakjelasan birokrasi. Seberapapun tenaga baru, darah baru, disuntikkan kepada pemerintah daerah kalau selalu dibenturkan dengan kondisi ini tentu akan tawar jadinya.

Kembali keinti persoalan. Seperti tertuang pada artikel Menggugat Komunikasi Informatika di Ranah Perhubungan, kondisi membingungkan seperti inilah yang di khawatirkan terjadi. Teknologi Informasi dan Komunikasi di ranah perhubungan secara khusus atau lembaga pemerintahan umumnya memang masih terbilang baru. Mafhumnya hal baru pasti terjadi pre power syndrom yang harus ditangani secara bijaksana. Ada tahapan-tahapan transisi yang mesti dijalani untuk mengatasi semua keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain terletak pada kebijakan, infrastruktur, kelembagaan dan sumber daya manusia.

Beban yang harus ditanggung dalam pengambilalihan TIK semakin berat oleh belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan TIK yang jelas di pemerintahan. Hingga makin tidak jelas wilayah mana yang lebih dulu ditangani, mana yang harus dibagi dan mana yang dapat diambil alih.

Namun semua beban ini sangat mungkin sekali menjadi peluang bagi Dinas Pehubungan atau lembaga TIK daerah, untuk mengambil peran yang lebih baik lagi dalam kerangka pengelolaan eGovernment.

Tulisan ini mencoba mengajukan beberapa rekomendasi tahapan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi ”kebingungan” pengelolaan TIK atau eGovernement di daerah.

Kebijakan Daerah

Kepmenkominfo 57/KEP/M.KOMINFO/12/2003 tentang Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan E-Government Lembaga menyuratkan bahwa konsep pengembangan e-government di setiap lembaga pemerintah sangat ditentukan oleh Tugas pokok dan fungsi dari setiap lembaga, Jenis informasi sumberdaya, dan Jenis layanan yang diberikan oleh masing-masing lembaga.

Mengacu pada Kepmenkominfo, yang merupakan pengejawantahan Inpres No. 3 tahun 2003 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government maka hal pertama yang mestinya dilakukan adalah menyusun Rencana Induk Pengembangan E-Government Lembaga (RIP E-GOV) secara lengkap.

RIP E-Gov harus didahului dengan aktifitas inventarisasi faktor eksternal dan internal pengelolaan eGovernment di daerah selama ini. Dari inventarisasi ini didapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi eksisting sumber daya TIK.

Beberapa poin harus dicermati dari RIP E-GOV adalah soal pentahapan, integrasi dan interoperabilitas. Kepmenkominfo mencantumkan 4 tahapan penyusunan RIP E-GOV yaitu tahap persiapan, pematangan, pemantapan dan pemanfaatan.

Kendala dilapangan terkait implementasi tahap demi tahap ini adalah sinkronisasi perencanaan dengan proses yang sudah terjadi dilapangan. Akuisisi infrastruktur dan kewenangan dilakukan secara bertahap sampai semua komponen di lembaga TIK yang baru telah siap betul. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya inefisiensi sumber daya dan terhambatnya kemajuan yang ada.

RIP E-GOV setidaknya terdiri dari 4 dokumen yaitu Kerangka Pemikiran Dasar Lembaga, Cetak Biru Pengembangan, Tahap Pengembangan dan Rencana Implementasi. Disisi kebijakan empat dokumen ini adalah PR besar bagi Lembaga TIK Daerah yang dalam tulisan ini menjadi lokusnya adalah Dinas Perhubungan.

Melalui RIP E-GOV, Lembaga TIK daerah dapat mengambil kebijakan apakah dirinya menjadi pengelola seluruh aktivitas TIK atau mengambil posisi sebagai koordinator dari penerapan TIK diseluruh lembaga pemerintahan daerah. Kedua posisi ini membawa konsekwensi yang berbeda secara signifikan dalam keseluruhan proses penerapan TIK daerah.

Sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada didaerah, posisi ideal adalah sebagai koordinator. Tentu kalau meminjam nomenklatur PP 41 Tahun 2007, tentang Organisasi Perangkat Daerah, bidang tugasnya dapat menjadi melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang TIK. Dalam posisi ini hanya hal-hal teknis inti saja yang dikelola selebih terkait dengan kebijakan. Teknis inti tersebut seperti pengaturan domain, standarisasi aplikasi, integrasi ataupun interoperabilitas.

Selain Inpres No. 3 tahun 2003 hadirnya UU ITE No. 11 Tahun 2008 dan UU KIP tahun 2008 menjadi pelengkap implementasi e-Gov. Selain itu berbagai referensi dan panduan sudah pula diterbitkan oleh Depkominfo seperti Kepmen Kominfo no. 55 tahun 2003 tentang Panduan Pembangunan Portal Pemerintah, Kepmen Kominfo no. 56 tahun 2003 tentang Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik, Kepmen Kominfo no. 57 tahun 2003 tentang Panduan Rencana Induk Pengembangan E-Government Lembaga dan ada beberapa dokumen lagi yang masih bisa dipelajari.

Infrastruktur TIK

Disisi infrastruktur sesuai dengan positioning yang diambil maka lembaga TIK daerah hanya mengelola infrastruktur vital. Infrastruktur vital pertama yang penting untuk dibentuk adalah Network Operating Center (NOC).

NOC merupakan access point bagi seluruh koneksi jaringan yang ada di pemerintahan. NOC bertugas mengelola koneksi jaringan antar unit kerja pemerintahan seperti jaringan antar SKPD, antar Kecamatan, antar puskesmas, antar cabang dinas pendidikan dan lainnya. Persoalan teknologi dan standarisasi yang dipakai dapat digali dan dijabarkan dalam cetak biru infrastruktur jaringan dalam RIP E-GOV.

Infrastruktur vital kedua adalah Data Center (DC). Data Center bertugas melayani penyimpanan seluruh data terkait pengelolaan pemerintahan atau juga menjadi backup data dari DC-DC yang ada di masing-masing unit kerja. Selain sebagai penyimpanan juga dapat dijadikan pusat layanan data bagi seluruh stakeholder. Pengelolaan DC harus diperkuat dengan kebijakan Infrastruktur informasi, sistem manajemen dan proses kerja yang tertuang dalam cetak biru RIP E-GOV.

Yang sering terlupa dan menjadi kelemahan daerah selama ini adalah persoalan pengembangan aplikasi. Pemerintah daerah selalu terkendala kekurangan SDM yang mumpuni dan mengerti kebutuhan daerah terkait aplikasi sehingga tidak jarang terikat kepada pihak III tertentu. Kondisi ini sangat menyulitkan karena perkembangan dan kebutuhan tidak dapat segera dipenuhi, apalagi bila dikaitkan soal pendanaan.

Untuk itu melekat dengan fungsi DC perlu dibentuk unit Pengembangan Aplikasi yang bertugas mengembangkan beragam aplikasi yang dibutuhkan. Ditingkat manajerial dipimpin oleh tenaga PNS yang paham TIK. Secara teknis diisi oleh tenaga fungsional IT atau kalau tidak ada sementara diisi tenaga outsource bermitra dengan perguruan tinggi program studi komputer atau TIK. Komposisi tenaga outsource harus dikurangi sejalan dengan perkembangan waktu dan ketersediaan tenaga fungsional IT.

Tentu kebutuhan infrastruktur ini akan menelan dana yang tidak sedikit, untuk itu perlu disusun perencanaan bertahap mengikuti perkembangan kebutuhan. Yang sering terjadi adalah daerah secara jor-joran mengeluarkan dana untuk TIK sementara kebutuhan masih belum tumbuh.

Misal soal koneksi internet internal. Tidak perlu langsung menyediakan bandwith yang besar kalau tingkat penggunaan internet masih rendah. Atau soal server web. Kalo pemanfaatan website masih sebatas situs informasi ya tidak masalah hosting dulu setelah kebutuhan sudah sampai tahap 4 atau tahap pemanfaatan aplikasi urgen baru dilakukan pengembangan. Disinilah pentingnya RIP E-GOV.

Sumber Daya Manusia

Inventarisasi harus juga mencakup ketersediaan SDM TIK dari sisi kualitas dan kuantitas. RIP E-GOV harus mampu memberikan gambaran SDM yang diperlukan, yang sudah dimiliki dan rancangan kebutuhan SDM pertahapan.

Pemenuhan kebutuhan SDM dapat dilakukan melalui beragam jalur seperti standarisasi rekrutmen umum bidang keahlian TIK ataupun juga bekerjasama dengan lembaga pendidikan TIK dalam pola kemitraan seperti outsource dan pelatihan.

Dengan adanya kebutuhan SDM yang baik, masing-masing unit kerja harus dapat melakukan evaluasi maupun identifikasi atas ketersediaan SDM TIK. Jika diperkirakan belum memenuhi, maka dicari SDM usia produktif untuk kemudian ditingkatkan kemampuannya sesuai standarisasi yang diinginkan melalui pelatihan, bimtek, kursus, tugas belajar atau ijin belajar.

Terkait juga akan keterbatasan SDM pada lembaga TIK Daerah maka dapat dibentuk pokja yang berfungsi sebagai motor penggerak. Anggotanya dapat diambil dari tenaga internal unit kerja, antar instansi, perguruan tinggi, profesional yang mengerti secara teknis dan teoritis mengenai TIK.

Mencoba mensarikan dari uraian yang ada maka pekerjaan awal yang paling urgen dilaksanakan adalah menyusun sebuah RIP E-GOV yang lengkap. Tentu masih banyak sebenarnya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan daerah terkait manajemen sumber daya TIK daerah.

Namun setidaknya tulisan ini mencoba memberi sedikit masukan tentang apa yang dapat dilakukan lembaga TIK daerah. Sehingga daerah tidak terjebak kepada pengembangan TIK yang terserak, terkesan mercusuar dan prestisius.

Semoga dari tulisan ini ada beberapa kawan atau teman yang mau menyempurnakan. Sebagian besar tulisan ini diambil dari intisari hasil kerja Tim TIKDA Kabupaten Banjar tahun 2007-2008.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun