Selanjutnya, Pasal 273 tentang demonstrasi tanpa izin yang dapat dipidana 1 tahun juga menuai penolakan keras. Pasal 273 berbunyi "Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II". Pasal ini justru bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum sebab didalam aturan ini demonstrasi yang tidak berizin hanya dikenai hukuman administratif atau perdata.
Dikutip dari media detik.com, ketua YLBHI yaitu M. Isnur sangat menyayangkan adanya pasal ini. Dia berpikir ini akan mengancam aksi-aksi spontan, semisal kasus penggusuran yang mereka tidak tahu kapan digusurnya akan membuat rentan menerima sanksi. Selain itu M. Isnur juga mengatakan frase 'yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara' juga multitafsir.
RKUHP sebagai cita-cita pembaharuan hukum nasional merupakan agenda penting dalam menata sistem hukum nasional. Namun, perlu digaris bawahi demokrasi juga bagian penting dari ketatanegaraan nasional sebab kedua-duanya telah ditetapkan di dalam UUD 1945 sebagai
konstitusi negara. Pembahasan RKUHP secara senyap hanya akan menciderai dan menjadi catatan buruk demokrasi sebagai sejarah bangsa. Lebih-lebih nanti jika tetap saja di sahkan, maka hanya memperkuat premis rakyat kepada negara mengenai sistem yang perlu dipertanyakan.
Mengutip catatan dari tokoh sang revolusioner Tan Malaka didalam buku Madilognya "Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah Ilmu Pasti itu". Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H