Mohon tunggu...
Samsul Hidayat
Samsul Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tax Spesialist

Mercubuana University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"TB2 Prof. Dr. Apollo" CFC:Controlled Foreign Corporation

18 Mei 2021   13:25 Diperbarui: 18 Mei 2021   15:58 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.  Latar Belakang

Dampak dari Globalisasi  semakin meningkatnya transaksi internasional atau sering disebut cross border transaction (transaksi lintas batas) baik dari segi jumlah frekuensi maupun  volumenya . Transaksi lintas batas negara ini merupakan suatu hal yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk menjalankan aktivitas dan operasionalnya, Sama halnya dengan pelaku bisnis pada umumnya, perusahaan multinasional juga memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan yang didapatkan.

Untuk itu perusahaan multinasional melakukan upaya-upaya efisiensi. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan meminimalkan pengeluaran biaya termasuk pengeluaran pajak.. Zain (2003,258) menyatakan bahwa peningkatan transaksi internasional ikut mendorong terjadinya peningkatan cara-cara penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.

Berbagai upaya penghindaran pajak tersebut dilakukan, baik yang masih dalam batas-batas praktik bisnis yang baik (good business purpose) yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance atau penghindaran pajak yang dilakukan semata-mata untuk menghindari pajak yang dapat dikategorikan sebagai unacceptable tax avoidance atau aggresive tax avoidance.

Dari sekian literatur perpajakan internasional diketahui menunjukkan  ada beberapa skema penghindaran pajak yang sering dilakukan oleh perusahaan multinasional, khususnya PT PMA, yakni: 

1). Transfer Pricing

2). Pemanfaatan Negara Tax Haven                       

3). Thin Capitalization, 

4). Treaty Shopping

5). Controlled Foreign Corporation. 

Sementara itu Vann dalam Thuronyi ( 1998, 781) menambahkan praktik lainnya, yaitu : 

1). Instrumen Financial Modern, 

2). Duplikasi Pengurangan (Double Dipping)

3). Kombinasi Teknik Penghindar.

Salah satu cara penghindaran pajak yang dilakukan adalah dengan cara 'deferral' atau menahan laba pada perusahaan terkendali, lazimnya dikenal dengan istilah 'controlled foreign corporation ', di luar jurisdiksi pemajakan yang mempunyai rezim dengan tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak domestik ataupun negara dengan tarif pajak 0% ataupun yang dikenal dengan istilah 'tax haven'. 

Dengan menahan laba pada perusahaan terkendali tersebut, maka Wajib Pajak  menghindari pajak domestik atas distribusi laba tersebut karena dividen tidak dibayarkan kepada induk perusahaan di dalam negeri. Hal tersebut akhirnya diperparah lagi dengan adanya pemindahan penghasilan yang bersumber dari negara lainnya ke negara tempat perusahaan terkendali tersebut sehingga terjadi erosi atas penghasilan pemilik di dalam negeri dan pada akhirnya berimplikasi kepada jumlah pajak yang dibayar.

B.   Pengertian Controlled Foreign Corporation (CFC) 

Controlled Foreign Company  adalah perusahaan terkendali yang dimiliki oleh Wajib Pajak dalam negeri yang berada di negara-negara yang mengenakan pajak rendah atau tidak mengenakan pajak sama sekali (tax haven country) yang dibentuk dengan maksud untuk menunda pengakuan penghasilan dalam rangka penghindaran pajak (tax avoidance). 

Controlled Foreign Corporation merupakan Salah satu cara penghindaran pajak yang dilakukan adalah dengan cara 'deferral' atau menahan laba pada perusahaan terkendali Tujuan Controlled Foreign Corporation Rules yaitu mencegah wajib pajak memindahkan penghasilannya ke luar negeri dengan mendirikan perusahaan di Negara yang peraturan perpajakannya longgar dan rendah.

C.  Perkembangan Controlled Foreign Corporation  di Indonesia

dokpri
dokpri

Di Indonesia, Controlled Foreign Corporation diperkenalkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1994 yang merupakan perubahan atas UU PPh 1984. Ketentuan ini masih tetap berlaku sampai pada saat ini UU Nomor 36 Tahun 2008 terakhir diubah. Pada pasal 18 ayat 2 disebutkan sebagai berikut:

"Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya deviden oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut sekurang-kurangnya 50 % (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau

2. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal 50 % (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah saham yang disetor."

Kewenangan Menteri Keuangan yang dimaksud pasal tersebut di terapkan dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 256/PMK.03/2008. Tata cara pelaporan penerimaan dividen luar negeri, tata cara perhitungan pajak dan tata cara pengkreditan yang dimaksud dalam PMK tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 59/PJ/2010. Dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017.

Secara garis besar, aturan tersebut mengatur bahwa badan usaha di luar negeri yang tidak terdaftar di bursa efek, yang modalnya minimal 50% dimiliki oleh wajib pajak dalam negeri  baik sendiri maupun bersama dengan wajib pajak dalan negeri  lainnya, akan dikategorikan sebagai Cotrolled Foreign Corporation. Dengan pengkategorian tersebut, maka Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan saat diperolehnya dividen yang akan berakibat kepada besarnya penghasilan pemegang saham sebagai wajib pajak dalam negeri (WPDN).

Saat diperolehnya dividen tersebut adalah bulan keempat setelah berakhirnya kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh CFC di negaranya atau bulan ketujuh apabila tidak ada kewajiban tersebut. Jumlah dividen yang dianggap diterima atas laba setelah pajak Cotrolled Foreign Corporation  adalah sebanding dengan besarnya penyertaan wajib pajak dalam negeri tersebut,  kecuali Controlled Foreign Corporation tersebut sudah membagikannya sebelum batas waktu. Jumlah laba setelah pajak tersebut adalah laba sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di negara yang bersangkutan. 

Apabila jumlah dividen yang dibagikan melebihi bagian laba atas besarnya penyertaan tersebut, maka kelebihan tersebut wajib dilaporkan dalam SPT, termasuk juga apabila terdapat pembagian dividen selain dividen tersebut. 

Pembagian dividen yang melebihi bagian laba tersebut termasuk pembagian dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun yang pada hakikatnya merupakan pembagian dividen yg tidak termasuk dalam perhitungan laba setelah pajak. Pajak atas dividen yg telah dibayar/dipotong di luar negeri dapat dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 24 UU Pajak Penghasilan (PPh) dan dilakukan pada tahun dibayar/dipotong.

D.  Tax Avoidance Melalui Controlled Foreign Corporation (CFC)

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Terkait praktik penghindaran pajak melalui skema Controlled Foreign Corporation , upaya penghindaran pajak dilakukan dengan cara menunda pengakuan penghasilan dari modal yang bersumber dari luar negeri (khususnya di negara tax haven) untuk dikenakan pajak di dalam negeri. Praktik penghindaran pajak melalui Controlled Foreign Corporation  dilakukan dengan mendirikan entitas di luar negeri dimana Wajib Pajak Dalam Negeri  memiliki pengendalian.

Menurut Arnold (2002,81) ada beberapa cara untuk melakukan tax avoidance sehubungan dengan penggunaan Controlled Foreign Corporation , antara lain: Pertama; wajib Pajak dapat mengalihkan pendapatan yang bersumber dari dalam negeri ke entitas di luar negeri yang dikuasainya (controlled foreign entity) yang didirikan di negara tax haven. Kedua; wajib Pajak dapat mendirikan anak perusahaan di negara tax haven untuk memperoleh sumber pendapatan di luar negeri atau untuk menerima dividen atau distribusi lain dari anak perusahaan di luar negeri tersebut.

Praktik penghindaran pajak di atas dapat menggerus penerimaan negara dari sektor pajak. Bagi negara Indonesia hal ini merupakan hal sangat serius mengingat penerimaan pajak merupakan salah satu primadona penerimaan negara yang setiap tahunnya selalu ditargetkan meningkat oleh Pemerintah Oleh karena itu setiap negara, termasuk Indonesia mengeluarkan aturan untuk menangkal praktik penghindaran pajak tersebut, khususnya praktik penghindaran pajak melalui skema Control Foreign Corporation atau yang sering disebut Controlled Foreign Corporation Rules.

Refrensi

Asqolani, M. Penerapan Controlled Foreign Companies sebagai Anti Tax-Avoidance. Majalah Inside Tax. Edisi Perkenalan September 2007

Taylor, Grantley., & Grant Richardson. (2012). International corporate tax avoidance practices: evidence from Australia firms. The International Journal of Accounting. Vol. 47.

pajak.go.id

news.ddtc.co.id

aguspajak.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun