Mohon tunggu...
Samsul Bakri
Samsul Bakri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih belajar menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Ekonomi Undip

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seleksi Mandiri PTN (BH) Secara Implisit Melarang Orang Miskin untuk Kuliah

1 Juli 2023   13:13 Diperbarui: 1 Juli 2023   13:41 10716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak tau bagaimana mengurainya guna menyusun argumen yang panjang sebagai legitimasi atas pernyataan saya bahwa negara harus bertanggung jawab atas masalah yang saya urai tadi. Karena yang lebih paham soal ini harusnya mereka yang berkuliah di prodi politik dan mungkin hukum. Tapi dengan sedikit penyelaman saya pada teks-teks filsafat dan politik, saya akan mencoba untuk mempertanggungjawabkan premis tadi. Simpelnya begini, orang-orang yang diberi amanat untuk menjadi representasi tujuan masyakarat dalam suatu negara, entah itu di lembaga eksekuitif, legislatif dan yudikatif diberi wewenang untuk mengatur masyarakat melalui lembaganya, termasuk urusan pendidikan. 

Dimana hubungan antara tujuan masyarakat dan pendidikan? Dia terletak pada konstitusi dasar sebagai simbol tujuan yang hendak kita capai saat mengikrarkan diri menjadi negara. Dalam konteks Indonesia tujuan atau cita-cita saya dan kita semua secara keseluruhan tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945. Dan di dalam teks sakral nan suci itu negara berjanji akan mencerdaskan kehidupan kita semua dan menyejahterakan kita. Cara untuk mencerdaskan dan menyejahterakan warga negara tersebut diemban oleh orang-orang yang duduk di trias politica tadi. 

Maka  ketika realitanya masih banyak yang tidak bisa cerdas karena hambatan ekonomi, mereka yang duduk di lembaga negara harus kita mintai pertanggungjawabanya. Karena segala jenis pajak yang dikenakan pada kita semua, mulai dari pajak karpet kloset, pajak pasta gigi sampai cukai rokok, dialoksikan untuk gaji mereka. Uang itu dipakai untuk memastikan mereka tidak kelaparan saat psuing memikirkan beban dan tanggung jawabnya terhadap 275 juta orang. Naas, tragis, sayang sekali atau apa pun itu dalam kosa kata bahasa Indonesia yang bisa disepadankan dengan orang-orang yang diberi makan tadi, seperti orang yang lupa diri, mereka lupa dengan tanggung jawabnya. Gaji lancar, korupsi lancar, pendidikan makin mahal, apalagi dengan adanya anak mereka yang bernama PTNBH. 

PTNBH Melarang Anak Miskin Masuk Kampus

PTNBH bagi saya anak dari kegagalan negara dalam pemenuhan atas pendidikan tinggi sebagai hak warga negara. Mengapa demikian?  Ada satu masalah mendasar dari PTNBH yang berakar dari  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi Negeri Pasal 10, PTN diizinkan memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan selain UKT dari mahasiswa program sarjana atau diploma dari golongan tertentu. Golongan tersebut terdiri dari mahasiswa asing, mahasiswa kelas internasional mahasiswa jalur kemitraan dan mahasiswa jalur mandir. Jalur mandiri ini yang hendak saya persoalkan.

Jalur mandiri menjadi bersamalah karena adanya kewajiban uang pangkal tadi. Meskipun hanya dibayarkan sekali, uang pangkal tetap menjadi masalah karena nominalnya yang terlalu besar. Bagi anak yang berasal dari masyarakat miskin, rasanya mustahil untuk mampu menebusnya. Sekalipun bisa mungkin harus mengggadaikan aset mereka atau mungkin berutang. Misalnya saja di Undip, saat ini uang pangkal yang dikenakan bagi mahasiswa baru di Fakultas Ekonomi prodi Akuntasi berkisar 30-40 juta, hukum 40 juta dan teknik 35-45 juta. Belum pengeluaran rutin semester beruapa UKT, makin ruwet

Bisakah orang miskin membayar itu? Mustahil. Orang miskin menurut BPS pada September 2022 memiliki pendapatan dibawah 2,3 juta, dengan rata-rata anggota rumah tangga 3,34 orang dan jumlahnya secara nasional 26,36 juta orang. Jika saya asumsikan salah 1 anak dari rumah tangga miskin tersebut ingin masuk kuliah di prodi akuntasi Undip, maka 3 orang anggota rumah tangga lainya harus berpuasa selama 15 bulan (35/2.3). Bukan hanya puasa makan, tapi puasa naik grab, puasa minum, puasa beli es krim, susu,listik, pokoknya selama 15 bulan keluarga itu tidak bisa mengeluarkan pendapatan mereka agar anaknya bisa masuk kuliah lewat jalur mandiri. Sayangnya tidak ada satu manusia yang bisa bertahan hidup selama 15 bulan tanpa pengeluaran, apalagi bertiga. Mau tidak mau, alternatif paling rasionalnya, batalkan niat untuk kuliah, dari pada 3 anggota keluarga mati kelaparan. 

Belum lagi porsi di jalur mandiri lumayan besar, biasanya 30%. Jadi misal di PTN itu memilki kuota mahasiswa 5 ribu orang, sebanyak 1.500 sudah pasti dikunci oleh mereka yang mampu membayar uang pangkal. Sangat disayangkan, barangkali dari sekian banyak anak yang memiliki potensi untuk mengubah kondisi ekonomi keluarga. Dan kabarnya juga, mahasiswa KIP sulit diberi kuota melalui jalur mandiri. Berat. Ya, intinya jalur mandiri masuk PTN itu dialokasikan khusus untuk masyarakat kelas tertentu. Secara tidak langsung, dengan uang pangkal sebesar itu melarang orang miskin memiliki akses terhadap pendidikan yang setara bagi semua orang.

Sebagai penutup, saya sadar opini saya ini mungkin memiliki beberapa kekeliriun, jika seandainya ada, maka masukan dan koreksi yang saya harapakan, bukan UU ITE.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun