Minggu lalu saya membaca buku yang sangat menarik. "Feminisme Kritis: Gender dan Kapitalisme Dalam Pemikiran Nancy Fraser." Buku ini ditulis oleh Amin Muzakkir. Buku ini mulanya adalah disertasi beliau, kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Kompas Gramedia Utama.
Di tulisan ini, saya akan fokus pada bagian pendahuluan dan Bab 1 mengenai Feminisme sebagai kritik kapitalisme sedangkan bab lainya dari buku ini bisa dibaca di artikel profil saya.
Di bagian awal, alasan mengapa buku ini ditulis adalah terkait persoalan kapitalisme dan sisi negatifnya bagi kehidupan sosial yakni ketimpangan. Banyak studi telah digalakan, misalnya Thomas Piketty menulis buku Capital in the Twenty-First Century, yang menunjukan bahwa sistem ekonomi kapitalisme terbukti memperlebar jurang ketimpangan sosial ekonomi manusia.Â
Di ranah sosiologi pun demikian, banyak sudah teori dan temuan yang menjelaskan buruknya sistem ekonomi kapitalisme.
Namun yang disoroti adalah, kritik kapitalisme tidak mengikut sertakan peran perempuan sehingga dianggap sangat bias gender. Nancy fasser, berpandangan bahwa kapitalisme bukan sekedar ekonomi, melainkan tatanan sosial yang terlembagakan.Â
Ekonomi hanyalah latar depan dari kapitalisme, sedangkan reproduksi sosial, ekologi dan kuasa publik sebagai latar belakangnya. Sehingga yang perlu ditelisik adalah di latar belakang dari kapitalisme sebagai condition of possibility lahirnya latar depan kapitalisme.
Ia menulis bahwa, variabel kapitalisme yakni eksistensi buruh tidak akan ada jika tidak ada entitas lain yang tidak berfungsi sebagai tenaga manusia kapitalis. Dan juga mekanisme kapitalis akan berkelanjutan jika ada reproduksi sosial untuk menjadi kaum buru pengganti kaum buruh lama. Â Dimana dalam masyarakat kapitalis, dua peran itu dinggap sebagai peran peran kodrati perempuan
Bertolak dari itu, kritik kapitalisme Nancy Fasser menjadi menarik untuk ditelaah bisa jadi terdapat hubungan yang inmanen antara kapitalisme dan feminisme.Â
Asal Muasal Feminisme KritisÂ
Pemikiran Fraser Lahir dari dialektika antara feminisme dan teori kritis. Sehingga feminisme kritis sosial yang partikular berbasis pada filsafat normatif yang universal. Feminisme Fraser lahir pada gelombang ke dua fokus pada isu keadilan sosial yang lebih luas.Â
Berbeda dengan gelombang feminisme pertama yang hanya fokus pada isu pendidikan sistem politik. Lalu gelombang ke dua dengan tokoh Habermas, masih berpandangan bahwa perempuan hanya menempati dunia kehidupan di masyarakat sipil dan keluarga.Â
Sedangkann feminisme krtitis Fraser adalah generasi ketiga Mahzab Frankrut yang berusaha melakukan reformulasi kritik terhadap situasi masyarakat kapitalis kontemporer dengan penekanan kita pada isu gender dan perempuan. Akan tetapi, pemikiran Fraser sebenarnya berpangkal pada teori yang dibangun oleh Habermas.
Feminisme kritis mempunyai sejumlah premis yang bekerja pada tiga pokok
1. Tataran Politis; bagaimana menyuarakan kesetaraan di antara laki-laki dan perempuan
2. Tataran Subtantif; gender sebagai fokus dalam analisis sosial
3. Tataran metodologis; menawarkan beragam upaya pengalam perempuan yang juga beragam
Feminisme kritis Fraser juga dilatar belakangi "kelicikan sejarah" (the cunning of history) yang coba membelokan makna feminisme kritis sebagai legitimasi kapitalisme neoliberal. Pembelokan tersebut menyalahi aturan dari ontologi teori kritis, bahwa suatu teori dikatakan sebagai teori kritis jika ia mampu secara reflektif menghidarkan diri dari logika kapital.
Feminisme Sebagai Kritik Kapitalisme
Fraser melihat bahwa terjadi penyimpangan dari tujuan feminisme sebagai kritikus feminisme. Ia menyebut feminisme kotemporer sebagai pelayan neoliberalisme. Feminisme seperti apa yang dimaksud oleh Fraser tidak dijelaskan. Namun, dia mengatakan bahwa gerkan pembebasan perempuan bermuara pada dua orientasi yang kelak menimbulkan ambivalensi.
Orientasi pertama adalah demokrasi partisipatoris dan solidaritas sosial. Yang kedua adalah otonomi individu dan kemajuan meritokrasi. Sayangnya gerakan feminimisme hari hari ini hanya fokus pada orientasi pertama dan mengabaikan orientasi pertama.Â
Memang mereka menyurakan persamaan hak dll, tapi mereka melepas suara tasa ketimpangan sosial di masyarakat. Kalau mengikuti penjelasan Ruthenberg, hal terseut adalah ciri dari feminisme neoliberal.Â
Figur-figur politisi wanita dan wanita karier adalah orang-orang yang mengkalaim diri sebagai feminis sebernanya tidak lebih dari feminis neoliberal yang mencboba menggunakan teori-teori feminisme untuk membenarkan pandangan mereka.
Jika merujuk pada hakikat sejarahnya, feminisme liberal adalah arus utama dalam gerakan emansipasi. Yang terus lantang menolak manifestasi sistem patriaki hingga norma ferminitas yang diinternalisasikan dalam hidup kita. Misalnya norma menjadi ibu.Â
Dalam hal ini, kaum liberal menginginkan sebuah motherhood yang adil berupa keterbukaan akses ke ruang publik dan pekerjaan di luar rumah. Hak pilih yang mereka perjuangkan bukan akhir dari tujuan, melainkan sarana untuk memastikan hak alami tiap manusia, untuk hidup mandiri, dan mengemangkan semua kemampuan dalam kebebasan. Â
Selain itu muncul juga aliran feminis egalitarian. Yang memperjuangakan keadilan sosial tiap individu namun tetap melibatkan peran instusi neagara dan masyarakat sipil dalam mencapai tujjuan tersebut.
Dari dua aliran tersebut, Fraser sendiri mendalami sebuah aliran feminimisme marxis. Mereka beranggapan bahwa patriaki dan kapitalisme tidak bisa dipisahkan, keduanya membentuk kapitalisme patriakis. Dengan dasar muasalnya adalah menempatkan logika pembagian kerja berdasarkan perbedaan seksual dalam dinamika kapitalisme.Â
Asusmsi tersebut berawal dari cara pandang Federich Engels yang melihat perempuan dari sudut pandang material dengan dua pokok.
         "Menurut konsepsi materialis, faktor yang menentukan dalam sejarah... adalah produksi dan reproduksi kehidupan langsung... Satu sisi produksi alat substensi dan di sisi lain produksi manusia itu sendiri"
Dalam sudut pandang ini, pengertian kapilatlisme itu sendiri meluas mengikuti sudut pandang feminisme. Apa yang oleh Marx disebut sepintas sebagai reproduksi sosial sebagai salah satu dimensi dari kapitalisme dikembangkan lebih lanjut oleh Nancy Frasesr.
Feminisme Dan Kapitalisme Yang Dikelola Oleh Negara
Pasca perang dunia II, negara-negara di Eropa menganut sistem ''kapitalisme yang dikelola negara" (state-managed capitalism). Fraser mengutip pendapat Frederick pollock yang menyebutkan setidaknya tiga ciri kapitalisme negara.
1. Pemerintah mengambil alih produksi dan distribusi
2. Dalam menjalankan kontrol tersebut, pemerintah menggunakan perangkat baru, lama, maupun pasar semu
3. Terdapat kepentingan pribadi sebagai konsekuensi dari dua ciri sebelumnya
Dari sudut pandang feminisme, praktik tersebut sangat bias gender, dimana ada pengalokasian antara pekerja produktif upahan yang diisi oleh laki-laki dan pekerja reproduktif non upahan yang diisi oleh perempuan. Serta di sektor manufaktur adanya pekerja upahan laki yang lebih tinggi dan pekerja upah rendahan yang diisi oleh perempuan. Akibatnya struktur ekonomi meghasilkan bentuk-bentuk ketidakadilan distributif yang berbasis gender.
Fraser empat probelmatika yang paling mendasar dalam kapitalisme yang dikelola oleh negara, poin yang sangat menarik bagi saya adalah kontra-androsentrisme. Pembagian kerja berbasis gender secara sistematis mengurangi aktivitas yang terkait dengan perempuan, baik yang berupah maupun tidak.Â
Dia menunjukan hubungan yang erat antara tanggung jawab besar perempuan dalam hal kerja kepengurusan yang tak berbayar, subordinasi mereka dalam pernikahan dan kehidupan personal, segmentasi pasar kerja yang berbasis gender, dominasi sistem politik laki-laki termasuk dalam regulasi kesejahteraan, kebijakan industrial, dan skema-skema pembangunan.Â
Akibatnya upah keluarga adalah poin dimana maldistribusi, misrekognisi dan misrepresentasi bertemu.
Feminisme dan Neoliberalisme
Sejak akhir 1970-an, sistem kapitalisme yang dikelola negara jatuh. Akhirnya, sistem pasar dengan sifat bebasnya mendominasi. Namun, masalah pada gerakan tidak berhenti, justru memunculkan persoalan yang lebih kompleks. Gerakan feminisme mengalihkan arah geraknya dari redistribusi ke arah rekognisi.Â
Di Era Neoliberalisme, penolakan Fraser terhadap kapitalisme mengalami resignifikansi atau pemamfaatan ulang dan gerakan feminisme dianggap sebagai pelayan perempuan neoliberalisme.
Resignifikansi kritik feminisme oleh Fraser diuraikan sebagai berikut.
1. Pembagunan yang hanya dimaknai sebagai pertumbuhan ekonomi justru digunakan oleh neoliberlisme yang berusaha mengalihkan perjuangan sosial ekonomi menjadi perjuangan identitas.
2. Neoliberalisme sebagai legitimasi bagi akumulasi modal mereka dengan pembukaan pekerjaan untuk perempuan yang seluas-luasnya.
3. Gerakan feminisme yang terbatas pada bingkai nasionalisme
Feminisme dan Krisis Neoliberal
Krisis finansial di tahun 1998 dan 2008 seperti menjadi gambaran betapa rapuhnya sistem ekonomi neoliberalisme. Masalah utama dibalik munculnya krisis tersebut adalah globalisasi. Fraser agar feminimisme menakar kembali gerakanya yang tidak hanya bersasar pada negara-bangsa tapi juga interkoneksi lokal-global.
Upaya-upaya untuk menghentika dampak negatif neoliberalisme yang bukan hanya meningkatnya ketimpangan ekonomi tetapi juga krisis kepedulian dalam hubungan-hubungan kemasyarakatan. Fraser juga berpendapat bahwa krisis kapitalisme ini sebagai bentuk krisis sosial.Â
Yaitu marketisasi yang terlepas dari dari masyarakat, sehingga membahayakan kapasitas manusia untuk menciptakan dan memelihara ikatan sosial. Kesimpulanya kata Fraser, tujuan feminisme bukan hanya untuk membebaskan perempuan dari hierarki gender, tetapi juga menyadarkan bahwa mereka berada di medan sosial yang juga dihuni oleh kekuatan pasar.
Pada titik ini juga, Fraser mewarkan bahwa krisis neoliberalisme adalah kesempatan untuk memutus hubungan palsu antara kritik upah keluarga dan kapitalisme
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H