Mohon tunggu...
Samsul Bakri
Samsul Bakri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih belajar menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Ekonomi Undip

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merayakan Hari Kartini dengan Menulis Gagasannya, Tidak Hanya Tampilan Fisiknya Saja

22 April 2022   23:17 Diperbarui: 22 April 2022   23:21 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan dini menyebabkan kematian ibu karena ketika seorang gadis muda hamil sebelum mencapai kedewasaan, ini menyebabkan kematian ibu terutama ketika dia tidak melahirkan di rumah sakit. 

Dia mungkin melahirkan anak-anak dengan berat badan kurang karena dia tidak tahu apa yang harus dimakan selama kehamilan dan ini dapat menyebabkan penyakit pada anak dan akhirnya kematian anak.  

Mungkin karena dampak-dampak negatif itu Kartini berjuang melawan stigma perempuan harus menikah muda. Jadi selain melawan tirani budaya, Kartini sebenarnya memperjuangkan para perempuan agar sekolahnya tidak putus, keluarga mereka bahagia, anak-anak mereka tumbuh sehat dan agar bangsanya lebih maju. 

Perjuangan Kartini melawan diskriminasi mendorong perempuan untuk berani melawan stereotip perempuan ujungnya jadi ibu rumah tangga saja. 

Semua perempuan tidak perlu ragu, karena sejatinya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mengejar mimpi dan cita-citanya mengenyam pendidikan tinggi.

Satu abad lebih pasca gagasan Kartini yang berbicara persoalan emansipasi, yang terjadi hari ini masih jauh dari yang ia harapkan. Wanita yang menikah muda nyatanya masih tinggi. 

Data Badan Pusat Statistik menunjukan masih ada 34,67 juta perempuan yang menikah di usia dini.[1] Negara padahal sudah mengatur bahwa batasan usia menikah adalah 19 tahun. Alasan ekonomi yang adalah variabel paling banyak berpengaruh, karena miskin, dengan menikahkan anaknya, maka beban hidupnya akan ditanggung suami. Padahal dia belum siap secara fisik dan psikis. Ketidakmampuan mengontrol emosi dalam berumah tangga membuat perempuan muda rentan menjadi korban KDRT. Orang tua menumbalkan anak perempuanya untuk keluar dari kutukan beban ekonomi, kemiskinan. Angka menikah mudah juga masih berkorelasi dengan angka putus sekolah, 94 persen anak yang menikah dini tidak lagi meneruskan sekolahnya[2]. Angka yang sangat tinggi. 

Sampai hari ini pun, jika di situasi pilihan membawa anak perempuan atau laki-laki ke perguruan tinggi, kemungkinan besar anak laki-laki yang dipilih oleh keluarganya. Anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena kodratnya hanya di dapur, kasur dan sumur. Anak perempuan akan menjadi seorang istri, ia akan ikut pihak laki-laki, suaminya. 

Jadi, sekali pun dia bersekolah, dia bukan investasi yang baik, karena biaya pendidikannya yang mahal tidak mampu membantu hari tua orang tuanya. 

Perempuan adalah properti suaminya, semua yang ia miliki adalah kepunyaan suaminya juga. Pantang bagi perempuan untuk memberi suatu apa pun tanpa seizin pemilik raganya. Sungguh, pemikiran sempit itu masih ada dan terus berkembang di masyarakat Indonesia.

Dalam berbagai muatan filsafat tentang perilaku manusia, manusia berbuat dan bertindak dengan nilai yang mereka anut. Tata nilai yang dianut tidak lain bersumber dari pengetahuan mereka. Nilai yang salah berasal dari pengetahuan yang tidak benar dan ketidaktahuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun