5. Korupsi Pada Zaman Orde Baru
Pada masa orde baru juga terdapat upaya pemberantasan korupsi, namun tidak berjalan baik karena pemimpin saat itu, Presiden Soeharto, diduga melakukan korupsi. Meski demikian, model pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah orde baru pada awalnya mengikuti model pemberantasan korupsi orde lama. Pada tahun 1970, Presiden Soeharto membentuk Komisi IV yang dipimpin oleh Mr Wilopo untuk menganalisis masalah korupsi di birokrasi. Presiden Soeharto menerima rekomendasi dewan agar pegawai negeri sipil membuat laporan tahunan tentang harta pribadinya. Namun hal tersebut tidak dihiraukan, t hal ini terbukti bahwa hukum dalam pemberantasan tindak korupsi di Indonesia pada masa orde baru tidak ditetapkan. Pada tahun 1977, tugas pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh Komisi Empat Kopkamtib yang melaksanakan operasi tertib (Opstib), melakukan dengan cara pemeriksaan mendadak di departemen tipikor dan menangkap mereka yang bersalah melakukan korupsi, dan menangkapnya dengan basah para pelaku tindak korupsi.
Namun pada tahun 1980an, sikap antikorupsi masyarakat melemah yang membuat korupsi semakin menguat, dan juga bisnis keluarga Soeharto pun tidak lepas dari korupsi dan terus berkembang tanpa hambatan pada tahun 1980-1990an. Terbongkarnya tindakan korupsi yang dilakukan Preside Soeharto yang begitu besar beserta keluarganya membuktikan bahwa upaya dalam belum bisa dengan baik memberantas korupsi di era Orde Baru. Pada masa Orde Baru peraturan perundang-undangan dibuat dan upaya pemerintah dilakukan, namun tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Salah satu penyebabnya adalah sistem pemerintahan dan kekuasaan di Indonesia pada masa Orde Baru merupakan sistem pemerintahan dan kekuasaan yang setralistik. Artinya
semua kebijakan yang ada serta peraturan dan tindakan hukum harus sesuai dengan kepentingan dari penguasa pemerintahan yang saat itu berjalan.
6. Era ReformasiÂ
Setelah berakhirnya masa Orde Baru, Indonesia dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie. Pemerintahan reformasi mencoba memberantas korupsi dengan mengesahkan undang-undang antikorupsi dan membentuk badan antikorupsi. Badan antikorupsi yang dibentuk itu bernama Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, disingkat KPKPN. KPKPN dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 1999 pada tanggal 13 Oktober 1999. Tugas dan amanat KPKPN adalah melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan milik penyelenggara negara untuk mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme. KPKPN kurang mendapat dukungan dari masyarakat karena dianggap tidak mampu menangani maraknya korupsi di seluruh lapisan masyarakat. Belakangan, lembaga pemberantasan korupsi ini digabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Juni 2004. Ketika pemerintahan Habibie digantikan oleh Abdurrahman Wahid, pemerintah kembali membentuk lembaga pemberantasan korupsi yang diberi nama Badan Pemberantasan Tindak Pidana korupsi yang disingkat TGPPTPK. Alasan dibentuknya TGPTPK adalah upaya pemerintah dalam menangani masalah korupsi di Indonesia. Tugas dan lembaga TGPTPK mengoordinasikan penyidikan perkara dan perbuatan korupsi serta penuntutan tindak pidana korupsi. Terakhir, lembaga antikorupsi ini tidak dapat berfungsi dengan baik karena TTGPTPK mempunyai permasalahan hal perizinan untuk melakukan penyitaan dan penggeledahan untuk mendeteksi kasus korupsi ketika melakukan penyidikan yang bertujuan untuk mendeteksi kasus korupsi.
Pada tahun 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri membentuk komisi pemberantasan korupsi. Dalam memutuskan siapa yang akan menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pertama, Komisi II DPR membentuk tim untuk melakukan penyelidikan langsung ke rumah dan keluarga calon pimpinan KPK. Kandidat Pilpres KPK ada 10 orang, antara lain: Amin Soemarijadi, Chairul Imam, Ery Riyana Hardjapamekas, Iskandar Sonhaji, Momo Kelana, Marsilam Simanjuntak, Muhamad Yamin, Syahrudin sesudah dibentuk komisi pemberantasan korupsi, terdapat banyak kasus-kasus korupsi yang berhasil yang terbongkar oleh KPK. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dikatakan merupakan lembaga antikorupsi yang paling sukses dibandingkan lembaga atau lembaga antikorupsi sebelumnya. Meski korupsi masih banyak terjadi di masyarakat dan pemerintahan, namun upaya pemerintah untuk terus memberantas korupsi sejak masa Orde Lama hingga Reformasi tidak sia-sia (hikmatus s, 2015).