* Sebuah Renungan
Sudah dua bulan semua terasa sesak. Mereka yang terjangkit dan juga yang tidak terjangkit. Informasi saling mendahului mengisi
notifikasi setiap media, baik massa juga sosial. Kabar duka dan juga suka.
Sampai hari ini, hampir seluruh negara di dunia Corona mampir. Mahluk kecil yang tak nampak, membunuh ribuan jiwa. Melumpuhkan sendi
ekonomi, menundukkan keangkuhan pemimpin-pemimpin negara adidaya, merenggangkan interaksi sosial, bahkan untuk menyembah-Mu secara
bersama-sama tak lagi Kau izinkan.
Para penikmat sains memperdebatkan jika virus ini adalah buatan manusia. Pembuat teori konspirasi pun sibuk mereka-reka. Saling tuding
tak terhindarkan.
Aku abai itu semua. Aku sangat yakin jika ini kehendak-Mu. Aku lebih menikmati jika ini skenario Mu. Aku percaya jika ada tujuan-Mu
Yang Agung di balik semua ini.
Tuhan. Lihatlah kami di tengah ini semua. Ada yang sibuk mencari-Mu, ada yang sibuk mencari makanan, ada yang sibuk melindungi diri,
dan tak sedikit yang mulai bersembunyi.
Bukan hanya itu. Di antara kami, ada juga mereka yang memanfaatkan situasi untuk saling menyakiti, saling mencaci, saling menertawai,
saling iri, dengki, dan Engkau Melihatnya tentu.
Tapi, inilah kami Tuhan. Mahluk yang lemah. Mahluk yang hina dan kami semua terhipnotis dengan dunia ini. Maafkan kami Tuhan. Maafkan.
Maafkan kami yang lupa siapa diri kami, lupa hakikat kami diciptakan, lupa saling bergadengan tangan, lupa tersenyum bersama, lupa
menghargai ciptaan-Mu yang lain, lupa melakukan perbaikan, dan lupa secara bersama-sama di rumah ibadah menyembahmu.
Kami sudah dibutakan Tuhan. Dibutakan sains (ilmu pengetahuan) yang selalu ingin merenggut kedudukan-MU. Sains yang selalu berkedok
Dirimu. Sains yang selalu menganggap dirinya serba bisa.
Yah, aku sadar Tuhan. Aku sudah paham. Jika kami hampir saja menduakan-Mu.
Aku tahu jika Engkau merindukan kami sebagai manusia yang sesungguhnya. Manusia yang Engkau Ciptakan. Mahluk Yang Engkau titipkan ke
Bumi untuk melakukan perbaikan. Mahluk yang lebih mulia dari segala mahluk ciptaan-Mu.
Maafkan kami Tuhan. Aku tahu, setelah aku mencatatkan ini, masih akan ada dari kami yang tak sadar. Masih akan ada dari kami lebih
mempercayai sains rekaan manusia ketimbang Kuasamu.
Iyah, itu pasti masih akan ada. Aku mempercayai akan hal itu, sebab sudah jelas tercatat.
Terima Kasih Tuhan. Terima kasih atas teguran-Mu. Terima kasih atas peristiwa ini yang akan menyadarkan banyak orang.
Ramadhanmu akan tiba. Iyah, bulan dimana kami akan totalitas bersama-Mu, menemui-Mu, menyebut nama-Mu, dan mengagungkan-Mu.
Dan, jika pada akhirnya Engkau memanggil kami, kami akan menemui Mu dengan bersih.
Tuhan, izinkan kami memperbaiki diri. Izinkan kami saling mengingatkan. Izinkan kami saling berbagi. Izinkan kami terus menyebut
nama-Mu di Bumi ciptaan-Mu. Izinkan kami melewati ini semua dengan cara yang dicontohkan kekasih-Mu Muhammad SAW.
Tuhan, izinkan kami saling menguatkan dengan cara-cara yang Engkau Ridhoi. Izinkan kami tetap tersenyum dengan orang-orang tercinta
kami.
---- Tuhan, Maafkan Kami ----
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H