MPR memilih Gus Dur tahun 1999 sebagai Presiden. Beliau seorang Ulama Besar, Guru Bangsa, seorang visioner yang mengedepankan keberagaman dalam berbangsa, berjasa pluralisme dan diakuinya Kong Fu Cu sebagai agama.
Namun tahun 2001 dianggap nyeleneh dan akhirnya dilengserkan oleh intrik politik karena banyak pernyataan-pernyataannya yg kontroversial soal DPR yang seperti Taman Kanak-Kanak.
Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh wakilnya saat itu, Megawati Soekarnoputri. Memang tidak banyak pencapaian saat itu, karena negara ini kembali diguncang oleh pertikaian politik.
Tahun 2003 mulai dihujat karena terlalu banyak diam dan melakukan pembiaran, Akhirnya beliau gagal kembali terpilih pada pemilu 2004 akibat banyaknya issue seputar penjualan asset negara. Beliau banyak dihujat soal itu sampai sekarang.
2004 -- 2014 Dibawah kepemimpinan SBY negara ini sedikit kembali ke kestabilan politik, Ekonomi bertumbuh. IHSG terus mencatat rekor pencapaian tertinggi. Namun akhirnya SBY juga dihujat habis-habisan setelah itu. Kasus Korupsi menyeret banyak petinggi Partai koalisi pendukungnya dan Pejabat negeri saat itu ke balik jeruji penjara.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi sekarang? Memulai karier politik sebagai Walikota Solo, lalu Gubernur DKI dan menjadi Presiden tahun 2014. Kita bisa menyaksikan sendiri, hujatan tiada henti bahkan sejak awal pencalonannya sebagai Presiden RI tahun 2014.
Hoax, hasutan, fitnah seakan tidak ada habisnya diarahkan ke beliau, mulai dari anak PKI hingga menjual negara ini kepada asing dan aseng.
Harusnya kita mencontoh banyak negara besar, yang sangat menghargai para pemimpin negaranya yang telah lalu, bahkan mendapat tempat yang sangat dihormati, dan hiruk pikuk politik berhenti ketika kita sepakat pemenang pemilu menjadi Pemimpin. Disisi lain, para mantan pemimpinpun diminta tidak ikut campur lagi mengenai kebijakan rejim yang baru.
Identitas Nasional
Hal yang lebih penting adalah mencari Indentitas nasional, karena kita adalah sekumpulan orang yang sedang berjuang mendapat pengakuan sebagai bangsa Indonesia, walaupun syarat untuk itu sudah dipenuhi, tetapi secara mental kita belum siap, bahkan tiada terpikir untuk memiliki simbol bersama bagi Indonesia, kita masih berkutat soal identitas primordial dan identitas sektarian, seolah itu lebih penting daripada menghindari cemooh bangsa dari negara lain.
Melihat patung Merlion, kita tahu itu Singapore, melihat menara kembar Petronas kita paham itu Malaysia, melihat binatang Panda atau bangunan Greatwall kita tahu itu China, melihat patung Liberty, gedung Capitol atau White House itu pasti Amerika, juga simbol-simbol lain, seperti: gunung Fuji - Jepang, Menara Pisa - Italia, atau Piramida - Mesir, dengan mudah kita mengetahui asal negara dari simbol tersebut.