Penghelatan pesta demokrasi Pilkada atau Pemilihan umum Kepala Daerah, yang kiranya akan dilakukan serentak pada tahun 2017, dan pendaftaran akan dimulai bulan Juni 2016 untuk calon Independen dan bulan Agustus 2016 untuk calon yang diusung Partai, namun sebelum watunya, tiba-tiba saja banyak politisi, pejabat, pengurus parpol, seniman, pengusaha, profesional dan lain-lain yang mana lebih enak disebut kelompok “Lawan Ahok” atau sebut saja KLA, menjadi unik dan aneh dalam perilaku, komentar dan pernyataan politiknya, bahkan rasis…
Setelah dianalisa lebih dalam, ternyata itu adalah gejala mereka semua yang terjangkit Virus “Ahok” ini sungguh luar biasa, tanpa mereka sadari kalau sudah terjangkit, gara-gara Teman Ahok sudah mulai menulari melalui gerilya sosialisasi pengumpulan KTP dukungan sejak Awal tahun 2015 sedikit demi sedikit, ketika itu gerakan Teman Ahok ini dianggap lucu-lucuan dan tidak ada yang peduli, bahkan Ahok sendiri pernah terganggu dan menegur kelima sekawan yang culun saat mereka memanfaatkan Car Free Day 8 Maret 2015 (http://temanahok.com/artikel/6-temanahok-kembali-galang-dukungan-di-car-free-day?l=id).
Baru disadari terjangkit virus tersebut saat Basuki Tjahaya Purnama atau dikenal dengan panggilan Ahok ini mendeklarasikan pencalonannya lewat jalur Independent bersama Heru Budi Hartono yang sehari-hari adalah pegawai PNS dengan jabatan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemda DKI, setahun kemudian, yaitu 7 Maret 2016. Namun kesadaran itu terlambat, akibat memandang sebelah mata kelima anak muda yang masih bau kencur, sebagai pendiri Relawan “Teman Ahok.” Ini gerakan yang luar biasa, mebuat epidemi “Vius Ahok” dan menghentakkan degub jantung para politikus kawakan di negri ini, menjungkir-balikkan semua analisa politik, dan akan menjadi anomali demokrasi di Republik ini.
KLA mencari sejuta cara halal maupun haram untuk menggagalkan Ahok kembali maju bertarung sebagai kandidat Gubernur DKI periode 2017 - 2022, tanpa peduli lagi etika dan fatsoen politik. Mulai dari komentar negatif di Televisi, Media sosial, setiap kesempatan, sampai terang-terangan subyektif menyerang pribadi dengan cara norak, mau bunuh diri, terjun dari monas, menggunakan kelompok demo bayaran, ajukan pra-pengadilan, sindiran ucapan dan pidato pejabat pemerintah, lewat sekutunya, dan semua saluran, bahkan memaksa lembaga penegakan hukum untuk segera memvonis Ahok korupsi, pokoknya semua hal yang menjadi peluang untuk menjatuhkan, pasti digunakan oleh KLA ini, termasuk menggunakan jasa dukun, ketika iman tidak lagi menjadi sumber keyakinan sebagai pegangan hidup dan logika tidak lagi sejalan dengan hati, maka jalan Iblis pun menjadi pilihan..
Adapun ciri-ciri KLA yang terjangkit “Virus Ahok” adalah:
Unik yang pertama adalah, Pilkada ini akan dilakukan serentak di 101 daerah (http://pilkada.liputan6.com/read/2436435/ini-101-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-2017 ), tetapi hanya DKI yang selalu menjadi berita Nasional, dan semua itu terpusat pada Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama sebagai Gubernur DKI, apa karena Ahok seorang China dan Kristen yang fenomenal atau memang ini adalah strategi kampanye terbalik untuk seorang Ahok agar semakin populer? Saya masih menduga-duga, karena Ahok semakin terkenal.
Unik yang kedua, makin banyak orang-orang yang terlihat hebat dan terhormat, tiba-tiba menjadi dungu, picik dan rasis, ujud aslinya terlihat jelas, padahal mereka adalah Guru besar/professor, Dosen, anggota Senator/DPD, anggota DPR, pengusaha, pejabat, pejabat parpol, Intelektual, profesional, pengamat, seniman, mantan Jendral TNI, bahkan pemuka agama, tanpa malu-malu mengeluarkan komentar atau opini yang sangat tidak terduga, sehingga menjadi musuh masyarakat, akibatnya dibully di media sosial, sungguh luar biasa fenomena demokrasi kali ini.
Unik yang ketiga, belum mulai untuk pendaftaran calon peserta Pilkada, khususnya DKI, tetapi sudah heboh sendiri, pencitraan diri dan sudah merasa calon/kandidat, padahal belum ada partai yang mengusung. Mulailah mengeluarkan komentar-komentar negatif, menyerang, menghina, mencela, menuduh, mengancam dan bahkan mau bunuh diri jika Teman Ahok berhasil mengumpulkan sejuta KTP.
Tanpa disadari mereka, Media sengaja menambahkan komplikasi penyakit mereka dengan tampilnya wajah-wajah KLA yang demikian rasis, dengan memberi ruang untuk mereka bermasturbasi sehingga masyarakat tidak perlu lagi repot mencari tahu latar belakang dan historinya, semua terlihat nyata, transparan dan pada akhirnya akan teranulir sendiri. Yang untung saat ini adalah pengusaha media dan rakyat.
Unik yang keempat, dengan belum ada satupun dari partai-partai menentukan kandidatnya sebagai calon gubernur, semakin gencar KLA melakukan akrobat-akrobat politik, semakin jurus-jurus ngawur pendekar mabuk yang diperagakan. Malahan membuat partai-partai melirik Ahok, dan sudah 2 partai politik yang mendukungnya, sedangkan kalian? Sama sekali belum ada, artinya cara dan gaya kalian itu sungguh absurd. Jadi bukan hanya rakyat yang tertawa menonton dagelan politik, tetapi pengurus partai Politik pun sama, hanya mereka lebih pandai bersandiwara, hingga saatnya kalian akan tertipu.
Unik yang kelima, mereka hanya makin membenci Ahok dan memainkan isu SARA adalah kamuflase menutupi ketakutan dengan Ahok menjadi Gubernur lagi, dengan demikian Jakarta akan makin susah diajak kompromi, apalagi peluang memainkan anggaran belanja. Sehingga milyaran biaya politik yang telah dikeluarkan saat mencalonkan diri tidak pernah bisa lunas kembali.
Selain unik, terjangkit “Virus Ahok” ini nya juga bergejala aneh, antara lain: Pertama, meniru gaya Ahok yang mereka benci, misalnya membuat Relawan “Sahabat…..” membuat relawan “Suka…” membuat relawan atau komunitas atau grup ini dan itu, tiba-tiba semua meng-klaim sudah berhasil mengumpulkan sekian ratus ribu KTP, lewat jaringan rumah ibadat, lewat pramuka, lewat orang muda, lewat pasar, dan mungkin saja lewat cara halus menggunakan dukun.
Bukankah ini sikap munafik para pecundang.?
Aneh yang kedua adalah, sikap kekanak-kanakan. Hanya dengan ucapan salah 1 ketua atau pengurus Parpol, sudah Gede rasa (GR), merasa didukung dan pasti diajukan sebagai kandidat, lalu klaim sana dan sini, sudah sekian parpol yang akan dukung tetapi ketika ada parpol tersebut punya wacana lain, langsung marah, ngambek, mutung atau teriak-teriak di Medsos, bukankah selalu berbangga diri katanya dewasa, katanya gentlemen, katanya mau berpolitik dengan segala resiko, katanya…. dan katanyaa….? Ah dasar banci Politik.
Aneh ketiga, seolah-olah Jakarta atau Indonesia ini milik agama, sehingga yang boleh menentukan kandidat adalah pemuka agama. Lalu lewat penuka agama, keluarlah tafsir soal kafir sana dan kafir sini, soal rasis, soal pribumi dan non pribumi, soal perkataan kasar dan selalu dibesar-besarkan, padahal banyak juga anggota DPRD yang omong kasar dan teriak “Cina An**ng..!” ketika rapat mediasi di Kemendagri (https://www.youtube.com/watch?v=aHmiab5QfEs).
Para pemuka Agama yang seharusnya menjadi penjaga moral, iman dan etikapun mau diseret-seret ke ranah Politik, bahkan ikut-ikutan menjadi dungu, terpancing emosi karena keyakinan berbeda atau etnis yang berbeda, ternyata sudah tertular juga.
Aneh keempat, apapun yang dilakukan Ahok pasti negatif. Tidak ada satupun hal baik yang dilakukan Ahok dipuji, oleh KLA selalu dianggap hal buruk yang diulang-ulang dan diungkit tanpa peduli itu fitnah atau fakta, padahal sebagian besar masyarakat Jakarta bersikap sebaliknya, dan kalian malah tampil beda, cobalah sedikit berubah menjadi humanis, jujur dan kalau baik katakan baik, buruk katakan buruk, bukankah orang yang santun, beriman dan bermoral itu demikian? Jika untuk komentar, opini dan tindakan saja sudah korupsi, maka dapat dipastikan hal lain cenderung akan korupsi.
Aneh yang kelima, adalah para KLA yang belum mendapat dukungan parpol ini makin lugu saja dalam berpolitik, dan mulai berkomplot, berteman dengan sesama pembenci Ahok karena “The enemies of my enemy is my friend” untuk berjamaah mengerubuti Ahok. Padahal Ahok sendiri tidak melayani, kecuali yang sudah menyerang pribadi dan keterlaluan rasis serta bisa menimbulkan kerusuhan. (Kasus kampung Luar Batang), selebihnya selalu rakyat yang melayani opini ataupun komentar KLA ini, artinya kalian itu tidak dianggap sebagai lawan yang setara.
Ingat ya, saat ini anda semua berhadapan dengan rakyat DKI yang menentukan nasib anda di Pilkada bukan Partai Politik, jangan sampai menjadi PilPahit, dan menjadi Partai politik yang ketinggalan Kereta dan kehilangan logika berpikir karena dikalahkan 5 sekawan pendiri Teman ahok yang masih hijau dalam berpolitik, anak kemarin sore dan rasanya cocok menjadi anak atau cucu anda.
Kami akan mencatatkan fenomena ini dengan tinta emas dalam sejarah demokrasi di Indonesia, bahwa kami memilih pemimpin yang bersih, jujur, tegas dan mendahulukan kepentingan rakyat, tanpa peduli beda warna kulit, beda keyakinan dan beda suku, yang adalah pemimpin untuk melayani kami, bukan preman, penguasa atau maling.
Samsi Darmawan
Penulis Independen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H