Tapal batas luar Kepulauan Natuna merupakan wilayah kedaulatan teritorial Indonesia, di sisi Utara yang berhadapan dengan Negara lain dan zona perairan internasional (high sea) laut lepas.
Perbatasan laut diatur dalam konvensi Jenewa 1958 yang mengatur hak-hak negara berpantai (coastal state) dan juga negara tidak berpantai (land locked state) terhadap laut. Laut dianggap merupakan barang bersama warisan kemanusiaan (res communios humankind common heritage), sehingga penggunaannya harus adil.
Konvensi hukum laut internasional (UNCLOS - United Nations Convention for the Law of the Sea, 1982) diratifikasi Indonesia dengan Undang undang nomor 17 tahun 1985, memperkenalkan status dan konstruksi hukum baru yaitu archipelagic states (negara kepulauan), yang pada intinya mengakui perairan dalam antarpulau merupakan satu kesatuan teritorial dengan daratan.
Pengakuan tersebut diberikan PBB dengan pengertian bahwa negara kepulauan harus menghormati hak hak nelayan tradisional dan hak hak yang sah lainnya dari negara tetangga.
Pelaksanaan hak-hak ini memerlukan perundingan bilateral antarnegara terkait menyangkut sifat, luas dan kawasan yang dimaksudkan. Hal ini disebut dengan istilah kedaulatan yang tidak bersifat mutlak (complete and exclusive).
Indonesia termasuk yang mendapat status sebagai archipelagic state bersama beberapa negara lainnya seperti Filipina, Fiji dan Kepulauan Bahama. Termasuk di dalam konsesi tersebut adalah pemberian akses lintas damai kepada kapal niaga maupun armada militer asing untuk melintas di jalur laut pedalaman kepulauan secara damai. Untuk tujuan ini Indonesia telah menetapkan jalur ALKI (alur laut kepulauan Indonesia).
Batas laut Negara ke sisi luar sejauh 12 mil dari titik garis pangkal pulau terluar disebut zona teritorial, selanjutnya ada zona tambahan hingga maksimal 24 mil yang dimaksudkan untuk mencegah dan mengejar pelanggaran bea cukai, fiskal, imigrasi dan perikanan.
Sampai batas 200 mil laut dari titik pangkal pantai terluar merupakan zona ekonomi eklusif (ZEE). Dalam ZEE pemerintah memiliki kedaulatan (sovereignty right) atas segala kegiatan ekplorasi dan ekploitasi sumberdaya alam yang ada mulai dari sumber daya alam di atas laut hingga di bawah laut.
Termasuk didalamnya memiliki jurisdiksi untuk membangun pulau buatan untuk kepentingan riset ilmiah, dengan tetap memperhatikan kepentingan negara lain yang terkait. Di wilayah ZEE negara negara lain juga memiliki sejumlah hak seperti hak lintas damai, navigasi dan melewati lintasan udara di atasnya, hak untuk menanam kabel bawah laut dan instalasi pipa untuk kepentingan lalu lintasnya.
Pelaksanaan hak -- hak teritorial dan zona ekonomi ekslusif Indonesia di kawasan gugus Kepulauan Natuna masih menyisakan sejumlah persoalan yang belum tuntas. Persoalan persoalan tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, di zona teritorial belum seluruh titik koordinat dengan berbagai Negara di sekitar zona Natuna telah disepakati, yaitu dengan Malaysia, Filipina dan Vietnam.