Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Natuna, Heroisme Sporadis Versus Pengurusan Efektif

4 Januari 2020   10:20 Diperbarui: 7 Januari 2020   18:41 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan klaim Indonesia yang antara lain menunjukkan adanya patroli Angkatan Laut maupun klaim historis dari perluasan kekuasaan Kesultanan Bulungan zaman kolonial, atau nelayan tradisional perorangan yang tidak dilindungi oleh regulasi resmi, tidak diterima oleh Mahkamah.

Pasca kemerdekaan, Indonesia sesungguhnya telah mencoba mengusahai kawasan yang dipersengketakan tersebut. Kawasan Sipadan Ligitan adalah perluasan lepas pantai yang diukur dari pulau Sebatik (pulau yang dibagi dua antara Indonesia dan Malaysia).

Indonesia telah menanda tangani beberapa kontrak kerja sama migas dengan mitra investor asing. Namun hingga putusan arbitrase, tidak ada aktivitas nyata di wilayah kerja tersebut. 

Ditengarai salah satu penyebabnya adalah bahwa mitra kontraktor migas asing bersikap wait and see, sementara pihak Indonesia tidak berhasil meyakinkan mereka untuk melakukan aktivitas nyata seperti seismik dan pemboran misalnya.

Terkait persoalan klaim kedaulatan di Natuna bagaimana Indonesia sebaiknya bersikap?

Kawasan Natuna sangat strategis baik dari aspek geopolitik dan geotrategis, karena merupakan perlintasan sebagian terbesar energi dan komoditas antarnegara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan RRC ke arah Timur Tengah, Asia Selatan dan Afrika dan sebaliknya. Kawasan Natuna juga sangat kaya dengan biota laut dan tambang hidrokarbon. 

Menentang Negara negara claimant dengan kekuatan militer bukanlah pilihan bijak. Provokasi (versi Indonesia) yang dilakukan oleh nelayan Vietnam, Thailand, atau RRC adalah test case, mengukur kewaspadaan dan stamina aparat Indonesia. Pengerahan kekuatan militer Indonesia ke tapal batas, mungkin kelihatan gagah dan heroik.

Namun hal tersebut memiliki keterbatasan baik dari segi biaya, respon dan kekuatan alutsista. Seperti misalnya jarak ke pangkalan skuadron, jangkauan radar, gugus tugas kapal laut, dukungan logistik maupun personil. Itu sangat mahal, tidak efektif, atau mungkin bahkan tidak sepadan.

Atau worsely, meningkatkan suhu eskalasi gelar pasukan antarnegara. Ingat, Negara lain juga menganggap mereka memiliki kedaulatan atasnya. Juga memiliki kekuatan militer.

Pendekatan lunak secara diplomasi dan hukum dapat saja dilakukan, namun hasilnya tentu sangat tergantung kepada kelincahan dan kekuatan posisi tawar Indonesia.

Pendekatan ekonomi dengan menawarkan pengembangan bersama (joint development area) seperti yang pernah Indonesia lakukan dengan Australia di lepas laut Timor Timur (ketika masih merupakan bagian dari Indonesia) memerlukan pertimbangan yang matang dan komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun