Kurusetra (kurukshetra) adalah sebuah kota di Negara bagian Haryana, India, berpenduduk sekitar 1 juta orang. Berjarak sekitar 180 kilometer ke utara kota Delhi, dapat ditempuh dalam 3,5 jam perjalanan dengan mobil. Melewati jalan besar 3 -- 5 jalur, yang diperebutkan oleh truk, bis, mobil, traktor, angkot, bajaj, sepeda motor hingga beberapa sapi di pinggir jalan. Ramainya jalanan menunjukkan bahwa ekonomi India sesungguhnya menggeliat hingga ke pedalaman.
Menurut Epik Mahabrata,  Kurusetra adalah palagan pertempuran perang keluarga kerajaan Barata  dinasti Kuru, antara keluarga Pandawa dengan Keluarga Kurawa masing-masing dengan sekutunya untuk memperebutkan takhta Hastinapura. Hastinapura berada di negara bagian Uttar Pradesh di timur Delhi. Jarak Hastinapura ke Kurusetra lebih kurang 170 km. Topografi Kurusetra adalah datar dan agak gersang. Namun ke arah Barat lebih hijau.
Tempat pertama yang saya tuju adalah Jyotisar, masih 14 km ke sebelah barat pusat kota Kurusetra. Jyotisar adalah tempat dimana Sri Krishna menguatkan Arjuna melalui nasehat dalam bentuk gita/ mazmur/ poda untuk tidak ragu-ragu dalam memerangi sanak keluarga sendiri demi tegaknya hak dan kebenaran. Di tempat itulah diturunkan Bhagawat Gita. Di tempat itu ada pohon beringin suci (immortal banyan tree) yang dipercaya telah ada sejak zaman Barata Yudha. Di sebelahnya ada patung kereta Krisna, dan beberapa patung dewa lainnya seperti Bhasudeva dan juga patung Shiwa. Di bawahnya ada tirta/ air. Tampak beberapa peziarah merapalkan ayat-ayat suci di tangga kuil, dan tidak merasa terganggu dengan beberapa monyet yang bergelantungan di tembok-temboknya.
Di pusat kota Kurusetra ada dua museum modern yang berada dalam satu kompleks, yaitu Museum SriKrisna dan Museum Kurusetra Panorama & Science Center. Yang pertama berisi seluruh epik dan diorama Mahabrata, sedangkan yang kedua berisi panorama kemajuan India termasuk gambaran penelitian dan ekskavasi untuk membuktikan lokasi-lokasi yang disebut dalam kitab Mahabrata.
Ongkos masuk museum hanya 30 rupee. (tetapi sopir mobil yang saya sewa mengatakan untuk parkir perlu membayar 250 rupee). Petugas Museum sangat ramah dan senang mengetahui saya dari Indonesia. Oh.. welcome.. Indonesia ...Bali. Jangan-jangan baru saya orang Indonesia yang pernah mengunjungi kota ini. Museum ini juga ramai dikunjungi anak-anak sekolah. Bahkan mengetahui saya dari Indonesia, ibu guru sekolah itu mengajak saya berfoto dengan rombongan muridnya yang akan masuk museum.
 Patung yang sangat menonjol di dalam museum adalah diorama terbaringnya Bhisma Dewanggada di atas puluhan panah dikelilingi oleh para Pemuka Kurawa dan Pandawa. Bhisma adalah Putra dari Prabu Santanu dan Dewi Gangga, yang merupakan kakek Pandawa dan Kurawa. Bhisma sangat menyayangi dan mengidolakan Pandawa namun bertempur di sisi Kurawa demi sumpahnya kepada ayahnya  untuk membela Negeri Hastinapura, yang pada masa itu dipimpin ponakannya Prabu Destarata. Tempat terbaring dan gugurnya Bhisma -- di tepian sungai Saraswasti berjarak sekitar 3 km dari Jyotisar ke arah timur, ditandai dengan kuil Bhismakund, Narkatari.
Di dalam museum juga terdapat foto-foto arkeologis untuk membuktikan cerita Mahabrata. Termasuk di dalamnya adalah  sauh kapal terbuat dari  batu dari abad-abad  sebelum masehi, di lepas pantai Gujarat, yakni pantai barat paling utara dari anak benua India. Kerajaan Sri Kresna ada di situ, sebelumnya bernama kerajaan Dwaraka. Kerajaan ini tenggelam dihantam tsunami dan gelombang beberapa waktu setelah usai perang Bharatayuda. Dr.Rao C.S, arkeolog terkemuka India, dengan  thermo luminen science dating method meneliti karbon radio isotop, untuk mengetahui keakuratan umur objek batuan  tersebut.
Dalam satu ruangan lain  terdapat tiga replika  kereta perang purba. Di ruangan itu juga diperdengarkan musik-musik dan suara suara. Mirip seperti merapal ayat-ayat suci. Ada disediakan beberapa kursi untuk bermeditasi. Teduh dan damai.
Satu tempat penting lainnya di pusat kota adalah Brahma Sarovar. Satu kuil Brahma yang dikelilingi kolam raksasa dengan keliling 3,5 km. Dipercaya sebagai tempat pertama Dewa Brahma melaksanakan kurban. Direnovasi pertama kalinya oleh Raja Kuru. Dari situlah asal Kurusetra. Dipercaya apabila mandi di kolam tersebut pada saat gerhana matahari, berkahnya sama dengan pengorbanan 1000 ekor kuda (aswamedha yajnas = upacara hoda miahan).
Kuil ini juga banyak dikunjungi. Dari cara berpakaiannya sepertinya dari kalangan menengah ke bawah. Sepatu tidak diperkenankan dipakai ke dalam. Saya agak ragu membuka sepatu, takut leong (hilang). Tetapi seorang petugas (tampaknya seperti parhalado kuil) memberi isyarat dia akan menjaganya. Di dalam ada satu orang parhalado/ berkumis tebal, rambut dan baju putih sedikit kumal, berada di depan pedupaan yang ada patungnya. Saya menduga beliau adalah rohaniawan yang sedang bertugas.
Beberapa pengunjung yang berdoa/ puja meletakkan uang sekedarnya di dekatnya. saya lihat kebanyakan uang logam bernilai 1 atau 2 rupee. Ada juga uang kertas nominal 50 rupee. Â Saya ingat ketika mengunjungi kuil Sikh (Lotus temple) sebelumnya sangat hikmat. Tidak boleh mengambil foto. Tetapi di kuil Brahma ini sang Parhalado mengizinkan berfoto.Â
Saya berselfie ria dengan beliau. Setelah saya bersemedi dan merasakan aura magis di depan pedupaan itu, saya pamit, sambil tak lupa meletakkan satu lembar uang rupee. Saya letakkan yang lebih besar. Kemudian, di belakang saya masih ada umat yang akan melaksanakan puja. Tetapi ... you know what... sang Parhalado segera menyelipkan uang yang saya letakkan tersebut ke bawah lipatan tikarnya. Apakah agar tidak terlalu menonjol saya tidak tahu. Atau disembunyikan untuknya ?... ah engga kali... masa rohaniwan masih mata duitan. Engga lah ya...
Kurusetra, Â Â Â Oktober 2017
Sampe L. Purba
Penikmat  kunjungan ke tempat tempat bernilai spritual
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H