Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Freeport: Haruskah Berujung ke Arbitrase?

24 Februari 2017   20:11 Diperbarui: 24 Februari 2017   20:18 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Sampe L. Purba

Kita mengikuti pemberitaan di koran mengenai persoalan Freeport yang utamanya dipicu oleh perbedaan pendapat. Menurut PT Freeport Indonesia (PTFI) ketentuan pada Kontrak Karya menjamin mereka dapat mengekspor semua konsentrat tanpa harus dimurnikan smelter di Indonesia terlebih dahulu.

Sementara Pemerintah berpendapat apabila akan mendapatkan izin ekspor, sesuai dengan Undang-undang 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2017, Perusahaan tersebut harus merubah Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus, atau tetap sebagai Kontrak Karya dengan harus membangun pabrik pemurnian (smelter – fasilitas pengolah hasil tambang untuk meningkatkan kandungan logam seperti tembaga, emas dan perak ). Batas waktu yang diberikan oleh Undang-undang 4 tahun 2009 adalah 5 tahun yaitu sampai dengan 2014.

Tidak kurang dari Presiden dan CEO Freeport-McMoran Inc. – Induk PTFI di Amerika Serikat, dalam konferensi pers menyatakan bahwa sesuai pasal 21 Kontrak Karya, 120 hari sejak pengajuan keberatan – tanggal 17 Pebruari 2017 - apabila tidak ditemukan jalan keluar, mereka memiliki hak untuk menuntaskan sengketa ini lewat arbitrase. Tidak kalah gertak, Pemerintah menyatakan bahwa adalah hak masing masing pihak untuk membawa ke arbitrase, dan Pemerintah siap untuk menghadapinya. Namun sebagai Perusahaan, yang kepentingannya adalah bisnis dan bukan berperkara, tentu lebih bijak apabila perbedaan pendapat diselesaikan dan dirundingkan.

Klausul Penyelesaian Sengketa

Klausul penyelesaian sengketa pada Kontrak Komersial umumnya adalah ke forum arbitrase. Forum arbitrase dianggap lebih unggul dibandingkan dengan pengadilan/ litigasi karena beberapa hal, seperti agenda persidangan yang lebih fleksibel, ada kepastian tenggang waktu penyelesaian, diperiksa dan ditangani majelis arbiter yang memiliki latar belakang, pengetahuan dan pengalaman di bidangnya, berdasarkan nominasi masing masing pihak, serta sidang-sidangnya bersifat tertutup. Dengan demikian, selama, setelah dan pasca putusan arbitrase yang mengikat para pihak, putusan diharapkan dilaksanakan secara sukarela, dan hubungan bisnis tetap berjalan tanpa heart feeling. Itu teorinya. Dalam kasus Freeport, yang mengemuka adalah megaphone tone – teriakan fals dan mencekam – semacam intimidasi dan kontra intimidasi dari kedua belah pihak.

Dalam Kontrak Karya Freeport alternatif penyelesaian sengketa ada dua pilihan, yaitu dengan cara konsiliasi atau arbitrase. Konsiliasi mengacu kepada UNCITRAL Conciliation Rules 1980, Arbitrase mengacu kepada UNICITRAL Arbitration Rules 1976, yang telah diadopsi oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa.

Konsiliasi pada umumnya adalah penyelesaian sengketa secara bersahabat (amicable) dengan membangun hubungan dan saling pengertian yang positif, tidak bersifat adversarial(saling ngotot-ngototan dengan bukti masing-masing pihak), serta berusaha mendapatkan kesepahaman dan penyelesaian yang dapat diterima kedua belah pihak. Sesuai dengan pasal 16 UNCITRAL Conciliation Rules, selama proses konsiliasi tidak boleh satu pihakpun mengajukan perkaranya ke arbitrase atau pengadilan kecuali dianggap perlu untuk mempertahankan hak-haknya masing-masing.

Apabila pilihannya adalah Arbitrase, dalam UNCITRAL Arbitration Rules (ada 41 pasal), berdasarkan Model Arbitration Clause proceedingsproses penyelesaian sengketanya akan melalui empat tahap yang panjang dan melelahkan.

Pertama, Introductory Rules. Dalam tahapan ini para pihak perlu menyepakati otoritas yang memberi mandat, jumlah arbitrator, tempat melaksanakan arbitrase, dan bahasa yang disepakati. Arbitration Rules juga tunduk kepada hukum domestik. Misalnya, pembatasan dan ketentuan kualifikasi arbiter dan lain lain. Dalam Kontrak Karya Freeport dinyatakan bahwa tempat pelaksanaan persidangan adalah di Jakarta, atau ditempat lain yang disepakati. Sementara dalam Arbitration Rules menyerahkan kesepakatannya kepada kedua belah pihak.

Kedua, Komposisi Arbiter di persidangan/ tribunal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun