Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Balada Baliho Habib Rizieq, "Disembah" Lalu Dicopot dan Menakar Maksud Pangdam Jaya

21 November 2020   20:13 Diperbarui: 21 November 2020   20:20 2362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEBENARNYA sudah sejak kemarin, saya ingin mengupas soal viralnya "upacara" penghormatan baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS). Oleh sebagian malah disebut-sebut lebih tepat disebut menyembah. 

Niat itu kemudian diurungkan, karena satu dan lain hal. Namun, karena demi menghormati permintaan salah seorang rekan atau sahabat Kompasianer, Bung Reynal Prasetya, saya coba kembali untuk mengupasnya. Meski tidak lugas dan tuntas. 

Sekitar dua hari lalu, viral di media sosial sebuah unggahan video yang tidak sampai 1 menit tentang kumpulan orang berseragam putih-putih menghadap langsung pada baliho HRS berukuran besar sambil melantunkan puja-puji bernada islami terhadap Imam Besar FPI dimaksud. 

Schreensot chanel youtube
Schreensot chanel youtube
Bagiku, penghormatan tersebut sah-sah saja alias wajar. Mungkin itu sebuah bentuk kecintaan mereka terhadap HRS. Ingat hanya menghormati. Namun, bila hal itu bagian dari ritual sesembahan rasanya tak elok. 

Para pengikut HRS pasti sudah sangat paham betul bahwa yang layak disembah sesuai dengan keyakinannya yaitu Islam hanyalah Allah SWT. Bahkan, Kanjeng Rosul Muhamad SAW sekalipun tidak berhak untuk disembah. 

Jadi, jika benar maksud dalam video viral itu adalah bentuk penyembahan terhadap HRS, rasanya sangat berlebihan. Itu sama halnya telah mensejajarkan HRS dengan Allah SWT. Naudzubillah min dzalik. 

Tapi sudahlah, saya tak berhak untuk mengomentari lebih jauh. Biarlah itu menjadi tanggung jawab mereka sendiri. Toh, mereka pastinya jauh lebih mengerti soal agama dibanding saya pribadi. 

Namun, perkembangan terhadap nasib Baliho HRS itu menjadi ironi. Pasalnya, saat para pengikutnya begitu memuja dan menghormati segala atribut berbau HRS, tiba-tiba harus menerima nasib mengenaskan. 

Kopsus dari Pangdam Jaya pada, Jumat (20/11/20) justru tanpa ampun langsung membersihkan segala atribut HRS yang terpasang di setiap ruas jalan. Terutama di sekitar Petamburan, Jakarta. 

Sepintas, memang sangat berlebihan pencopotan baliho dan atribut HRS lainnya harus dilakukan Kopsus Pangdam Jaya. Sejatinya tugas tersebut menjadi kewenangan Satpol PP.

Dilihat dari sisi kewenangan memang Pangdam Jaya terlalu over acting. Namun, saya melihatnya lain. 

Dalam amatan sederhana, Kopsus Pangdam Jaya tersebut sebetulnya bukan hanya hendak mencopoti baliho, tetapi sekaligus mengirimkan pesan terhadap HRS dan kelompoknya. 

Dalam hal ini, mereka seolah ingin mengatakan bahwa mulai saat itu (sejak pencopotan baliho) TNI telah hadir untuk turut mengamankan kota Jakarta dan negara dari segala bentuk rongrongan dari siapapun. Termasuk mungkin dari HRS dan kelompoknya. 

Selain itu, mereka juga sepertinya ingin mengingatkan pada HRS dan kelompoknya jangan sampai berlaku seenaknya sendiri, seperti yang pernah dilakukan beberapa hari sebelumnya. Mengundang kerumunan massa dengan jumlah sangat besar. 

Tidak ada yang aneh sebetulnya yang dilakukan HRS dan kelompoknya. Hanya kerumunan masa dalam rangka merayakan kepulangan HRS, peringatan Maulid nabi dan acara nikahan. Cuma masalahnya hanya momentumnya saja tidak tepat. 

Di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya menekankan terhadap seluruh warga negara untuk mentaati protokol kesehatan Covid-19. Habib Rizieq dan pendukungnya seolah tak peduli dan tidak takut. Malah, kesannya mereka sengaja unjuk kekuatan dan menantang. 

Kenapa bisa dikatakatan menantang? Jawabnya jelas. Kerumunan massa dengan jumlah besar tersebut tidak terjadi sekali, tetapi tiga kali dalam waktu berdekatan. Pertama acara penjemputan, kedua peringatan Maulid nabi dan terakhir acara nikahan putrinya HRS. 

Selain itu, rencananya HRS dan kelompoknya akan menggelar kerumunan massa yang akan jauh lebih besar. Yakni, reuni akbar 212 di Monas, Rabu (2/11/20). Dan, kemudian rod show HRS ke beberapa daerah di Indonesia. 

Karena hal itu, pemerintah sudah tidak bisa tinggal diam. Cukup sudah publik mencap pemerintah tak ada nyali, pemerintah ciut dan pemerintah lembek seperti ramai dibicarakan warganet. Kini, saatnya pemerintah unjuk kekuatan dan bertindak tegas. 

Jika ada anggapan HRS dan kelompoknya bukan musuh negara memang betul. Namun, jika mereka terus-terusan show offorce kerumunan massa dengan jumlah besar dimasa pandemi, tentu bakal sangat membahayakan bagi negara dan masyarakatnya. 

Maka di sini kehadiran tentara sangat dibutuhkan. Karena mungkin keberadaan apatat kepolisian apalagi Satpol PP tidak sanggup menghadangnya. 

Pro kontra terhadap tindakan Pangdam Jaya terus bergulir hingga sekarang. Biarlah, itu namanya juga bagian dari demokrasi.

Yang pasti, dengan turunnya Pangdam Jaya bisa meminimalisir kerumunan massa yang disebabkan oleh HRS dan kelompoknya dimasa mendatang. Setidaknya hingga pandemi telah benar-benar enyah dari negara ini. 

Untuk kedepannya jika mereka hendak melakukan kerumunan massa asal pandemi telah berlalu dan tidak neko-neko terhadap kedaulatan bangsa dan negara, saya rasa siapapun tak ada yang berhak melarangnya. Toh, kebebasan berserikat dan berkumpul dijamin oleh undang-undang. 

Namun, dimasa pandemi ini hendaklah menahan diri. Mari kita sama-sama saling rapatkan barisan guna memutus rantai penyebaran virus Korona dengan cara mentaati protokol kesehatan. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun