Dimanakah Menhan  ?Akankah diam dan terus menanam singkong sampai terjadi "Perang" Sesama Saudara  ?
NARASI di atas merupakan cuitan twitter dari pemilik akun @NenkMonica. Dilihat dari cuitannya, pemilik akun ini jelas sedang mengungkapkan rasa kecewa terhadap Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.Â
Seperti diketahui, hari ini, Jumat (20/11/20) tengah viral aksi TNI AD yang mencopoti segala atribut yang berbau Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhamad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq Shihab (HRS). Mulai dari spanduk, baliho dan banner, di Petamburan, Jakarta.Â
Namun, lupakan hal tersebut. Saya kira, Mayor Jendral Dudung mempunyai alasan jelas, kenapa pihaknya melakukan pencopotan terhadap segala atribut berbau HRS.Â
Persoalannya, pencopotan atribut HRS itu bisa saja memantik kemarahan publik. Khususnya pendukung fanatik HRS. Jika ini terjadi, bisa dipastikan akan cukup banyak menelan korban jiwa diantara kedua belah pihak.Â
Bukan perkara menang kalah. Tapi, masalah kondusifitas keamanan negara. Lagi pula yang dihadapi TNI AD ini bukan musuh dari belahan dunia lain, tetapi masih sesama warga negara Indonesia.Â
Jika HRS dan kelompoknya bersalah, saya pribadi pun bisa mengatakan dengan pasti. Ya, mereka bersalah. Sebab, telah membuat gaduh publik dengan mengundang kerumunan massa dengan jumlah besar. Padahal, situasi negara sedang dilanda wabah pandemi virus Korona (Covid-19).Â
Dalam hal ini, HRS dan kelompoknya seolah tak mengerti aturan yang telah ditetapkan pemerintah tentang prtotokol kesehatan. Mereka pula seperti menganggap negara ini cetek dan tidak memiliki keberanian untuk menindak tegas.Â
Arogansi dan rasa pede kelewat tinggi ini membuat HRS lupa. Manusia pengecut dan penakut pun bila terus menerus menghadapi tekanan bisa berbuat nekat dan balik menyerang. Apalagi ini negara. Mereka bukannya ciut dengan show offorce ala HRS. Akan tetapi lebih ke arah menghindari konflik internal.Â
Benar saja, saat HRS lupa daratan, pemerintah tidak mau terus tinggal diam. Puncaknya, mereka lewat perintah Pangdam Jaya bergerak dan mencopoti seluruh atribut HRS.Â
Sepintas itu hanya spanduk, baliho atau banner yang harganya boleh jadi nggak seberapa. Tapi, bagi HRS dan pendukungnya semua itu adalah harga diri dan kehormatan yang tidak bisa diukur dengan besarnya rupiah.Â
Masih ingat saat bendera PDI Perjuangan dibakar kelompok PA 212? Bila tidak segera diredam oleh ketua umumnya, bukan mustahil bakal terjadi kericuhan luar biasa. Seluruh kader banteng kala itu murka, karena merasa harga dirinya diinjak-injak.Â
Pun, dengan HRS dan kelompoknya dipastikan merasa marah dan kecewa. Beruntung sejauh ini belum terjadi hal-hal buruk. Namun, siapa berani menjamin kalau HRS dan kelompoknya bakal diam saja?Â
Nah, sebelum hal ini terjadi, mestinya Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto membuktikan peranannya. Sebagai Menhan, tentu dia tidak hanya menjamin keamanan negara dari serangan musuh dari luar. Tapi, menjaga kondusifitas keamanan di dalam negeri.Â
Namun, alih-alih tampil paling depan, mantan Danjend Kopasus itu hampir tidak pernah muncul ke hadapan publik dalam beberapa waktu terakhir. Terutama, saat HRS kembali ke tanah air, Selasa (10/11/20) lalu.Â
Bahkan, saat sejumlah pihak meminta Prabowo turut menjemput kedatangan HRS, yang bersangkutan bak hilang ditelan bumi.Â
Apa yang terjadi pada Prabowo? Tentu masih misteri. Akan tetapi, dalam kesempatan ini saya akan coba telisik sesuai dengan kemampuan.Â
Hipotesa sederhana saya mengatakan, Prabowo tengah berada di persimpangan jalan. Meski dikenal sebagai mantan tentara yang tegas, saya kira Prabowo masih belum bisa melupakan hubungan dekatnya dengan HRS. Mereka pernah bersahabat sewaktu mantan suami Titiek Soeharto itu berada di luar ring pemerintahan.Â
Saking dekatnya, pada Pilpres 2019 lalu, bahkan Prabowo sempat berjanji bila dirinya terpilih jadi presiden akan menjemput langsung HRS di Arab Saudi dengan pesawat jet pribadinya. Niat itu urung terwujud, karena dia kembali takluk oleh keperkasaan Jokowi.Â
Kini, romansa Prabowo dengan HRS harus sedikit ternoda, karena konstelasi politik hari ini telah banyak berubah. Rival utama Jokowi dalam dua kali Pilpres (2014 dan 2019) tak sepaham lagi dengan sikap politik HRS. Prabowo telah menjadi bagian dari pemerintahan.Â
Ini yang menurutku jadi alasan Prabowo lebih memilih tiarap. Ibarat makan buah simalakama, dia akan dicap sebagai pembangkang bila turut menjemput dan "membela" HRS.Â
Sebaliknya, bila Prabowo terlalu berpihak pada pemerintah, sepertinya dia pun masih belum bisa melupakan romansa persahabatannya dengan HRS. Dan, Ketua Umum Partai Gerindra ini tentu akan menghindari cibiran dari HRS dan kelompoknya.
Seperti diketahui, tak sedikit pihak menyebut Prabowo sebagai pengkhianat ketika memutuskan bergabung dengan pemerintah.Â
Jadi intinya menurut saya, Prabowo memang sengaja tiarap. Dia terjebak dalam dua sisi yang berbeda. Persahabatannya dengan HRS tak bisa lagi dirajut erat, karena posisinya telah menjadi seorang pejabat---Menhan pada kabinet Jokowi.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H