SAH! akhirnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump harus mengakui keunggulan penantangnya, Joe Biden. Sesuai dengan ketentuan sistem hitung electoral college, politisi dari Partai Demokrat tersebut sejauh ini telah menembus 290 electoral vote. Melebihi batas minimal untuk memenangkan pertarungan, 270 suara.Â
Kalah menang dalam suatu kompetisi tentu hal biasa. Namun, kekalahan Donald Trump atas Joe Biden kali ini terasa sedikit "merusak" budaya kepemimpinan AS dalam tiga dekade terakhir.Â
Seperti diketahui, dalam kurun waktu tersebut di atas, Presiden Negara Ucle Sam tersebut biasanya menjabat dua periode. Alias, tidak menelan kekalahan dalam kontestasi Pilpres berikutnya.Â
Tengok saja, Bill Clinton yang sukses mengalahkah calon Petahana, George H.W Bush pada Pilpres 1992 sukses mempertahankan jabatannya pada Pilpres berikutnya. Kemudian, George W Bush (putra dari George H.W Bush) juga mampu bertahan dua periode. Pun dengan Barrack Obama meneruskan "budaya" dua periode dimaksud.Â
Dengan begitu, kekalahan Donald Trump merupakan fakta bahwa dia sebagai presiden pertama AS dalam tiga dekade terakhir yang gagal mempertahankan kursi kekuasaannya.Â
Namun demikian, Donald Trump bukan presiden pertama dalam sejarah Pilpres AS, yang hanya mampu bertahan satu peiode. Sebelumnya telah ada sembilan presiden lainnya mengalami nasib serupa.Â
Berikut nama ke-9 Presiden AS yang gagal mempertahankan kekuasaannya. Dikutip dari Sindonews.com :Â
1. John Adams (1797-1801) kalah dari Thomas Jefferson pada 1800Â
2. John Quincy Adams (1825-1829) kalah dari Andrew Jackson pada 1828Â
3. Martin Van Buren (1837-1841) kalah dari William Henry Harrison pada 1840Â
4. Grover Cleveland (1885-1889) kalah dari Benjamin Harrison pada 1888Â
5. Benjamin Harrison (1889-1893) kalah dari Grover Cleveland pada 1892Â
6. William H. Taft (1909-1913) kalah dari Woodrow Wilson pada 1912Â
7. Herbert Hoover (1929-1933) kalah dari Franklin D. Roosevelt pada 1932
8. Jimmy Carter (1977-1981) kalah dari Ronald Reagan pada 19800Â
9. George H.W. Bush (1989-1993) kalah dari Bill Clinton pada 1992Â
Kendati demikian, pemilihan presiden AS belum benar-benar selesai. Donald Trump sebelumnya pernah berkoar bakal mengajukan gugatan hasil pilpres pada Mahkamah Agung (MA) negara setempat.Â
Dengan kata lain, Trump akan terus berupaya menjegal kemenangan Joe Biden. Atau seperti yang pernah dilakukan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu.Â
Fakta lain kekalahan Donald Trump atas Joe Biden merupakan "Karpet Merah" bagi Kamala Harris membuat sejarah baru bagi sejarah politik AS. Harris akan didapuk menjadi wakil presiden perempuan kulit hitam sekaligus blasteran India-Jamaika pertama dalam sejarah AS.Â
Tentu, ini akan menjadi momentum dan harapan baru bagi banyak pihak, khususnya kaum minoritas yang berada di Negara Paman Sam tersebut. Seperti diketahui, di bawah kepemimpinan Trump, kaum imigran ini selalu diperlakukan diskriminatif dan persekusi.Â
Hal ini menjadi momentum bagi banyak pihak yang optimis akan perbaikan atas nilai-nilai perlindungan terhadap imigran, perempuan serta keturunan kulit berwarna yang selama ini mendapatkan persekusi dan diskriminasi di bawah pemerintahan Trump.Â
Biden Menang, Prabowo TerancamÂ
Sementara, fakta lain dari kekalahan Donald Trump ini, saya jadi teringat atas ramalan pakar komunikasi sekaligus pengamat politik, Prof. Tjipta Lesmana.Â
Prof. Tjipta sempat mengutarakan analisanya di salah satu media massa arus utama, bahwa jika Joe Biden berhasil memenangkan pertarungan Pllpres AS bisa mengancam niat Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menuju kursi Indonesia 1 pada Pilpres 2024 mendatang.Â
Dalam pandangan Prof. Tjipta, bila Joe Biden menjadi Presiden AS diprediksi akan getol menyuarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Dengan begitu, hampir dipastikan Biden tidak akan mendukung siapapun kandidatnya yang memiliki rekam jejak terhadap pelanggaran HAM dimaksud. Bagaimanapun, menurutnya Indonesia akan terseret untuk selaras dengan kepentingan AS.Â
Untuk itu, Prof. Tjipta mengatakan, Prabowo Subianto bukan tidak mungkin akan kembali gagal menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia. Karena, Ketua Umum Partai Gerindra itu diduga terlibat pada kasus penculikan aktivis mahasiswa pada tahun 1997-1998 silam. Saat dirinya masih aktip di militer.Â
Boleh jadi ramalan atau analisa tersebut di atas benar adanya. Namun, yang patut diingat adalah bahwa isu pelanggaran kerap menyerang Prabowo setiap kali dirinya maju Pilpres.Â
Hasilnya sama-sama kita saksikan bersama, Prabowo memang selalu kandas dalam tiga kali keikutsertaannya pada pesta demokrasi lima tahunan dimaksud. Namun, saya rasa hal itu bukan karena isu pelanggaran HAM.Â
Buktinya, hingga hari ini dugaan itu tidak terbukti. Saya kira, kekalahan Prabowo saat itu karena rival-rivalnya luar biasa tangguh.Â
Sebut saja pada Pilpres 2009 saat masih jadi cawapres Megawati Soekarnoputri. Lawan berat ada dalam diri Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu pendiri Partai Demokrat ini begitu banyak simpati publik dengan politik playing victim dan penampilan fisiknya yang dianggap mayoritas kaum emak-emak sangat pantas menjadi pemimpin.Â
Kemudian pada Pilpres 2014 dan 2019 lagi-lagi Prabowo harus dipertemukan dengan lawan tangguh dalam diri Joko Widodo (Jokowi). Saat itu Jokowi memang benar-benar tengah naik daun dan sangat disukai publik.Â
Jokowi kala itu dianggap representasi kepemimpinan yang tepat bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Hal ini karena dia dinilai sederhana dan merakyat dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga mengundang banyak simpati publik.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H