Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Esek-esek Sumedang Banting Harga hingga Rp 50 Ribu

23 Oktober 2020   20:16 Diperbarui: 3 Juni 2021   14:45 3125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUMEDANG hanyalah kota kecil yang ada di Jawa Barat. Sebuah kota yang kata sebagian pengunjung cukup aman, damai, sejuk, eksotik dan kaya akan fanorama alam.

Mungkin tak akan banyak menduga kalau kota kecil ini tetnyata menyimpan banyak cerita tentang kehidupan esek-esek. Kehidupan ini di Sumedang sudah layaknyanya terjadi di kota-kota besar.

Banyak ragam yang diperbuat para wanita "penggoda" atau penjaja kehangatan tubuh dalam menawarkan jasa seks-nya. Misal via online atau biasa disebut open Booking Order (BO) atau langsung menawarkan diri di tempat-tempat karoke. Bahkan ada juga yang mangkal di warung remang-remang atau tempat khusus berkedok tempat pijit.

Menurut pengamatan saya dalam beberapa tahun terakhir, kehidupan para wanita yang terjun pada bisnis prostitusi tersebut cukup wah. Mereka bisa mengontrak rumah yang cukup mahal. Biasanya ini berlaku bagi wanita-wanita dengan status mahasiswi dari kabupaten lain. Bahkan, sebagian ada yang mampu membeli roda dua maupun mencicil roda empat.

Wajar, karena ternyata tarif yang dipatok untuk sekali kencan ada yang mencapai Rp. 1.000.000 untuk short time. Kembali, tarif ini biasanya dipatok oleh mahasiswi atau anak sekolah yang masih duduk di tingkat SLTA.

Sementara wanita-wanita yang statusnya bukan pelajar atau mahasiswi, rata-rata mematok tarif antara Rp. 300.000 hingga Rp.500.000 untuk sekali kencan. Tarif ini bisa membengkak jadi dua kali lipat apabila si pelanggan atau pria hidung belang meminta jatah layanan lebih. Maksudnya tambahan waktu alias long time.

Baca juga: Lokalisasi PSK Nongsa Batam Tetap Buka di Kala Pandemi Covid-19

Tapi, ini terjadi saat pandemi virus Korona belum mewabah dan tempat hiburan malam seperti karoke masih beroperasi seperti biasanya.

Kini, kala sektor-sektor ekonomi mengalami penurunan rupanya berdampak besar juga pada urusan bisnis esek-esek. Dari mana aku tahu hal ini?

Kisahnya dimulai saat aku dan dua rekan sahabat tengah asik menikmati minum kopi di salah satu kedai di tengah kota. Kedai kopi ini memang kerap menjadi tempat nongkrongku dan rekan lainnya, karena menawarkan kenikmatan kopi asli hasil olahan para petani Sumedang. 

Tak hanya itu, di kedai ini juga dilengkapi dengan makanan dan minuman lainnya.

Saat kami asik bercengkrama sambil ngobrol ngalor-ngidul sambil menikmati suasana malam, tiba-tiba masuk dua perempuan. Satu wanita manis dengan usia tak lebih dari 22 tahun dan satunya lagi berusia sekitar 28 tahun. Tapi tidak kalah menarik.

Jujur, aku kenal dengan kedua wanoja tersebut. Bahkan pada yang usianya lebih tua justru cukup akrab. Dia salah seorang mucikari yang biasa dipinta bantuan apabila ada salah seorang sahabat membutuhkan kehangatan pelukan wanita malam. Sebut saja namanya Ros (bukan nama sebenarnya).

"Ros..!" Aku coba memanggilnya.

Spontan Ros pun mencari arah suara yang memanggilnya. Lalu, dia memandangku sambil melemparkan senyum. Dia bersama satu wanita lainnya pun ikut bergabung.

"Wah, sepertinya mau pesen, ya?" tanpa sungkan Ros langsung straight to the poin. Maksud pesen di sini adalah memesan wanita tentunya.

Aku yang sudah paham dengan makusdnya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Nggak, lah. Kita hanya sekadar nongkrong saja sebelum pulang."

"Oh," jawab Ros datar. Raut mukanya tampak sedikit kecewa.

Setelah beberapa lama kami berlima ngobrol, aku mulai iseng bertanya tentang kegiatan Ros sekarang. Dengan enteng dia mengaku masih menjalankan profesi lamanya sebagai mucikari.

Baca juga: Menjebak PSK, antara Patriarki dan Kedok Agama

"Oh, gitu? Asik dong banyak duit," aku sedikit menggodanya.

Ternyata godaanku itu ditanggapi kurang senang oleh Ros. Dia mengaku dalam beberapa bulan terakhir penghasilannya turun drastis.

"Banyak duit apaan. Repot sekarangmah, ah."

"Koq, repot. Emangnya kenapa?" Aku pura-pura tidak paham.

Dengan gamblang Ros mengaku bahwa semenjak banyak tempat hiburan tutup, jarang sekali pria hidung belang yang mengontaknya untuk memesan wanita wanita-wanita yang dia asuh. Dalam seminggu paling cuma tiga atau empat orang saja. Bahkan, parahnya dia pun kadang suka menerima order sendiri kalau ada pria yang menginginkannya.

Padahal sebelum pandemi, dalam sehari dia bisa menerima pesanan hingga lima atau enam orang pria hidung belang. Untuk itu dia hanya ongkang-ongkang kaki sambil menikmati uang komisi dari para wanita yang mendapatkan order.

Lebih jauh, Ros pun mengungkapkan bahwa tarif yang dia patok untuk sekali kencan tidak segede pada saat belum pandemi. Dulu Ros mematok tarif paling mahal hingga Rp. 700.000 untuk wanita muda cantik dan masih baru. Sedangkan termurah Rp. 300.000 untuk wanita yang peminatnya mulai kurang.

Akan tetapi, sekarang dia harus banting harga. Tarif paling mahal Rp. 250.000. bahkan, jika wanita asuhan mau, Rp. 150. 000 pun dilepas.

Menurutnya, tarif yang dia terapkan itu masih mending. Dia pernah mendapat keluhan dari salah seorang rekannya sesama wanita malam. Si wanita itu sempat merelakan tubuhnya dinikmati lelaki hidung belang hanya dengan tarif Rp. 50.000, demi bisa memberikan uang jajan untuk anaknya.

Padahal, masih menurut Ros, wanita yang disebutkannya itu biasaanya memasang tarif sekitar Rp. 200. 000.

"Makanya saya ingin wabah ini cepat beres. Mau cari kerja lain juga apa. Sekarang apa-apa serba susah," ungkap Ros.

Baca juga: Cerita Gadis 15 Tahun Menjadi PSK di Jepang

Mendengar pengakuan Ros, aku dan kedua rekan lain hanya bisa mengamini pernyataannya. Tanpa mampu memberi solusi apapun.

Kalaupun kita bertiga pura-pura idealis dengan cara menasehati agar bertaubat dan mencari pekerjaan lain pun rasanya hanya akan menyulitkan kami. Soalnya, akan diberondong dengan pertanyaan susulan dari Ros dan wanita satunya lagi

Dan, dipastikan aku dan kedua rekanku tidak bisa menjawab dan memberikan solusinya.

Tak terasa waktu pun berlalu. Kopi yang kita minum pun telah habis. Dan, kita semua akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun