PASCA terjadinya aksi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di sejumlah daerah yang berlangsung dari tanggal 6 hingga 8 Oktober 2020 membuat konstelasi politik memanas.Â
Beberapa tokoh politik dicurigai bahkan dituduh sebagai dalang. Salah satu contohnya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Kelompok Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Kedua pihak ini dicurigai karena memang sebelumnya telah getol menyuarakan penolakan UU Ciptaker yang dinilai bakal merugikan kaum buruh di tanah air. Bahkan, pihak KAMI siap bergabung dengan buruh dan mahasiswa untuk sama-sama menolak produk legeslasi yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.
Dalam perjalanannya, SBY mengklarifikasi bahwa tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan. Menurutnya tuduhan tersebut adalah fitnah keji dari pihak yang tak menyukainya. Presiden ke-6 ini pun hingga hari ini aman.
Tidak halnya dengan KAMI. Sejumlah petinggi dan anggota kelompok yang dideklarasikan pada 18 Agustus tersebut ada yang terpaksa berurusan dengan pihak kepolisian.
Sejauh ini telah delapan orang yang diamankan aparat kepolisian. Empat orang ditangkap di Jakarta dan empat lainnya di Medan, Sumatera Utara.
Adapun nama-nama petinggi dan anggota KAMI yang tertangkap itu adalah Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin. Penangkapan terhadap kedelapan orang tersebut diduga kuat telah menyebarkan rasa kebencian dan isu hoaks terkait UU Ciptaker pada grup WhatsApp.
Peristiwa ditangkapnya petinggi dan anggota KAMI ini memantik sejumlah kritik terhadap pemerintah, khususnya kepolisian Republik Indonesia. Mereka dinilai telah mempersempit kebebasan berpendapat dan ruang kritik publik. Dan, hal tersebut dianggap telah melenceng jauh dari semangat reformasi.
Namun begitu, Kapolri, Jendral Idham Azis, dengan tegas mengatakan, pihaknya tidak akan pandang bulu dan mentolerir terhadap tindakan atau prilaku yang akan mengancam kondusifitas dan keamanan negara