RANCANGAN Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang baru disahkan DPR bersama pemerintah lewat Sidang Paripurna, Senin (5/10/2020) menuai presepsi berbeda di kalangan elite politik tanah air. Menariknya beda pandangan tersebut terjadi dalam satu gerbong partai yang sama.Â
Hal tersebut menandakan bahwa Omnibus Law RUU Ciptaker masih sangat menyisakan ruang untuk diperdebatkan. Sebab, jika benar-benar yakin memihak terhadap rakyat atau sebaliknya, penulis rasa perbedaan presepsi di internal partai kemungkinan kecil terjadi.Â
Tengok saja Partai Demokrat yang sudah sama-sama kita ketahui menolak keras pengesahan RUU Ciptaker. Bahkan, penolakan tersebut disertai aksi walk out saat Sidang Paripurna DPR berlangsung.Â
Meski dalam pandangan penulis sikap tegas Partai Demokrat ini didasari kemungkinan. Pertama karena memang RUU Ciptaker tersebut bakal sangat merugikan kaum buruh. Dan, yang kedua adalah strategi politik Partai Demokrat untuk meraih simpati rakyat, khususnya kaum buruh.Â
Sejatinya sikap Partai Demokrat ini diamini oleh seluruh kader. Nyatanya tidak. Salah satu buktinya datang dari Ferdinand Hutahaean.Â
Siapapun masyarakat politik tanah air mahfum, Ferdinand adalah salah satu kader partai yang kerap membela partainya mati-matian. Dia rela berdebat dengan siapapun apabila ada lawan politik yang menyerang Partai Demokrat.Â
Namun, dalam kasus RUU Ciptaker, pria kelahiran Sumatera Utara, 18 September 1977 itu memilih sikap berbeda. Dia justru mendukung Undang-Undang "Sapu Jagat" tersebut disahkan, karena sejalan dengan Pancasila demi masyarakat berkeadilan sosial.Â
Beda pandangan ini bukan main-main. Ferdinand dengan tegas akhirnya mengundurkan diri dari partai yang telah membesarkan namanya tersebut. Selanjutnya, Direktur eksekutif Energi Watch Indonesia (EWI) ini dikabarkan akan lebih mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).Â
Sikap yang ditunjukan Ferdinand ini adalah napak tilas dari apa yang pernah diakukan Ruhut Sitompul. Dia dikenal sangat dekat dengan SBY dan Partai Demokrat, namun akhirnya membelot membela Presiden Jokowi.Â
Tapi, terlepas sikap beda Ferdinand ini ada maksud lain, namun yang pasti dia sudah tegas berani mengambil risiko. Melepas atribut partainya terdahulu, Partai Demokrat.Â
Sikap yang menurut penulis tergolong berani ini belum tentu mampu dilakukan oleh politisi Partai Gerindra, Fadly Zon. Padahal, sikap mantan Wakil Ketua DPR periode 2014 - 2019 ini juga bersebrangan dengan partainya.Â
Benar, hingga hari ini belum ada kepastian sikap Partai Gerindra dan Prabowo Subianto terkait RUU Ciptaker dimaksud. Namun, dengan tidak ada penolakan tegas seperti yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kemungkinan besar partai berlambang kepala burung garuda itu setuju atas RUU Ciptaker.Â
Namun, Fadly Zon tegas menyatakan penolakannya dan memohon maaf karena Omnibus Law Cipta Kerja akhirnya disahkan, termasuk disetujui oleh partainya di parlemen.Â
"Saya minta maaf tak bisa cegah Omnibus Law. Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tak dapat mencegah disahkannya UU ini. Saya bukan anggota Baleg," demikian kata Fadly. (Suara.com).Â
Dari sikap Fadly tersebut sudah bisa ditebak bahwa dia lebih memilih aman dan bersikap abu-abu. Dia menghindar dari kecaman atau cibiran masyarakat termasuk kaum buruh. Dan, posisinya di Partai Gerindra tetap aman.Â
Sikap seperti ini memang kerap dipertontonkan oleh kebanyakan politisi tanah air. Pura-pura pro rakyat, namun nayatanya mereka sedang menyelamatkan karir dan kepentingan politiknya sendiri.Â
Adian AbstainÂ
Beda dengan Ferdinand dan Fadly Zon yang jelas pernyataan sikapnya terkait Omnibus Law RUU Ciptaker. Politisi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu justru lebih memilih abstain alias tidak memihak.Â
Mantan aktivis 1998 ini memilih tidak melontarkan pernyataan-pernyataan yang menyerang pemerintahan Presiden Jokowi terkait Omnibus Law yang baru disahkan DPR RI. Namun begitu, dia juga tidak memberikan pujian dengan produk Undang-Undang ini.Â
Dikutip dari Tribunnews.com, Adian justru lebih menyoroti tentang adanya isu penumpang gelap pada saat terjadi aksi demo penolakan RUU Ciptaker. Dia menilai terlalu dini menyimpulkan bahwa aksi massa tersebut ditunggangi, Jumat (9/10).Â
Kata Adian, mereka yang menuduh demo ditunggangi, akan berbalik menjadi beban, karena harus membuktikan ucapannya.Â
"Menurut saya yang menjadi beban menuduh ditunggangi, membuktikan penunggangnya ada. Buktikan saja. Kalau saya menganggap terlalu cepat kita simpulkan," jelasnya.Â
Menurut dia ekspresi penolakan masyarakat, mahasiswa maupun elemen buruh terhadap produk undang - undang yang dibentuk DPR adalah hal wajar. Pro kontra tidak akan lepas dari sebuah produk hukum yang dibentuk.Â
Dengan adanya beda presepsi dari ketiga politisi tersebut di atas boleh jadi hal biasa terjadi dalam kancah politik. Namun, kali ini situasinya berbeda.Â
RUU Ciptaker masih terlalu banyak misteri dan disinformasi. Artinya, sikap berlainan dari ketiga politisi tadi hanya akan membuat rakyat lebih bingung.Â
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI