Sehari setelah peringatan Proklamasi kemerdekan Republik Indonesia (RI) ke-75, sejumlah tokoh nasional yang kerap berseberangan dengan pemerintah berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta.
Apa yang terjadi? Rupanya mereka tengah mendeklarasikan kelompok baru yang katanya menitik beratkan pada pergerakan moral. Kelompok itu diberi nama Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).Â
KOALISI Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah sebuah kelompok (yang katanya) pergerakan moral untuk menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari keterpurukan. Baik itu ekonomi, sosial, budaya, hingga politik dan demokrasi.Â
KAMI diisi oleh begitu banyak tokoh nasional yang selama ini kerap bersinggungan dan kerap mengkritisi pemerintah. Sebut saja diantaranya, Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Muhamad Said Didu, Gator Nurmantyo, Refly Harun dan Rizal Ramli.Â
Deklarasi KAMI tidak berjalan mulus. Soalnya sejumlah kalangan menilai bahwa kelompok ini bukan semata-mata ingin menyelamatkan tanah air, tetapi tersembunyi agenda lainnya. Politik.Â
Tudingan-tudingan ini langsung dibantah. Mereka besikukuh, KAMI hadir murni sebagai gerakan moral serta mengingatkan pemerintah mengenai sejumlah masalah yang tengah terjadi di tanah air.Â
Jika bantahan tersebut langsung dipraktikan dalam bentuk aksi nyata, mungkin masyarakat yang tadinya sangsi bisa jadi percaya. Namun, realitanya tak demikian.Â
Alih-alih turun langsung ke masyarakat dengan membawa sederet aksi nyata dan solusi untuk mengeluarkan masyarakat dari masalah. Seperti kesehatan dan kesulitan ekonomi akibat pandemi, KAMI malah seolah ingin menonjolkan kekuatannya.Â
Selepas deklarasi di Tugu Proklamasi, kerja mereka hanya pelesiran ke berbagai kota di tanah air. Tujuannya mendeklarasikan KAMI di tiap kota yang dikunjungi tersebut.Â
Terakhir, mereka datang ke Surabaya. Namun, di kota Pahlawan itu deklarasi KAMI yang asalnya dikonsentrasikan di Gedung Juang 45 itu dijegal dan kemudian dibubarkan, karena dianggap tak memiliki izin. Mereka akhirnya menggelar acara di rumah Jabal Nur, Jalan Jambangan Surabaya, Senin (28/9/2020) siang.
Sebelumnya, penolakan deklarasi KAMI juga sempat terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, warga setempat khawatir deklarasi tersebut akan memicu klaster baru virus Korona.
Gatot OffsideÂ
Sebagaimana telah disinggung, KAMI diprakarsai oleh begitu banyak tokoh nasional. Namun, setiap kali pelaksanaan deklarasi di tiap kota, tokoh sentralnya selalu itu-itu saja. Siapa lagi kalau bukan mantan Panglima TNI, Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo.Â
Bagi penulis ini menarik. Penulis curiga, selain melakukan konsolidasi untuk memperkuat posisi KAMI, ada agenda lain yang sedang diemban. Yakni, memperkenalkan nama Gatot agar lebih dikenal oleh khlayak masyarakat tanah air. Tujuannya adalah Pilpres 2024.Â
Ya, Gatot sepertinya tengah berupaya untuk mencari massa seluas-luasnya, agar popularitas dan elektabilitasnya terdongkrak. Dengan demikian, siapa tahu saja ada partai politik yang tertarik meminangnya.Â
Kecurigaan ini tentu bukan tanpa alasan. Sebelumnya sudah banyak pihak yang mencurigai, bahwa KAMI hadir sebagai jembatan mereka menuju kursi kekuasaan. Bahkan, Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, pernah terang-terangan menyindir kelompok ini dibentuk oleh tokoh-tokoh yang ingin menjadi presiden.Â
"Kemarin-kemarin ada pemberitaan, ada orang yang bentuk KAMI. Wah KAMI itu kayaknya banyak banget yang kepingin jadi presiden," ujar Megawati, saat memberikan pengarahan pada Sekolah Partai Gelombang II Calon Kepala Daerah secara virtual, Jakarta, Rabu (26/8). Dikutip dari Sosok.id.Â
Bagi penulis, pernyataan Megawati ini mungkin ada benarnya. Sebab, sudah sama-sama kita ketahui bahwa salah seorang deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo memang pernah secara terang-terangan ingin mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2019.Â
Hanya saja keinginannya tersebut harus dikubur dalam-dalam, mengingat tidak ada partai yang meliriknya. Seluruh partai di tanah air sudah menjatuhkan pilihannya pada dua sosok sentral. Jokowi dan Prabowo Subianto.Â
Salahkah Gatot Nurmantyo jika masih berkeinginan nyapres? Jelas tidak. Sebab, nyapres adalah hak bagi seluruh warga Negara Indonesia, selama mampu memenuhi aturan yang berlaku.Â
Hanya saja, menurut hemat penulis, Deklarasi KAMI yang dimotori Gatot Nurmantyo bersama kolega di beberapa daerah pergerakan kurang tepat, bahkan mungkin offside. Pasalnya, saat ini tanah air tengah menghadapi pandemi Virus Korona (Covid-19).Â
Betapa tidak, salah satu upaya pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran virus asal Wuhan, China tersebut adalah dengan cara melaksanakan protokol kesehatan (Prokes) seketat mungkin. Salah satunya menghindari kerumunan massa.Â
Namun, apa yang dilakukan Gatot Nurmantyo bersama kolega justru sebaliknya. Deklarasi yang mereka lakukan hampir pasti melibatkan massa dengan jumlah cukup banyak. Hal ini bukan tidak mungkin akan memunculkan klaster baru. Dan, penyebaran virus Korona akan semakin sulit dipatahkan.Â
Oleh karena itu, izinkan penulis bertanya pada Bapak Gatot Nurmantyo. Apakah bapak sadar bahwa kegiatan bapak ini kemungkinan besar akan memicu lahirnya klaster baru? Kalau bapak sadar. Kenapa bapak terus ngotot untuk memaksakan deklarasi ini? Tidakah bapak bisa menahan diri dulu sampai pandemi ini benar-benar musnah atau setidaknya penyebaran virus sudah melandai?Â
Kalau bapak dan seluruh tokoh yang tergabung dalam KAMI benar-benar ingin menyelamatkan Indonesia, penulis kira sekaranglah saatnya, dan itu sangat mudah. Bapak cukup menahan diri untuk tidak mengumpulkan banyak orang pada mada pandemi.Â
Semoga bapak bisa mengerti, dan maafkan atas segala kelancangan ini, pak.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI