Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gatot Nurmantyo Ikuti Jejak Drama "Politik Korban" SBY?

24 September 2020   11:09 Diperbarui: 24 September 2020   11:17 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MANTAN Panglima TNI, Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo, hampir selalu menghiasi pemberitaan media massa tanah air dalam beberapa waktu terakhir. Atau, tepatnya sejak dia menjadi salah seorang deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). 

Sebagaimana diketahui, KAMI sejak dideklarasikan, tak henti-hentinya menyedot perhatian publik. Bukan karena nama, tetapi lebih ke sejumlah tokoh yang tergabung di dalamnya. 

Dalam kelompok yang katanya mengedepankan pergerakan moral tersebut diisi oleh tokoh-tokoh nasional yang selama ini dipandang bersebrangan dengan pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebut saja diantaranya, Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Muhamad Said Didu, Rizal Ramli, Refly Harun, belakangan menyusul nama politisi senior, Amien Rais, dan tentu saja Gatot Nurmantyo sendiri. 

Dengan alasan bergabungnya sejumlah tokoh di atas, publik menduga bahwa kelompok ini memiliki hidden agenda. Yang paling mengemuka adalah adanya agenda politik, terlebih di sana ada nama Gatot Nurmantyo yang pernah memiliki syahwat mencalonkan diri jadi Presiden RI. Pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah ini pernah berhasrat nyapres pada Pilpres 2019, tetapi gagal. 

Nah, salah satu alasan itu Gatot hampir selalu menghiasi pemberitaan media massa. Ditambah lagi dalam beberapa waktu belakangan, dia kerap melontarkan pernyataan-pernyataan cukup kontoversial. 

Penulis masih ingat dalam pemberitaan media massa, Gatot marah atas hebohnya tudingan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang menyebut radikalisme masuk masjid melalui orang berpenampilan good looking dan memiliki kemampuan agama mumpuni atau hafiz. Dia dengan tegas mengatakan akan pasang badan jika terjadi penangkapan terhadap para penghapal Alquran dimaksud. 

Teranyar dan masih hangat dibicarakan publik adalah pengakuan Gatot tentang alasan pencopotan dirinya sebagai Panglima TNI. Menurutnya, pencopotan dari jabatan orang tertinggi di dunia ketentaraan Republik ini hanya karena menginstruksikan anggotanya untuk memutar film Gerakan 30 September 1965. 

Padahal, menurut Gatot intruksinya tersebut didasari oleh alasan kuat. Dalam pengamatannya, ketika mata pelajaran sejarah di tiap tingkatan sekolah menghapus kata PKI dalam peristiwa G30S pada tahun 2008, disanalah dia melihat gerakan PKI gaya baru mulai bangkit. Gerakannya tak terlihat, tetapi bisa dirasakan. 

Terang saja pernyataan Gatot ini memantik beragan reaksi. Salah satunya datang dari Anggota Komisi III DPR, Luqman Hakim. 

Dikutip Viva.co.id, Luqman menduga ada niat politik tertentu dalam pernyataan Gatot yang saat ini ramai diperbincangkan. Jika benar begitu, dia meminta seluruh pihak, termasuk Gatot, agar tidak membuat kegaduhan di masa sekarang ini. 

"Dalam situasi seperti ini, dibutuhkan kerja sama dan sikap kenegarawanan semua pihak dengan mengutamakan kepentingan penyelamatan warga bangsa dari pandemi COVID-19. Mohon agenda-agenda politik disimpan dulu. Nanti akan ada saatnya kesempatan berkontestasi untuk jabatan politik tertentu secara demokratis," ujarnya. 

Menarik mencermati statement Luqman tentang dugaan adanya motif politik atas pengakuan Gatot tersebut. Entah apa arah politik yang dimaksud Luqman. Namun, penulis melihatnya, Gatot sepertinya tengah mencoba politik yang pernah dipakai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat dirinya hendak mencalonkan diri pada Pilpres 2004 silam. 

Kala itu sebagaimana bisa kita lihat dan baca pada jejak-jejak digital yang ada, SBY diduga melakukan drama "politik korban" demi meraih simpati publik. Dia menempatkan diri sebagai pihak yang didzalimi oleh Presiden Indonesia kala itu, Megawati Soekarnoputri. 

Politik melodramatik SBY berjalan sukses. Dia mampu meraih banyak simpati masyarakat hingga puncaknya berhasil memenangkan kontestasi Pilpres 2004 dan melenggang mulus ke Istana Negara. 

Berkaca pada politik SBY, boleh jadi apa yang dikatakan Gatot Nurmantyo ingin menempatkan diri sebagai "korban" kebijakan pemerintah. Manuvernya ini bertujuan meraih simpati publik.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun