Aidit langsung ditetapkan menjadi buronan setelah terjadinya peristiwa G30S 1965. Untuk memburu Aidit, pihak Angkatan Darat menggelar operasi intelijen. Pengejarannya pun sampai ke Jawa Tengah, dipimpin langsung oleh Kolonel Jasir Hadibroto, Komandan Brigade Infantri IV Kostrad.Â
"Pasukan saya ditarik dari Kisaran, Sumatra Utara. Kami tidak jadi menyerbu Malaysia, tetapi dialihkan ke Jawa Tengah untuk melakukan pengejaran sisa-sisa oknum G30S," ujar Yasir dalam harian Kompas, 5 Oktober 1980. Dikutip dari Historia.id.Â
Singkat cerita dalam tiga minggu, jejak Aidit sudah bisa dilacak. Dia berada Kampung Sambeng, sekitar 300 meter dari Stasiun Kereta Api Solo Balapan.Â
Akhirnya Aidit bisa ditangkap malam hari di rumah persembunyiannya. Dia bersembunyi di balik lemari yang ternyata ada pintu darurat menuju kamar rahasia.Â
Masih dikutip Historia.id, sebelum penangkapan sempat terjadi perlawanan dan perdebatan. Namun, tidak berlangsung lama Aidit pun tak berdaya. Pagi buta, Yasir membawa Aidit meninggalkan Solo ke Markas Batalion 444, Boyolali.Â
Konon katanya, Aidit di bawa ke tepi sumur tua. Di sanalah dia ditembak mati dan tubuhnya terjungkal masuk ke sumur tua tadi, pada 23 November 1965.Â
Namun menurut versi lain, Aidit diledakan bersama-sama rumah tempat dia ditahan. Betapapun hingga saat ini tidak diketahui secara pasti dimana jenazahnya dimakamkan.Â
Begitulah sekelumit kisah tentang misteri kematian tanpa pusara DN Aidit. Sang pentolan PKI yang telah dianggap merongrong terhadap kedaulatan Bangsa dan Negara Indonesia.Â
Penulis hanya bisa berharap, semoga peristiwa tragis pada 30 September 1965 itu tidak terjadi lagi. Biarlah itu menjadi bagian sejarah kelam perjalanan bangsa.Â
Satu hal lagi, isu-isu neo PKI yang dalam beberapa waktu belakangan santer terdengar semoga hanya isu-isu belaka. Sekali lagi kita tentu sangat tidak menginginkan PKI kembali tumbuh subur dan memporak-porandkan kedaulatan bangsa. Naudzbillah Min Dzalik.
Salam