Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soeharto, Dokumen Rahasia AS, dan Jelang Pemakamannya yang Bikin Merinding

17 September 2020   20:43 Diperbarui: 17 September 2020   20:50 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BICARA tentang mantan Presiden kedua Republik Indonesia (RI) Seoharto, tentu tidak akan cukup ditulis dalam satu artikel ini saja. Sebab, begitu panjang perjalanan hidup beliau hingga akhirnya dipanggil sang Maha Kuasa pada 27 Januari 2008, atau kurang lebih 10 tahun setelah lengser dari kekuasaannya. 

Tak ada yang memungkiri bahwa Soeharto adalah seorang patriot bangsa yang begitu gigih berjuang merebut kemerdekaan dan sekaligus mempertahankan kemerdekaan RI. 

Salah satu bukti perjuangannya yang terkenal yaitu saat terjadi "Serangan Umum 1 Maret 1949". Bahkan, peristiwa heroik ini sempat diabadikan dalam wujud film layar lebar dengan judul "Janur Kuning". 

Kendati begitu, nama pria kelahiran Desa Kemusuk, Bantul, Jawa Tengah 8 Juni 1921 ini mulai benar-benar berkibar namanya saat terjadi peristiwa pengkhianatan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI). 

Dalam peristiwa yang telah menghilangkan nyawa enam jendral TNI Angkatan Darat (AD) dan satu orang perwira menengah tersebut, Soeharto keluar sebagai sosok paling depan mengamankan kondusifitas negara dari pengkhianatan komunis. 

Setidaknya jiwa patriot Soeharto yang pada saat peristiwa itu menjabat sebagai Pangkostrad dengan pangkat Mayor Jendral itu bisa kita lihat dari tayangan sebuah film yang berjudul "Pengkhinatan G 30 S PKI" karya Arifin C Noer. 

Di film tersebut, Soeharto langsung bergerak cepat mengambil alih keadaan dan muncul sebagai pahlawan. Bersama pasukan Sarwo Edhie, Soeharto berhasil kembali merebut tempat-tempat vital yang sebelumnya dikuasai PKI, hingga akhirnya mampu menemukan tempat mayat-mayat korban pembantaian PKI di Lubang Buaya. 

Namun, banyak yang berpendapat bahwa film yang diproduksi pada zaman orde baru (Orba) tersebut tidak mencerminkan peristiwa yang sebenarnya. Film tersebut sengaja dibuat sebagai alat propaganda Soeharto untuk melanggengkan pemahaman tentang peristiwa 1965 dari sudut pandang versi militer. 

Kekejaman dalam pembunuhan penculikan jenderal di Lubang Buaya didramatisasi untuk membenarkan operasi terhadap simpatisan PKI. Padahal menurut beberapa sumber berita yang pernah penulis baca, hasil autopsi mayat jenderal korban penculikan tidak ditemukan bekas siksaan seperti yang digambarkan dalam film tersebut. 

Bahkan, berdasarkan 39 dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) yang dibuka ke publik, justeru bertolak belakang dengan jiwa kepahlawanan Soeharto seperti yang sering kita lihat pada tayangan film Pengkhianatan G 30 S PKI. Malah, mantan penguasa orba itu diduga terlibat. 

Dalam 39 dokumen rahasia AS tersebut nama Soeharto beberapa kali disebut berkenaan dengan peristiwa berdaran pada tahun 1965 itu. 

Dikutip BBC NEWS Indonesia, menurut situs NSA, menjelaskan bahwa Soeharto adalah target awal Gerakan 30 September. Fakta bahwa Soeharto tidak disasar oleh gerakan tersebut dan malah bertindak sangat cepat untuk mengambil kendali akan militer sejak lama dilihat sebagai bukti bahwa dia terlibat dalam aksi gerakan." 

Sementara, pada dokumen lain menunjukkan bahwa Soeharto tahu peristiwa kelam itu atau malah memerintahkan pembunuhan massal yang terjadi terhadap orang-orang yang dituduh pendukung PKI. 

Terlepas dengan segala perdebatan tentang Soeharto, yang pasti peristiwa G 30 S PKI menjadi pintu masuk bagi pria yang dijuluki The Smiling General itu merangsek ke puncak karier tertinggi sebagai penguasa negeri. 

Kudeta Merangkak 

Peristiwa heroik Soeharto pasca peristiwa pengkhianatan G 30 S PKI tahun 1965 tersebut dipercaya banyak pihak sebagai langkah awal dirinya menuju puncak kekuasaan atau lebih dikenal dengan istilah kudeta merangkak. 

Sebab, sebelum akhirnya mampu menggulingkan kepemimpinan Presiden Sukarno, suami Ibu Tien ini melakukannya dengan cara bertahap. Mulai dari oktober 1965 hingga puncaknya terjadi pada saat dirinya menerima Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). 

Singkat cerita, gara-gara Supersemar ini pula akhirnya Soeharto mampu merebut kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno pada Februari 1967, setelah MPRS mencabut kekuasaan Sukarno dan menetapkan Soeharto sebagai pejabat presiden. 

Penguasa Orba hingga Lengser 

Sejak tahun 1967 itu pula Soeharto memulai perjalanannya sebagai Presiden RI. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Soeharto lebih mengutamakan kekuatan ABRI untuk mengamankan posisinya sebagai presiden. Dan, terbukti, Presiden Soeharto menjelma jadi penguasa orba yang paling disegani hingga hampir 32 tahun lamanya. 

Selama itu pula seperti banyak diberitakan beragam media massa, Soeharto diduga telah mengeruk harta kekayaan Indonesia demi keuntungan pribadi dan golongannya. Tak salah, jika pada zaman kemepimpinannya praktik-praktik Korupsi-Kolusi dan Nepotisme (KKN) begitu merajalela. 

Masyarakat boleh jadi tidak diberi hak apapun untuk bersuara menyampaikan aspirasi atau kritikan. Sedikit saja berani kritis, maka jawabannya adalah berhadapan dengan kekuatan ABRI. 

Pun dengan konstelasi politik. Pada zaman Soeharto hanya ada tiga partai yang boleh berdiri. Partai tersebut adalah Golkar, PDI dan PPP (P3). Namun, pada realita di lapangan dua partai selain Golkar tak lebih dari boneka demokrasi zaman orba semata. 

Saat itu Golkar begitu sangat dominan, karena partai berlambang pohon beringin ini sebagai alat politik Soeharto selain ABRI untuk melanggengkan kekuasaannya.

Namun, tidak ada apapun di dunia ini yang abadi, pun dengan kekuasaan Soeharto. Sang jendral murah senyum ini akhirnya harus lengser keprabon pada tanggal 21 Mei 1998. 

Hanya saja, bisa jadi apa yang dialami Soeharto sepanjang Mei 1998 hingga akhirnya harus turun dari jabatannya adalah "hukum karma", akibat dari apa yang telah dia lakukan lebih dari tiga dekade sebelumnya. 

Seperti telah disinggung, Soeharto naik menuju singgasana kekuasaan melalui strategi yang kemudian populer dengan sebutan kudeta merangkak dan derasnya gelombang aksi demontrasi mahasiswa. 

Ya, berkat desakan kuat dari mahasiswa disertai peristiwa kerusuhan dimana-mana dan atas permintaan anak emasnya, Harmoko yang saat itu sebagai Ketua MPR, akhirnya Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto lengser dan digantikan oleh wakilnya, BJ Habibie. 

Soeharto Tutup Usia 

Setelah lengser dari jabatannya, tidak banyak aktivitas yang dilakukan oleh penguasa orba ini dalam ranah politik nasional. Beliau mungkin hanya menghabiskan masa tua dan pensiunnya dengan bercengkrama dengan anak serta cucunya. Karena isteri tercinta, Ibu Tien telah wafat dua tahun sebelum dirinya lengser. 

Soeharto siapaun paham adalah mantan seorang jendral yang disegani dan gagah berani. Namun, sekuat apapun beliau rupanya tidak mampu melawan takdir Ilahi. 

Karena usianya yang terus menua, Soeharto mulai sering sakit-sakitan, sehingga akhirnya tepat 27 Januari 2008 sang penguasa orba tersebut tutup usia. 

Terlepas dari segala kontroversinya selama hidup dan menjabat presiden RI, meninggalnya Soeharto tetap saja meninggalkan luka begitu dalam di hati masing-masing masyarakat tanah air. 

Peristiwa Mistis Jelang Pemakaman 

Sebagaimana diketahui, Presiden ke-2 RI, Soeharto dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah. Beliau dimakamkan pada Minggu Wage, 27 Januari 2008 setelah Azan Asar sekitar pukul 15.30 WIB. 

Namun, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa sebelum dilaksanakan prosesi pemakamannya sempat terjadi peristiwa mistis yang tidak bisa diterima akal sehat dan membuat bulu kuduk merinding. 

Lalu, bagaimana peristiwa mistis sebelum pemakaman mantan penguasa orba itu terjadi.

Dikutip dari Merdeka.com, sebelum penggalian, keluarga besar melakukan upacara Bedah Bumi. Tujuannya agar penggalian dapat berjalan lancar dan selamat. 

Upacara dimulai dengan menancapkan linggis ke tanah pemakaman sebanyak tiga kali. Pertama dan kedua tidak terjadi apapun. Namun, kejadian yang membuat merinding bulu kuduk terjadi saat linggis mengoyak tanah untuk kali ketiganya. 

"Tiba-tiba, duar! Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di atas kepala kami," kata juru kunci makam keluarga Soeharto di Astana Giribangun Soekirno. 

Para penggali makam dan orang-orang di sekitarnya kaget mendengar ledakan itu. Mereka saling berpandangan. Bingung. Mencoba mereka-reka dan mencari-cari dari mana asal suara menggelegar itu. 

"Bukan bunyi petir, lebih mirip suara bom besar meledak di atas cungkup Astana Giribangun," kata Sukirno. 

Anehnya, tak ada yang porak poranda. Tak ada benda yang bergeser karena suara ledakan itu. Terbesit di pikiran, mungkin itu suara ghaib. 

"Bumi mengisyaratkan penerimaan terhadap jenazah beliau," tutur Sukirno, menirukan kalimat Bupati Wonogiri. 

Demikianlah sekilas perjalanan hidup Presiden ke-2 RI, Soeharto. Semoga bermanfaat.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun