SEBELUM membahas lebih jauh tentang judul tulisan di atas, penulis hanya ingin meluruskan bahwa kata "Anjay" yang dimaksud pada judul tulisan bukanlah bentuk umpatan atau narasi kemarahan. Melainkan hanya sebagai luapan rasa kaget semata.Â
Lagipula, menurut hemat penulis kata "Anjay" tak harus diartikan sebagai kata halus dari seekor anj**g. Bisa saja, hal ini sebagai ungkapan perasaan yang justeru jauh dari kata umpatan atau hardikan.Â
Tapi, sudahlah. Toh dalam kesempatan ini penulis tidak hendak membahas polemik "Anjay". Penulis hanya hendak meluruskan saja, jangan sampai ada persepsi buruk atau salah menafsirkan judul di atas.Â
Kenapa penulis menempatkan "Anjay" sebagai ungkapan kaget? Karena tadi pagi sempat membaca sebuah berita yang dirilis oleh beberapa media online tanah air.Â
Dalam isi beritanya ditulis, hanya karena tidak menerima keputusan Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri atas penunjukan menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution sebagai calon Wali Kota Medan, sejumlah kader partai berlambang banteng gemuk moncong putih Kota Medan, Sumatera Utara berakhir dengan pemecatan.Â
Dengan kata lain, direkomendasinya Bobby Nasution untuk bertarung pada Pilkada Kota Medan, telah memakan korban.Â
Boleh jadi pemecatan terhadap beberapa kader PDI Perjuangan tersebut adalah hak internal partai. Karena telah dianggap melakukan pembangkangan terhadap keputusan yang telah diambil. Dan, boleh jadi aturan itu sudah dituangkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.Â
Dengan begitu, sudah pasti penulis tidak berhak sama sekali untuk ikut campur terhadap "dapur" mereka.Â
Hanya saja, yang ingin penulis soroti adalah iklim demokrasi yang terjadi pada tubuh PDI Perjuangan, yang seolah masih sangat lemah.Â
Kenapa?Â
Sebagai partai yang katanya menjunjung tinggi demokrasi sejatinya akan menghargai perbedaan. Bukankah perbedaan pendapat itu salah satu ciri dari demokrasi?Â
Tapi, realitanya malah berbanding terbalik. Dewan pengurus partai malah menjatuhkan "tangan besi" dengan langsung menjatuhkan sanksi pemecatan.Â
Padahal, penulis kira jika ada pihak-pihak yang tidak sependapat dengan direkomendasikannya Bobby Nasution untuk maju pada kontestasi Pilkada serentak 2020 adalah hal jamak. Lantaran, bukan rahasia umum bahwa menantu Presiden Jokowi ini bukanlah kader partai yang berjuang atau merangkak dari bawah.Â
Bobby tentunya tidak pernah merasakan bagaimana susahnya membangun dan membesarkan partai, tetapi ujug-ujug mendapat karpet merah dengan ditunjuk langsung sebagai wakil dari PDI Perjuangan untuk Pilwakot Medan.
Situasi tersebut di atas boleh jadi akan sangat melukai kader lainnya yang telah berjuang dan berdarah-darah dari awal untuk bisa direkomendasi, tetapi malah tidak dilirik, sehingga akhirnya bereaksi dengan cara menyatakan ketidak setujuannya.Â
Kendati begitu, hal ini (pemecatan kader PDI Perjuangan Medan.Red) sudah dilaksanakan. Tentu sulit untuk bisa kembali direkrut. Dan, penunjukan Bobby Nasution sebagai calon Wali Kota Medan, sekali lagi penulis katakan langsung menelan korban kadernya sendiri.Â
Imbas Dinasti PolitikÂ
Terjadinya pemecatan terhadap beberapa kader PDI Perjuangan Kota Medan, lantaran dianggap membangkang keputusan partai langsung menuai tanggapan dari sejumlah kalangan. Diantaranya datang dari pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin.Â
Ujang memandang, bahwa peristiwa yang terjadi di internal partai banteng tersebut merupakan imbas dari kehadiran politik dinasti.Â
"Itu lah korban dinasti politik. Wajar jika kader PDIP Medan menolak pencalonan Bobby. Karena dia tak pernah berjuang, berkeringat, dan berdarah-darah di partai. Itulah politik, kadang yang benar menjadi salah, yang berjuang di partai dan menolak menantu Jokowi yang dipecat," tutur Ujang, Rabu (2/9). Dikutip dari Suara.com.Â
Masih kata Ujang, PDI Perjuangan pun mau tidak mau harus memecat para kader yang menyuarakan penolakan. Karena jika dibiarkan, dilematis bagi PDI Perjuangan yang hendak memenangkan Bobby sebagai Wali Kota Medan di Pilkada 2020.Â
Masih dikutip dari Suara.com, Ujang mengatakan, tidak ada yang salah atas penolakan kader terhadap Bobby. Hanya saja, penolakan itu kemudian dianggap melawan keputusan DPP PDI Perjuangan di mana rekomendasi terhadapnya diberikan langsung oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.Â
Menyimak dari apa yang dijelaskan Ujang, terjadinya pemecatan terhadap beberapa kader partai oleh PDI Perjuangan, semata-mata hanya berdasarkan kepentingan partai dan kalkulasi politik.Â
Sungguh disayangkan, jika dalihnya khawatir mengganggu proses pemenangan Bobby Nasution untuk menjadi Wali Kota Medan, rasanya kurang efektif.Â
Bukankah mereka yang dipecat ini tidak akan diam. Boleh jadi mereka akan melakukan gerakan-gerakan yang justeru akhirnya malah merugikan Bobby dan PDI Perjuangan sendiri.Â
Tapi, apapun itu sudah menjadi keputusan mereka (PDI Perjuangan). Kita lihat saja apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI