Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhir Tragis Sutan Syahrir, Mati saat Jadi Tahanan Sobat Sendiri

15 Agustus 2020   22:12 Diperbarui: 15 Agustus 2020   22:12 3628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TIDAK terasa, sebentar lagi bangsa Indonesia akan memperingati HUT RI yang ke-75. Tentu saja, hal ini merupakan anugerah terindah bagi segenap warga masyarakat di tanah air. 

Betapa tidak, sekarang kita hanya tinggal menikmati dan mengisi kemerdekaan ini, tanpa harus bersusah payah maju ke medan laga melawan penjajah, atau perang urat sarap dengan delegasi negara asing, demi meraih kemerdekaan. 

Segenap warga negara Indonesia tentu saja yakin dan percaya, bahwa kemerdekaan bangsa ini diraih berkat kerja keras, cucuran darah serta api semangat para pejuang yang telah gugur di medan perang, atau Bung Karno yang dipercaya sebagai the founding father bangsa. Namun demikian, jangan lupakan pula peran besar Sutan Syahrir

Dalam beberapa sumber yang pernah penulis baca, pria yang oleh kalangan sahabatnya dipanggil "Bung Kecil" karena perawakannya yang memang kecil ini sangat berperan besar menjadikan Indonesia bisa merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 silam. 

Syahrir lah yang telah mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera menyatakan kemerdekaan RI, karena dia melihat posisi Jepang tengah rapuh. Ya, saat itu Jepang mengalami serangkaian kekalahan di perang pasifik melawan pasukan sekutu. Kondisi ini diperparah dengan hancur luluhnya Kota Hiroshima dan Nagasaki, lantaran di bom oleh pasukan sekutu, pada tanggal 7 dan 9 Agustus 1945. 

Dalam catatan sejarah, sejatinya kemerdekaan Indonesia itu sudah harus dinyatakan pada tanggal 15 Agustus 1945. Tapi karena kondisi keamanan tidak kondusif, mengingat Jepang baru saja menyerah sehari sebelumnya, Bung Karno memutuskan untuk menundanya. 

Parah, dalam situasi penundaan tersebut, tiba-tiba saja Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh sekelompok pemuda ke Rengasdengklok. 

Terang saja Syarir kaget dan marah. Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya dijemput (paksa) kembali oleh Ahmad Subardjo, dan langsung di bawa ke rumah kediaman Laksamana Maeda. Di rumah inilah Bung Karno menyusun teks proklamasi, 16 Agustus 1945. Keesokan harinya, peristiwa bersejarah yang diimpikan oleh segenap warga masyarakat tanah air pun terwujud. 

Sayang, Syahrir sebagai tokoh arsitek gerakan underground yang selalu bergerak di belakang panggung, memutuskan untuk tidak hadir dalam momentum paling bersejarah itu. 

Akhir Kisah Tragis Syahrir 

Setelah Indonesia merdeka, berkat kepintarannya serta dikenal sebagai ahli diplomasi ulung, Syahrir didaulat menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia. Bahkan berkat lobi-lobinya yang lihai, mampu menjadikan Indonesia sebagai negeri jajahan pertama di dunia yang masuk dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB. 

Tidak hanya itu, seabreg prestasi dan dedikasi yang tinggi dia persembahkan sepenuhnya demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia. Namun, entah kenapa, manusia unggul atau orang besar seperti Sutan Syahrir ini, perjalanan hidupnya malah harus berujung tragis dan mengiris hati. 

Bung kecil atau Syahrir wafat di Zurich, Swiss, tanggal 9 April 1966. Kala itu beliau meninggal dengan status tahanan politik dari mantan kawan seperjuangannya,  Sukarno

Apakah politik itu kejam, menutup mata dan hati hingga tak mengenal kawan lama dan saudara sendiri? Tentu saja tidak. Politik tidak kejam, tapi candu kekuasaanlah yang membuat Sukarno menjadi kejam. 

Sudah banyak cukup bukti, ketika candu kekuasaan telah menguasai pikiran, hati dan perasaan, akan membuat manusia lupa menjejakan kaki di bumi. 

Terbukti. Dalam buku sejarah, Soebandrio yang akhirnya ditahan karena terlibat G 30 S PKI adalah pengikut setia Syahrir. pada tahun 1945 orang ini adalah anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Syahrir. Tapi demi memenuhi ambisi politik yang ujungnya kekuasaan, Soebandrio menjelma menjadi lawan politik Syahrir. 

Awal kisahnya dimulai pada tanggal 18 Agustus 1961. Saat itu berkumpulah orang-orang besar yang berseberangan dengan Soekarno di Bali. Moh.Hatta, Sutan Syahrir, Moh.Roem, Sultan Hamid II dan Soebadio Sastrosatomo berada disana atas undangan Anak Agung Gde Agung untuk menghadiri upacara ngabenan ayahnya. 

Tapi pertemuan ini akhirnya disebut sebagai konspirasi persekongkolan subversif oleh Soebandrio. Kala itu dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sekaligus Kepala Pusat Intelijen. Bahkan dalam sebuah wawancara dengan wartawan Amerika, Arnold Brackman, Soebandrio menyebut, “Tidak ada tempat bagi orang-orang seperti itu”. 

Laporan-laporan intelijen diolah Soebandrio, dan dituduhlah orang-orang besar itu ingin melawan pemerintah. Selanjutnya, dini hari 16 Januari 1962 Sutan Syahrir ditangkap. Kemudian berturut-turut ditangkap Anak Agung Gde Agung, Soebadio Sastosatomo dan Sultan Hamid II. Tokoh-tokoh Masyumi seperti Moh.Roem dan Prawoto Mangkusasmito juga ditangkap

Penangkapan tokoh-tokoh itu mengisyaratkan Sukarno paranoid dan trauma akan kejadian PRRI-Permesta, ketika itu dituduh Masyumi dan PSI lah berada dibelakangnya. Apalagi masa itu putra sang fajar sudah mulai menemukan dirinya menuju kearah otoritarian yang cendrung diktator. Memanfaatkan kondisi ini, Soebandrio tampaknya tidak menyiakan kesempatan demi ambisi politiknya. 

Syahrir memang kuat, ketika di penjara Madiun pernah mengalami hyper tension yang sangat tinggi. Namun mungkin karena Syahrir telah terbiasa hidup dalam penderitaan penjara sejak masa kolonial, hal ini tidak membuatnya ambruk. 

Kemudian Syahrir dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto untuk mendapat perawatan. Setelah membaik, kemudian dipindahkan ke penjara di Jalan Keagungan lalu dipindahkan lagi ke Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi Utomo. Di Rumah Tahanan Militer inilah pada suatu malam, Syahrir pernah ditemukan terkapar di kamar mandi akibat serangan stroke. 

Tanggal 21 Juli 1965 Syahrir berangkat ke Zurich, Swiss untuk berobat setelah mendapat izin dari Presiden Sukarno. Meski diizinkan berobat ke luar negri dan biaya perobatan ditanggung pemerintah tapi status Syahrir tetap sebagai tahanan. 

Setelah bertahan selama 8 bulan lebih, akhirnya Syahrir menghembuskan nafas terakhir di luar negri. Padahal diyakini bahwa dirinya sangat ingin menghembuskan nafas terakhir di negeri yang telah dibesarkannya sekaligus membesarkan namanya ini. 

Hatta, sahabat seperjuangannya dalam pidato perpisahan di TMP Kalibata menegaskan bahwa Perdana Menteri Termuda di Dunia ini meninggal karena korban tirani

Sutan Syahrir yang mengandung dalam kalbunya cita-cita besar itu, hidupnya hanya berjuang, menderita dan berkorban untuk menciptakan agar rakyat Indonesia merdeka dari segala tindasan. 

Sutan Syahrir meninggal dengan meninggalkan sejuta harapan dan luka hati yang menganga. 

Beliau berjuang untuk Indonesia merdeka, melarat dalam perjuangan Indonesia merdeka, ikut serta membina Indonesia merdeka. Perihnya, Syahrir pun sakit dan meninggal dunia dalam tahanan Republik Indonesia yang merdeka pula. 

Sutan bung kecil" Syahrir adalah pria pemberani, bahkan tetap tertawa terbahak ketika seorang opsir Belanda menodongkan pistol ke wajahnya. Tidak pernah takut ditangkap dan dibuang Belanda ke tempat-tempat yang luar biasa mengerikan. 

Bayangkan bagaimana dia bertahan dalam usia 25 tahun diasingkan Belanda di Nieuw Guinea di tengah hutan belantara, dengan sungai penuh buaya dan nyamuk malaria. 

Akhirul kata, Sutan Sjahrir adalah manusia besar, seorang pahlawan besar. Namun sayang, harus mengakhiri hidupnya dengan tragis. Sjahrir wafat sebagai tahanan di negeri yang setengah mati dia perjuangkan untuk merdeka. 

Berkaca pada kisah hidup dan perjuangan Sutan Sjahrir inilah, kita sebagai warga negara yang masih hidup dan menikmati alam kemerdekaan, tentu sudah sepatutnya mengucapkan rasa terimakasih terhadapnya. 

Semoga saja, di hari yang tidak lama lagi bangsa ini akan memperingati HUT-nya yang ke-75, segenap cita-cita Sutan Syahrir yang ingin menjadikan bangsa ini maju, damai, tentram dan sejahtera bisa terwujud. 

Saat ini, negara kita sedang dihadapkan pada wabah pandemi virus corona atau covid-19. Untuk itu, pada momentum kemerdekaan RI, kita sebagai warga negara sudah sepatutnya mengisi kemerdekaan ini dengan kegiatan positif. 

Tak usah jauh-jauh atau muluk-muluk, cukup tetap mentaati anjuran protokol kesehatan, agar pagebluk ini cepat berlalu.

Salam

Rujukan : satu - dua - tiga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun