Tidak hanya itu, seabreg prestasi dan dedikasi yang tinggi dia persembahkan sepenuhnya demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia. Namun, entah kenapa, manusia unggul atau orang besar seperti Sutan Syahrir ini, perjalanan hidupnya malah harus berujung tragis dan mengiris hati.
Bung kecil atau Syahrir wafat di Zurich, Swiss, tanggal 9 April 1966. Kala itu beliau meninggal dengan status tahanan politik dari mantan kawan seperjuangannya, Sukarno.
Apakah politik itu kejam, menutup mata dan hati hingga tak mengenal kawan lama dan saudara sendiri? Tentu saja tidak. Politik tidak kejam, tapi candu kekuasaanlah yang membuat Sukarno menjadi kejam.
Sudah banyak cukup bukti, ketika candu kekuasaan telah menguasai pikiran, hati dan perasaan, akan membuat manusia lupa menjejakan kaki di bumi.
Terbukti. Dalam buku sejarah, Soebandrio yang akhirnya ditahan karena terlibat G 30 S PKI adalah pengikut setia Syahrir. pada tahun 1945 orang ini adalah anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Syahrir. Tapi demi memenuhi ambisi politik yang ujungnya kekuasaan, Soebandrio menjelma menjadi lawan politik Syahrir.
Awal kisahnya dimulai pada tanggal 18 Agustus 1961. Saat itu berkumpulah orang-orang besar yang berseberangan dengan Soekarno di Bali. Moh.Hatta, Sutan Syahrir, Moh.Roem, Sultan Hamid II dan Soebadio Sastrosatomo berada disana atas undangan Anak Agung Gde Agung untuk menghadiri upacara ngabenan ayahnya.
Tapi pertemuan ini akhirnya disebut sebagai konspirasi persekongkolan subversif oleh Soebandrio. Kala itu dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri sekaligus Kepala Pusat Intelijen. Bahkan dalam sebuah wawancara dengan wartawan Amerika, Arnold Brackman, Soebandrio menyebut, “Tidak ada tempat bagi orang-orang seperti itu”.
Laporan-laporan intelijen diolah Soebandrio, dan dituduhlah orang-orang besar itu ingin melawan pemerintah. Selanjutnya, dini hari 16 Januari 1962 Sutan Syahrir ditangkap. Kemudian berturut-turut ditangkap Anak Agung Gde Agung, Soebadio Sastosatomo dan Sultan Hamid II. Tokoh-tokoh Masyumi seperti Moh.Roem dan Prawoto Mangkusasmito juga ditangkap.
Penangkapan tokoh-tokoh itu mengisyaratkan Sukarno paranoid dan trauma akan kejadian PRRI-Permesta, ketika itu dituduh Masyumi dan PSI lah berada dibelakangnya. Apalagi masa itu putra sang fajar sudah mulai menemukan dirinya menuju kearah otoritarian yang cendrung diktator. Memanfaatkan kondisi ini, Soebandrio tampaknya tidak menyiakan kesempatan demi ambisi politiknya.
Syahrir memang kuat, ketika di penjara Madiun pernah mengalami hyper tension yang sangat tinggi. Namun mungkin karena Syahrir telah terbiasa hidup dalam penderitaan penjara sejak masa kolonial, hal ini tidak membuatnya ambruk.
Kemudian Syahrir dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto untuk mendapat perawatan. Setelah membaik, kemudian dipindahkan ke penjara di Jalan Keagungan lalu dipindahkan lagi ke Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi Utomo. Di Rumah Tahanan Militer inilah pada suatu malam, Syahrir pernah ditemukan terkapar di kamar mandi akibat serangan stroke.