Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maksud Hati Sindir Jokowi, Ibas Jadi Tak Sadar Borok Sendiri

7 Agustus 2020   23:35 Diperbarui: 7 Agustus 2020   23:36 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEWAKTU masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya kerap kali mendapatkan pelajaran peribahasa dari guru Bahasa Indonesia.

Tentunya cukup banyak khasanah peribahasa yang masih saya ingat sampai saat ini. Salah satunya yang berbunyi, "Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan tampak jelas."

Artinya, kurang lebih adalah kesalahan sebesar apapun dari diri kita sendiri tidak terlihat atau tidak disadari, sedangkan kesalahan orang lain sekecil apapun malah tampak terlihat jelas.

Gambaran dari peribahasa ini memang kerap kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Dan, boleh jadi saya juga sempat mengalami hal tersebut. Maklum, namanya juga manusia tidak pernah luput dari khilaf dan dosa.

Nah, bicara soal kaitannya dengan peribahasa tadi. Kemarin, saya membaca berita dari salah satu media online, yang mewartakan tentang pernyataan politikus sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau lebih akrab dipanggil Ibas.

Dalam pernyataan tersebut, Ibas seolah membanggakan atau pamer tentang keberhasilan pemerintahan era bapaknya, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sekaligus menyindir pemerintahan yang saat ini tengah dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adik kandung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini dengan gamblangnya mengatakan, bahwa di zaman era SBY, kondisi perekonomian tanah air jauh lebih meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya persentase angka kemiskinan dan pengangguran.

Selain itu, Ibas juga mengingatkan pemerintah (Jokowi), bahwa rakyat membutuhkan kepastian, kepercayaan dan keyakinan saat ini. Katanya, rakyat membutuhkan bukti, bukannya janji.

Soal pernyataan ini, saya menangkapnya, bahwa Ibas tengah menyindir jebloknya kondisi perekonomian Indonesia saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Sekaligus, lewat pernyataannya tersebut, Ibas juga seolah ingin menyiratkan pesan, bahwa kepemimpinan SBY jauh lebih baik. Khususnya di sektor perekonomian.

Boleh jadi, perekonomian zaman SBY relatif lebih stabil. Namun dia (Ibas) lupa, bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia saat ini bukan semata-mata karena ketidakmampuan Presiden Jokowi dalam memerintah atau menerbitkan kebijakan. Akan tetapi, lebih didasari oleh mewabahnya pandemi virus corona atau covid-19.

Karena ganasanya virus asal Wuhan, China ini, terbukti bukan hanya Indonesia yang perekonomiannya terpuruk. Negara tetangga sekelas Singapura juga mengalami hal serupa. Bahkan, negara yang pernah di pimpin oleh Lee Kuan Yew tersebut sudah terjebak dalam jurang resesi ekonomi.

Artinya, jika Ibas membandingkan kondisi ekonomi saat ini yang tengah dihadapkan pada wabah pandemi covid-19 deng masa-masa kepemimpinan SBY, jelas tidak aple to aple.

Kendati begitu, pernyataan yang dilontarkan Ibas adalah haknya. Mungkin apa yang diungkapkannya ini ada muatan politis di dalamnya, yakni ingin menggiring opini masyarakat agar kembali percaya terhadap Partai Demokrat. Wallahu Allam Bishawab.

Namun tanpa sadar, pernyataan Ibas ini malah memancing ingatan publik termasuk saya pribadi, tentang bagaimana bobroknya kader-kader partai berlambang Mercy tersebut sewaktu SBY masih menjabat Presiden RI.

Iya, sudah menjadi rahasia umum, pada saat itu tak terhitung jumlah kader-kader Partai Demokrat yang merupakan wadah Ibas berpolitik, terjebak dalam pusaran kasus korupsi.

Tidak tanggung-tanggung, yang terlibat korupsi dan akhirnya jadi pesakitan di hotel prodeo (Baca : penjara) adalah petinggi-petinggi Partai Demokratnya langsung.

Mereka itu diantaranya adalah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Malarangeng, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, atas tuduhan kasus korupsi proyek Hambalang. Kemudian ada nama mantan Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Jero Wacik, yang terlibat dalam kasus korupsi dana operasional menteri. Sutan Bathoegana atas tuduhan kasus korupsi ESDM.

Selain itu, ada nama Muhamad Nazarudin, atas tuduhan kasus pencucian uang dan korupsi Wisma Atlet, dan Angelina Sondakh atas tuduhan kasus korupsi Wisma Atlet.

Kasus-kasus yang melibatkan para mantan petinggi Partai Demokrat ini jelas tidak bisa lagi disangkal, sekaligus membuktikan bahwa SBY kurang mampu membina para kadernya untuk bisa berprilaku jujur dan profesional dalam bekerja.

Dilawan Politisi PDI-P

Kembali pada pernyataan Ibas tentang meroketnya perekonomian tanah air pada saat pemerintahan SBY, rupanya cukup mengusik Politikus PDI-P, Andreas Hugo Pareira. Dia mempertanyakan arti dari ekonomi meroket di era pemerintahan Presiden kelima RI, SBY.

Menurut Andreas pertumbuhan ekonomi zaman SBY hanya mengandalkan konsumsi dalam negeri serta eksplorasi sumber daya alam (SDA). Bahkan, menurutnya, pemerintahan SBY banyak meninggalkan proyek mangkrak yang menjadi beban pemerintah Presiden Joko Widodo.

"Kalau mau dievaluasi, apalah artinya ekonomi yang meroket sekejap kalau hanya mengandalkan eksplorasi SDA? Bahkan, kalau kita evaluasi, banyak sekali proyek-proyek mangkrak yang ditinggal oleh pemerintahan masa lalu dan menjadi beban bagi pemerintahan Jokowi ketika memulai memimpin negeri ini," kata Andreas, Jumat (7/8). Dikutip dari CNNIndonesia.

Dia mengakui bahwa kondisi ekonomi di zaman SBY relatif stabil dan Indonesia bisa keluar dari situasi krisis pada 2008. Namun, menurutnya, kondisi ekonomi itu diciptakan dengan mengandalkan kebijakan konsumsi dalam negeri dan eksploitasi SDA yang luar biasa.

Bahkan, lanjut dia, "SBY juga menerapkan kebijakan sumber daya manusia (SDM) yang murah untuk sektor tenaga kerja".

Masih dikutip dari CNNIndonesia, situasi itu, kata Andreas, membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam hal pembangunan infrastruktur.

Lanjutnya, kebijakan Jokowi berbeda dengan SBY, karena mengembangkan strategi pembangunan ekonomi yang lebih berorientasi produksi dengan basis pembangunan fisik infrastruktur dasar yang strategis dan pembangunan SDM. Menurut Andreas, kebijakan yang dilakukan pemerintahan Jokowi akan membawa Indonesia maju dan siap berkompetisi di arena global.

Begitulah Ibas, saat maksudnya ingin pamer atas keberhasilan pemerintahan era bapaknya dan menyindir pemerintahan Presiden Jokowi, tanpa disadari malah memancing pihak lain membuka borok partainya sendiri.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun