TEKA-TEKI siapa kader PDI Perjuangan yang bakal maju pada Pilwakot Solo, sudah cukup lama terjawab. Partai berlambang banteng gemuk moncong putih tersebut lebih memilih putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rabuming Raka, dibanding Achmad Purnomo.
Dalam kesempatan ini, kita tidak perlu berspekulasi, kenapa dan bagaimana DPP PDI Perjuangan menjatuhkan pilihannya terhadap Gibran. Itu sudah menjadi rahasia dapur mereka.
Hanya saja, setelah Gibran yang dipasangkan dengan mantan Ketua DPRD Kota Solo periode 2014 - 2019, Teguh Prakosa, membuat partai-partai lainnya mundur teratur, alias jiper mengusung kader-kadernya untuk berkompetisi melawan pengusaha kuliner martabak Markobar tersebut.
Jamak, jika beberapa partai politik di Kota Solo menyatakan kalah sebelum berperang melawan Gibran. Pasalnya, selain diusung oleh PDI Perjuangan, yang begitu mendominasi perolehan suara di Kota Bengawan, pada pemilu legeslatif 2019 lalu, ayah dari Jan Ethes ini diduga kuat akan mendapatkan suntikan kekuatan dari ayahnya sendiri, yang merupakan penguasa negeri ini.
Dengan kekuatan bersatunya dua kekuatan tersebut di atas, memang tidak bisa dipungkiri secara hitung-hitungan di atas kertas, sangat sulit bagi siapapun mampu menandingi keperkasaan pasangan Gibran - Teguh.
Maka, daripada harus "mati konyol" dengan cara melawan Gibran, beberapa partai politik lebih memilih gabung. Sebut saja di antaranya adalah Partai Gerindra dan PSI.
Dengan begitu, sempat banyak dugaan, jika Pilwakot Solo 2020 ini akan terjadi pseudo democracy atau demokrasi semu. Lantaran, dipercaya pasangan Gibran - Teguh ini hanya akan melawan kotak kosong.
Namun, menurut kabar terakhir yang cukup sering diberitakan media massa, sepertinya demokrasi di Kota Solo masih bisa diselamatkan. Pasalnya, kemungkinan akan ada pasangan dari perseorangan atau independen yang siap menandingi.
Pasangan tersebut adalah, Bagyo Wahyono-FX Supardjo, atau lebih dikenal dengan sebutan pasangan Bajo.
Kendati begitu, saya cukup kaget juga setelah membaca beberita media online, bahwa di "belakang layar", ada sebuah grand skenario yang telah disiapkan oleh beberapa partai tertentu untuk menjegal langkah "mulus" Gibran menuju kursi Solo 1.