Pada tahun 2009, Partai Demokrat mampu keluar sebagai pemenang pemilu dengan raihan suara sebanyak 21 juta lebih dari total suara sah yang masuk, atau sekitar 20,4 persen. Hasil ini sukses mengantarkan wakil-wakilnya menguasai kursi parlemen, Senayan.
Bahkan, tak hanya sukses di pemilu legeslatif. Partai Demokrat juga mampu memenangkan sang ketua umumnya, SBY menduduki kursi presiden untuk kedua kalinya.
Kala itu, sejumlah kalangan menilai bahwa partai ini akan mampu mematahkan dominasi partai-partai lain dengan kultur yang sudah mengakar, seperti ketiga partai yang disebutkan tadi di atas, dalam pemilu-pemilu berikutnya.
Akan tetapi, seperti halnya Egy Maulana Vikri, Okto Maniani dalam dunia sepak bola, Partai Demokrat nyatanya tidak mampu mempertahankan performa apiknya tersebut.
Pada pemilu tahun 2014, Partai Demokrat terjun bebas menjadi peringkat ke-7 dengan raihan 10,19 persen suara. Parahnya, lima tahun kemudian atau pada pemilu 2019, meski masih tetap menduduki peringkat ke-7, tetapi perolehan suaranya kembali turun menjadi 7,77 persen.
Rontoknya partai Demokrat dipercaya oleh banyak pihak, karena dua hal.
Pertama, SBY tidak lagi menjabat Presiden RI.
Sewaktu menjabat Presiden RI selama dua periode berturut-turut, yakni pada masa jabatan 2004 - 2009 dan 2009 - 2014, pengaruh SBY memang sangat luar biasa. Sosoknya yang begitu kuat di partai dan ditambah lagi dengan memiliki kekuasaan sebagai presiden, mampu "menghipnotis" masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya pada Partai Demokrat.
Namun, saat SBY tak lagi menjabat presiden, Partai Demokrat perlahan namun pasti mulai oleng. Kekuatan yang asalnya mengakar hingga ke seantero negeri mulai kembali melemah.