Sedangkan pada pasal 55-nya, berbunyi,"Untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya."
Berkenaan dengam hal tersebut, Djoko Tjandra pun coba menggunakan haknya dimaksud dengan menyewa pengacara kondang tanah air, Otto Hasibuan. Otto mulai akrab dan dikenal publik, sewaktu dirinya menjadi pengacara Jesica Kumala Wongso dalam kasus "kopi sianida".
Sayang, saat menjadi pengacara Jesica atas kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin, pada tahun 2016 lalu, Otto tidak mampu banyak membantu. Jesica tetap dinyatakan bersalah dan divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Kemudian, Otto juga pernah diminta untuk menjadi pengacara mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, dalam kasus mega proyek KTP Elektronik. Namun, entah atas dasar alasan apa, Otto akhirnya mengundurkan diri jadi pengacara kasus Setya Novanto.
Otto pun beberapa waktu lalu sempat disebut-sebut diminta oleh pegiat media sosial (medos) Denny Siregar, untuk menggugat PT Telkomsel yang dianggap tidak mampu menyimpan kerahasiaan data pribadinya. Tapi, hingga kini belum jelas tindak lanjutnya seperti apa. Sampai akhirnya sekarang dia dipercaya oleh Djoko Tjandra untuk menjadi pengacaranya.
Otto Versus Kejagung
Sebagai pengacara, tentu saja sudah menjadi kewajiban Otto untuk membela kliennya. Dalam hal ini, Djoko Tjandra. Untuk itu, dia pun mulai bergerak cepat. Sebagai permulaan, Otto langsung "menyerang" Kejaksaan Agung (Kejagung).
Otto meminta Djoko Tjandra segera dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, karena penahanan kliennya tersebut diklaim tidak sah, karena beberapa alasan.
"Pada tanggal 28 Agustus 2000, DT (Djoko Tjandra) telah dinyatakan dilepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 156/Pid.B/2000/ PN.JKT.SEL ('Putusan PN')," kata Otto. Dikutip dari detikcom.
Atas putusan PN itu, kata Otto, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Namun upaya tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung nomor 1688 K/PID/2000 tertanggal 28 Juni 2001.