DRAMA kasus buronan kelas kakap atas tuduhan korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, tak henti-hentinya manjadi bahan diskursus publik tanah air.
Betapa tidak, setelah 11 tahun lamanya menghilang dan menjadi buronan Kejaksaan Agung, tiba-tiba saja beragam media massa nasional hampir "serempak" mewartakan, bahwa pria kelahiran tahun 1951 ini sempat muncul di tanah air, dengan tujuan untuk mengurusi kasusnya dengan cara mengajukan PK (Peninjauan Kembali).
Barangkali ada yang belum paham, Peninjauan kembali atau disingkat PK, adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, dalam sistem peradilan di Indonesia.
Sontak, keberadaan Djoko Tjandra yang sempat melenggang "mulus" di tanah air ini membuat geger publik tanah air, sekaligus mempermalukan pemerintah. Bagaimana bisa seorang buronan yang sangat dicari selama ini bisa dengan leluasa masuk teritorial tanah air tanpa diketahui oleh segenap aparat pemerintah. Baik dari pihak imigrasi, kepolisian, kejaksaan hingga badan intelejen nasional.
Beragam spekulasi pun simpang siur. Ada yang menganggap, Djoko Tjandra sebagai manusia licin dan sakti, Djoko Tjandra melakukan penyamaran layaknya dalam tayangan-tayangan film Hollywood, dan ada pula yang menduga, masuknya Djoko Tjandra dibantu oleh oknum-oknum aparat.
Namanya juga dugaan, saat itu beragam tuduhan dan spekuasi masih dianggap sah-sah saja, karena belum ada bukti yang kuat untuk membantah maupun membenarkannya.
Hingga, akhirnya tabir bisa melenggang kangkungnya Djoko Tjandra mulai sedikit terkuak, setelah media mainstream nasional memberitakan, bahwa sang buron sempat membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Sekatan, dengan dibantu atau difasilitasi oleh Kepala Lurah setempat.
Akibat perbuatannya membantu Djoko Tjandra, Lurah Grogol Selatan, Jakarta Selatan, Asep Subahan, dinonaktifkan dari jabatannya oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Dari sini mulai sedikit terkuak, bahwa Djoko Tjandra bukanlah orang sakti. Muncul dugaan, wara-wirinya di ke tanah air ternyata dibantu oleh pihak-pihak pemerintahan itu sendiri.
Dibantu 3 Jendral Polri
Bukan lagi rahasia umum, ptaktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah begitu menggurita, di tanah air. Bahkan, sejumlah kalangan, praktik tercela dimaksud telah dianggap menjadi bagian budaya bangsa.
Praktik KKN di negeri ini memang seperti tak pernah mengenal kata ujung, seperti sebuah lirik lagu 'gugur satu tumbuh seribu'. Padahal, lembaga antirasuah kerap menangkap para pelaku tindak pidana korupsi. Akan tetapi, koruptor selalu tumbuh tidak mengenal ruang dan waktu, terus berevolusi, beregenerasi dan bermetamorfosis seiring kemajuan peradaban.
Kondisi miris tersebut di atas, membuktikan, mental pelaku atau pejabat publik tanah air masih sangat rapuh. Mereka gampang sekali tergiur harta dan tahta. Di samping tentu masih lemahnya sistem peradilan (hukum) yang diterapkan.
Nah, soal rapuhnya mental para aparatur negara ini pula yang memudahkan Djoko Tjandra masuk ke ke tanah air, sekaligus sulit untuk ditangkap.
Betapa tidak, selain Lurah Grogol Selatan, ternyata ada pihak lain juga yang ikut membantu Djoko Tjandra. Mereka adalah tiga jendral polisi Mabes Polri.
Keterlibatan tiga jendral polisi tersebut mulai terkuak, saat para pewarta memberitakan tentang adanya surat jalan yang diberikan oleh Kabiro Kordinasi dan Perjalanan PPNS Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo.
Surat jalan tersebut dibuat Brigjen Pol Prasetyo secara sepihak atau tanpa diketahui unsur pimpinan lainnya. Setali tiga uang dengan Asep Subahan, Prasetyo pun akhirnya dicopot dari jabatannya, dan kemungkinan akan terkena ancaman hukum pidana.
Selain Prasetyo, dua jendral lainnya yang terlibat adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo. Perbuatan yang dilakukan oleh dua orang jendral ini yaitu diduga telah menghapus red notice atas nama buronan Djoko Tjandra dari data Interpol sejak 2014 lalu.
Diakui atau tidak, atas perbuatan tiga jendral polisi dalam pusaran kasus Djoko Tjandra tentu sangat menampar muka Kapolri, Idham Azis, yang tengah getol melakukan bersih-bersih di institusi yang dipimpinnya.
Buronan 11 Tahun Ditangkap
Keterlibatan tiga jendral polisi Mabes Polri ini rupanya benar-benar menjadi cambuk keras bagi institusi ini. Mereka terus berupaya membayar rasa malunya terhadap publik dengan terus melacak keberadaan Djoko Tjandra.
Pendek kata, telah sama-sama kita saksikan, sang buronan 11 tahun, Djoko Tjandra akhirnya bisa ditangkap di Negara Tetangga, Malaysia dan digelandang oleh tim Mabes Polri ke tanah air, Kamis (30/07/2020).
Tentu saja, terlepas dari segala kekurangannya, keberhasilan pihak Mabes Polri menangkap buronan kelas kakap patut diapresiasi. Sekarang, tinggal kita tunggu, apakah dengan tertangkapnya Djoko Tjandra akan bisa menguak tabir lain dan menambah daftar pejabat kepolisian yang terlibat? Menarik kita tunggu.
Pinangki Akan Jadi Tersangka?
Pusaran kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, tidak hanya menyeret satu lurah dan tiga jendral polisi, tetapi juga menyeret pengacaranya, Anita Kolopaking. Perempuan berhijab tersebut telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Cukup?
Rasanya tidak. Sebab, setelah tertangkapnya Djoko Tjandra oleh pihak kepolisian, tiba-tiba muncul sebuah foto bertiga di laman media sosial. Mereka adalah sang buronan dengan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, disertai satu orang wanita cantik.
Belakangan diketahui bahwa wanita cantik yang fotonya bersama Djoko Tjandra dan Anita menjadi viral tersebut adalah Pinangki Sirna Malasari. Dia adalah Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung.
Kontan, nama Pinangki Sirna Malasari mendadak jadi sorotan setelah terseret dalam pusaran kasus Djoko Tjandra. Pinangki diduga bertemu dengan Djoko Tjandra, yang kini jadi narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali di Malaysia.
Akibatnya, kini Pinangki Sirna Malasari pun harus rela menerima konsekuensinya. Dia dijatuhi hukuman dengan tidak diberi jabatan struktural atau non-job.
Siapa sosok Pinangki Sirna Malasari?
Dikutip dari Tribunnews.com, Pinangki telah bekerja sebagai jaksa, di Kejaksaan Agung sejak Januari 2005. Selain menjadi bagian Koorps Adhyaksa, dia pernah menjadi dosen di Universitas Jayabaya pada Oktober 2013 hingga Februari 2015, dan pernah mengajar di Universitas Trisakti pada Februari 2015 hingga Maret 2019.
Masih dikutip dari Tribunnews.com, hasil melansir dari profil Linkedinnya, Pinangki menempuh pendidikan S1 hukum di Universitas Ibnu Khaldun Bogor pada 2000-2004. Lalu, ia langsung melanjutkan pendidikan S2 di jurusan hukum bisnis Universitas Indonesia (UI) pada 2004-2006.
Pinangki memperoleh gelar S3 alias doktor setelah melanjutkan pendidikan di Universitas Padjadjaran pada 2008-2011.
Dugaan keterlibatannya dalam pusaran kasus Djoko Tjandra bermula saat adanya sebuah foto yang beredar di media sosial. Setelah melakukan klarifikasi, Kejagung menemukan bukti permulaan pelanggaran disiplin dan kode perilaku jaksa dalam foto tersebut, yang belakangan diketahui merupakan Pinangki.
Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi pun dilakukan Bidang Pengawasan Kejagung. Pinangki kemudian dinyatakan terbukti melanggar disiplin karena pergi ke luar negeri tanpa izin dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019.
Negara tujuan Pinangki dalam perjalanan tanpa izin tersebut di antaranya ke Singapura dan Malaysia. Diduga dalam salah satu perjalanan ke luar negeri tersebut, Pinangki bertemu Djoko Tjandra yang saat itu berstatus buronan.
Kejagung mendapat informasi dari Anita yang menguatkan dugaan itu. Namun, Kejagung mengaku tak dapat memastikan informasi tersebut karena harus meminta keterangan Djoko Tjandra.
Kita lihat saja, apakah kemudian Pinangki akan ditetapkan sebagai tersangka, mengikuti jejak Anita Kolopaking? Kemudian, Djoko Tjandra, dalam pemeriksaannya nanti juga akan "bernyanyi" untuk membeberkan siapa-siapa saja pejabat publik yang selama ini terlibat?
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H