Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hati-hati Pak Prabowo, Bahaya Mengintai Anda!

26 Juli 2020   23:12 Diperbarui: 26 Juli 2020   23:03 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RIUH rendah diskurus publik tentang isu dinasti politik dalam beberapa waktu belakangan ini, seolah menenggelamkan beberapa hasil lembaga survei soal tingkat elektoral para kandidat yang digadang-gadang bakal maju pada kontestasi Pilpres 2024.

Pada dasarnya, tidak ada yang terlalu istimewa dari isu dinasti politik ini. Sebab, kultur melanggengkan kekuasaan kekerabatan atau sedarah ini bukan perkara baru terjadi di tanah air. Alias, politik dinasti telah sejak lama terjadi di Indonesia, terutama di tataran daerah provinsi atau kabupaten/kota.

Sangat beralasan, dengan banyaknya politik yang terjadi di daerah, maka muncul istilah "Raja Kecil". Ya, sejatinya dinasti politik memang kerap terjadi di masa-masa kerajaan atau kekaisaran.

Kenapa, kali ini isu dinasti politik seolah menjadi hal yang sangat penting untuk diperbincangkan?

Dalam pandangan saya, pemantiknya adalah muncul putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), gibran Rakabuming Raka, yang maju pada Pilwakot Solo.

Tidak ada yang salah, jika putra seorang penguasa ingin melanjutkan ayahnya berkecimpung dalam kancah politik praktis. Toh, itu adalah hak seluruh warga negara Indonesia.

Hanya saja, mungkin proses majunya Gibran ini adalah "karbitan" atau terkesan dipaksakan. Betapa tidak, ayah dari Jan Ethes ini belum genap setahun terdaftar jadi kader PDI Perjuangan. Artinya, dari segi pengalaman berpolitik boleh dibilang masih sangat minim.

Selain itu, kesan syahwat melanggengkan kekuasaan ini makin mencuat, setelah pada proses mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan, Gibran menyingkirkan Ahmad Purnomo, yang di atas kertas menang segalanya. Selain jauh lebih senior dalam segi pengalamannya berpolitik, pria 71 tahun ini juga adalah petahana. Saat ini, Purnomo menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo.

Mungkin, itulah mengapa hasil survei elektoran para kandidat Pilpres kurang begitu diperhatikan oleh masyarakat umum. Padahal, dalam beberapa hasil lembaga survei terakhir ada hal cukup menarik.

Menariknya adalah fluktuasi tingkat elektabilitas para kandidat terus berubah-ubah. Ini menandakan belum ada satu calon pun yang benar-benar aman atau dominan, sehingga dianggap paling layak dan memiliki peluang paling besar memenangi kontestasi pemilihan umum untuk pemimpin negeri ini.

Awalnya, banyak yang percaya bahwa Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto sebagai kandidat yang memiliki peluang paling besar untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Hal ini tak lepas dari hasil elektabilitasnya yang selalu menduduki posisi teratas berdasarkan hasil beberapa lembaga survei.

Tidak mengherankan, sebab dibanding dengan para kandidat lainnya yang masuk dalam radar atau penjaringan para lembaga survei, mantan Danjen Kopasus ini adalah sosok yang paling berpengalaman dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Betapa tidak, Prabowo Subianto telah mengikuti kontestasi Pilpres sebanyak tiga kali berturut-turut. Pertama, pada tahun 2009 sebagai calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Berikutnya, pada tahun 2014 dan 2019, mantan menantu Presiden Soeharto ini mencalonkan diri sebagai presiden. Sayang, dari tiga kali keikutsertaannya tersebut selalu berakhir dengan kekalahan.

Jika kembali mencalonkan pada Pilpres 2024, Prabowo dinilai berpeluang besar mampu meraih impiannya menjadi Presiden RI, mengingat pesaing utamanya, Jokowi tidak lagi bisa mencalonkan diri.

Bahaya Intai Prabowo

Hanya saja, belakangan bahaya besar sedang mengintai Ketua Umun Partai Gerindra ini. Tentu saja, bukan bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya, melainkan peluangnya menjadi orang nomor satu di Indonesia semakin kecil.

Hal ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga dalam beberapa waktu terakhir. Elektabilitas putra dari begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djoyohadikoesoemo ini terus menunjukan grafik menurun.

Seperti dikutip dari Genpi.co.id, hasil survei Y-Publica yang dilakukan pada 1-10 Juli 2020, elektabilitas Prabowo hanya mencapai 17,3 persen. Angka ini merosot tajam dibandingkan dengan bulan Maret, yang mencapai 23,7 persen.

Bahkan, menurut hasil survei Sigi Indikator Politik (SIP), yang pernah saya tulis di Kompasiana dengan judul, " Prabowo Dinilai Bakal Kalah Pilpres 2024, Ini Alasannya!", Posisi elektabilitas Prabowo yang biasanya nyaman nangkring di peringkat pertama, harus rela dikangkangi oleh dua kepala daerah. Yaitu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di peringkat pertama serta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di peringkat kedua. Mantan Ketua HKTI itu sendiri hanya menduduki peringkat ketiga.

Dengan elektabilitasnya yang terus menurun tersebut, membuat Direktur Eksekutif Lembaga survei Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, berpikir bahwa Menhan Prabowo Subianto akan kembali menelan kekalahan jika kembali maju Pilpres 2024 mendatang. seperti pernah dialami pada ajang yang sama sebelumnya.

Dikutip dari Suara.com, meski ketertarikan publik pada Prabowo maju Pilpres masih tinggi, Dedi beranggapan, ada sebagian besar publik lainnya yang yakin bahwa mantan Ketua HKTI ini tidak mendapatkan suara terbanyak.

"Sebanyak 26.3 persen responden sangat yakin Prabowo kembali kalah, dan 42.8 persen ragu-ragu. Data ini menggambarkan jika mereka yang memilih Prabowo saat survei memiliki keyakinan pilihannya akan tetap kalah," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/7/2020).

Prabowo Harus Hati-hati

Benar, kontestasi Pilpres masih lama. Ada sekitar empat tahunan lagi bagi seluruh kandidat, termasuk Prabowo untuk terus berbenah.

Berbenah di sini tentu saja memperlihatkan keseriusannya untuk maju dengan cara menunjukan kinerja dan prestasi yang mampu menarik simpati publik. Menjaga kepercayaan masyarakat jangan sampai kecewa terhadap tindak-tanduk para kandidat.

Sedangkan untuk Prabowo, saya percaya masih banyak masyarakat yang menginginkan dirinya kembali maju pada Pilpres 2024. Modal popularitas dia sudah tak perlu diragukan lagi. Pun dengan elektabilitasnya masih cukup bagus, meski kecenderungannya terus merosot.

Kendati begitu, jika ingin mulus maju Pilpres, Prabowo jelas harus hati-hati, jangan sampai membuat kesalahan patal selama menjabat Menhan atau posisinya sebagai ketua umum partai maupun pribadi. Sebab, melakukan kesalahan sedikit saja bisa-bisa dihakimi masyarakat dengan cara ditinggalkan atau hilang kepercayaannya.

Ada peluang bagus bagi Prabowo untuk bisa kembali mendongkrak elektabilitasnya, yakni dengan cara mensukseskan tanggung jawabnya sebagai pengelola ketahanan pangan nasional, sebagaimana ditugaskan Presiden Jokowi terhadapnya.

Ketahanan pangan adalah satu hal yang sangat primer bagi setiap negara manapun. Untuk itu, jika Prabowo sukses menunaikan tugas ini, saya rasa kepercayaan masyarakat terhadap Prabowo akan kembali meningkat, dan peluangnya menang Pilpres kembali terbuka lebar.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun