Sedangkan sisanya, Adian menduga sekitar 5.000 orang direksi dan komisaris BUMN, latar belakangnya tak jelas. Hal itu, menurutnya kemungkinan titipan dari para mafia yang bergerak di berbagai sektor.
"Mungkin enggak di mana 5.000 itu titipan mafia migas, mafia infrastruktur, mafia proyek, mafia impor, mafia alkes dan sebagainya. Mungkin, tidak? Mungkin. Karena kita enggak tahu asal usulnya dari mana," kata Adian.
Kendati begitu, dugaan Adian ini dibantah Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga. Menurutnya, BUMN telah memperhatikan rekam jejak dan mereka yang terpilih telah melalui proses seleksi.
BUMN Tidak Sehat? Bukan Hal Baru
Sejatinya, kebobrokan yang terjadi di BUMN tidak sekedar tentang titip menitip orang untuk ditempatkan pada posisi-posisi jabatan tertentu.
Diakui atau tidak, kebobrokan dalam tubuh perusahaan-perusahaan pelat merah ini sudah sejak lama terjadi. Hanya saja kesannya terjadi dalam baru-baru ini dan terkuak ke ruang publik, karena gebrakan yang telah dilakukan oleh Erick Tohir.
Dengan segala gebrakan yang dilakukan oleh Erick, berbagai penyimpangan dan penyelewengan, oleh oknum oknum pejabat BUMN, baik mengenai wewenang dan anggaran satu persatu mulai terungkap.
Konglomerasi BUMN yang diharapkan semakin dapat memberikan kontribusi pendapatan bagi negara, justru diduga malah menciptakan konglomeratisasi yang semakin memperkaya diri oknum pejabat BUMN.
Tentunya, secara umum pencapaian pemerintah dalam rangka membenahi sejumlah BUMN yang tidak sehat ini patut diapresiasi. Meski, sejujurnya ada pertanyaan yang mengganjal, Â kenapa baru sekarang dilakukan.
Padahal bertahun tahun sebelumnya mulai dari periode SBY hingga periode pertama Jokowi, sejumlah BUMN sudah lama bermasalah mulai dari mengalami defisit anggaran bahkan sampai nyaris pailit dan mesti diselamatkan dengan dana talangan dari pos anggaran negara lainnya.
Nasi sudah menjadi bubur. Yang sudah berlalu biarlah berlalu, tinggal bagaimana sekarang dan kedepannya, Erick Tohir bisa membenahi kementriannya lebih baik lagi.