"Kalau dibandingkan (dengan era Soeharto), ya lebih otoriter Jokowi sebenarnya. Dalam sistem demokrasi terang benderang, Jokowi bermain di air keruh, mencari keuntungan dari jabatan politik. Sebut saja lebih totaliter dari sistem Orde Baru," ungkap Rocky.
Rocky mengatakan majunya Gibran menjadi calon wali kota sebenarnya sah-sah saja secara kacamata hukum. Meski demikian, Ia menyarankan Gibran bisa maju dalam kontestasi politik setelah Jokowi lengser dari kursi orang nomor satu di Indonesia. Tidak maju secara tergesa-gesa seperti yang saat ini dilakukan oleh Gibran.
"Maju saja setelah Jokowi selesai. Suruh saja magang dulu jadi ketua di kota. Ada pelajaran politik yang ditinggalkan baru nyalon," tuturnya.
Dari apa yang disampaikan Rocky Gerung kali ini, ada poin yang paling saya sepakati, yakni terkait masih prematurnya Gibran langsung terjun pada kontestasi Pilwakot Solo.
Akan jauh lebih baik, jika Gibran lebih bisa menahan diri syahwat politiknya. Ayah kandung dari Jan Ethes ini memang akan lebih elegan jika belajar politik dulu dari bawah.Â
Ya, dia bisa meniti karir dulu jadi Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) di tingkat kabupaten/kota atau mungkin kalau mau dimulai dari kepengurusan anak cabang terlebih dahulu, di tingkat kecamatan.
Dengan begitu, Gibran akan lebih merasakan atmosfer politik dengan benar, sekaligus menjadi bahan pembelajaran buat dirinya, agar pada saatnya kelak bisa menjadi seorang politisisi yang matang.
Pilih Cara Instan Raih Kekuasaan
Apa yang saya sebutkan di atas adalah cara idealis yang seharusnya Gibran lakukan untuk lebih mematangkan dulu pengalaman dalam dunia politik. Tapi nyatanya, syahwat Gibran memang sudah tidak bisa dibendung lagi. Kakak kandung dari Kaesang Pangarep ini lebih memilih cara instan dalam meraih kekuasaannya.
Iya, Gibran lebih memilih terjun dalam dunia politik di saat ayahnya masih menjadi penguasa. Dengan demikian, tanpa diminta sekalipun, pengusaha kuliner ini otomatis mendapatkan "fasilitas istimewa".
Betapa tidak, tak sedikit yang menilai direkomendasinya Gibran oleh PDI Perjuangan (PDI-P) untuk maju pada Pilwakot Solo karena statusnya sebagai putra penguasa. Sebab, secara hitung-hitungan head to head di kancah politik dan pengalaman, dia jelas kalah telak dari rivalnya, Ahmad Purnomo.