PERTARUNGAN elektoral diantara para kandidat yang digadang-gadang bakal atau dianggap layak maju pada kontestasi Pilpres 2024 terus menunjukan fluktuasi. Artinya, ada nama-nama yang elektabilitasnya meningkat. Pun, sebaliknya ada yang mengalami penurunan.
Masih serupa dengan hasil-hasil lembaga survei sebelumnya, yang mengalami peningkatan dimonopoli oleh mereka-mereka yang menduduki jabatan sebagai kepala daerah.
Hanya saja, yang paling menarik perhatian adalah posisi Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto.
Dalam beberapa hasil survei dari lembaga berbeda, mantan Danjen Kopasus ini selalu menempati posisi teratas, meski tren elektabilitasnya cenderung mengalami penurunan. Kali ini justeru lebih parah.
Berdasarkan hasil survei Sigi Indikator Politik, yang dilaksanakan pada tanggal 13-16 Juli 2029, posisi Ketua Umum Partai Gerindra tersebut melorot ke peringkat tiga dengan angka elektabilitas sebesar 13,5 persen.
Sedangkan untuk posisi pertama ditempati oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dengan 16,2 persen dan yang kedua adalah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, 15 persen.
Melihat hasil survei tersebut di atas, ada tiga hal yang menarik perhatian saya.
Pertama, melorotnya peringkat Prabowo Subianto.
Berdasarkan hasil beberapa lembaga survei di tanah air, kakak kandung Hasyim Djoyahadikoesoemo ini selalu berada pada top peringkat.Â
Bahkan, sebelum keluar hasil survei Sigi Indikator Politik, posisi Prabowo Subianto, menurut Indikator Politik Indonesia (IPI) dan Center for Political Communication Studies CPCS, masih di peringkat pertama, walau memang elektabilitasnya menurun cukup signifikan.
Kedua, Anies Mampu menyalip elektabilitas Prabowo.
Dalam hasil beberapa lembaga survei terakhir, elektabilitas Anies Baswedan terus menurun. Bahkan, berdasarkan hasil survei terakhir Center for Political Communication Studies, nama mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini terlempar dari tiga besar.
Sedangkan, yang menduduki peringkat satu hingga tiga, di isi oleh Prabowo dengan 18,4 persen, Ganjar Pranowo 13,5 persen dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dengan 11,3 persen. Sementara, Anies Baswedan hanya menduduki peringkat ke-4 dengan 10,6 persen.
Bagi Anies, hasil survei Sigi Indikator Politik ini jelas merupakan kabar yang cukup menggembirakan. Selain elektabilitasnya kembali naik menjadi 15 persen. Mantan Rektor Universitas Paramadhina Jakarta ini mampu menyalip sang "juara bertahan" Prabowo Subianto.
Ketiga, tren elektabilitas Ganjar terus naik.
Ibarat subuah balapan Moto GP, Ganjar Pranowo berada di garis start belakang. Namun, berkat kepiawaiannya memainkan ritme mesin kendaraan dan menguasai arena balapan, politisi PDI-P ini lambat laun mampu menyalip pesaing-pesaing di depan, hingga untuk sementara keluar sebagai pemimpin lomba.
Iya, beberapa bulan lalu, elektabilitas Ganjar jauh di bawah Prabowo dan Anies Baswedan. Namun, perlahan tapi pasti, elektabilitas Ganjar Pranowo terus merangsek naik, hingga akhirnya mampu menduduki posisi pertama.
Dikutip dari Tempo.co, Direktur Ekskutive IPI, Burhanudin Muhtadi, mengatakan, Survei ini dilakukan melalui telepon terhadap 1.200 responden yang diacak dari data responden survei tatap muka langsung Indikator pada Maret 2018-Maret 2020. Tingkat kepercayaan survei 95 persen dengan margin of error plus minus 2,9 persen.
PDI Bingung dan Kembali Batalkan Perjanjian Batu Tulis?
Terus menanjaknya elektabilitas Ganjar hingga sementara ini menempati posisi pertama menurut Sigi Indikator Politik, jelas akan sangat membanggakan pria kelahiran Karanganyar, 28 Oktober 1968 tersebut. Dengan begitu, kinerjanya selama ini dianggap baik oleh para voters.
Hanya saja, tidak halnya dengan partai tempat Ganjar bernaung, PDI Perjuangan. Kenapa? Karena, saya rasa terus meningkatnya elektabilitas Ganjar hanya akan membuat bingung partai berlambang banteng gemuk moncong putih.
Sebagaimana diketahui, PDI-P saat ini tengah mempersiapkan Puan Maharani untuk maju pada kontestasi Pilpres 2024.
Putri kandung Megawati Soekarnoputri ini digadang-gadang akan disandingkan dengan Prabowo Subianto Untuk menjadi wakilnya. Akan tetapi, jika elektabilitas Ganjar terus meroket, bukan mustahil akan mengacaukan segala rencana yang telah disusun.
Iya, seandainya elektabilitas Ganjar hingga jelang pencalonan terus berada di puncak, sementara elektabilitas Prabowo justru jatuh, bukan tidak mungkin, Megawati akan kembali membatalkan atau mengkhinati perjanjian batu tulis yang telah disepakati denga Prabowo, pada 16 Mei 2009 lalu.
Sebagaimana diketahui dalam perjanjian batu tulis tersebut terdapat tujuh poin kesepakatan, yang salah satu duantaranya adalah Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.
Hanya saja, kesepakatan tersebut sudah jelas-jelas dilanggar oleh Megawati. Pasalnya, pada tahun 2014 lalu, PDI-P malah mengusung Joko Widodo.
Perjanjian batu tulis ini banyak yang percaya akan bisa terealisasi pada Pilpres 2024 nanti. PDI-P akan mengusung Prabowo yang akan disandingkan dengan Puan Maharani.
Dilihat dari kedekatan Mega dengan Prabowo dalam beberapa waktu terakhir, tampaknya memang Megawati tak akan mengkhianati lagi perjanjian batu tulis dimaksud.
Namun, sekali lagi, politik itu cair dan dinamis. Jika Elektabilitas Prabowo pada waktunya nanti jeblok, sementara Ganjar malah meroket. Dan PDI-P kekeuh ingin mengorbitkan Puan, maka boleh jadi Prabowo akan kembali dikorbankan.
Dalam hal ini, PDI-P justru akan mengawinkan Ganjar dengan Puan. Kecuali, Megawati dan Puan legowo. Maka, perjanjian batu tulis akan tetap bisa diwujudkan. Hanya saja pasangannya berubah, menjadi Prabowo - Ganjar.
Namun begitu, Pilpres masih jauh. Masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang tidak bisa kita prediksi dari sekarang.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H