Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cerita SBY Kalah Cerdik oleh Jokowi

19 Juli 2020   16:55 Diperbarui: 19 Juli 2020   17:13 2194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KONSTELASI politik hari ini, sepertinya semua mata memandang ke Kota Solo. Iya, sebagaimana telah diketahui bersama, teka-teki tentang siapa yang mendapat rekomendasi DPP PDI Perjuangan, terjawab. Yakni, Gibran Rakabuming Raka.

Kendati level Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) 2020 sebatas tingkat kabupaten/kota, tetapi euforianya seolah rasa Pilgub, walau tak seheboh Pilpres.

Kenapa dan apa yang menjadi daya tarik, hingga Pilwakot Solo ini menjadi sorotan banyak pihak, terutama politisi dan pengamat politik?

Tentu saja, jawabannya sangat mudah ditebak. Karena ada nama Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung seorang penguasa negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Belum lagi bumbu-bumbu politik lainnya, semisal isu dinasti politik, intervensi politik, nepotisme dan polemik yang bakal terjadi ke depannya pasca pemanggilan rival utama Gibran, Ahmad Purnomo ke Istana Presiden. Semua itu, menjadikan Pilwakot Solo menjadi diskursus publik yang cukup seksi.

Andai saja, Ahmad Purnomo atau pihak lainnya, yang mendapatkan rekomendasi, saya kira dampak dan euforia politiknya tidak bakalan sepanas sekarang. Boleh jadi bakal hambar seperti halnya daerah-daerah lain. Gaungnya, hanya bisa terasa di wilayahnya masing-masing.

Tapi, sudahlah, saya tidak hendak mengulas tentang alasan Gibran mendapat rekomendasi, dinasti politik dan lain sebagainya. 

Bagaimanapun, dalam politik segalanya bisa terjadi. Meski, mungkin harus menabrak segala rambu-rambu atau etika yang ada.

Dalam kesempatan ini, saya hendak mengupas tentang cara kedua presiden terakhir Republik Indonesia dalam mendorong anak-anaknya manggung dalam dunia politik praktis. Kedua presiden yang saya maksud adalah, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi.

Jika menilik dari prediksi dan analisis para pengamat politik tanah air, langkah Gibran menuju kursi Solo satu rasanya tidak akan menemui kendala.

Gibran yang akan berpasangan dengan Teguh Prakosa, setidaknya hingga saat ini belum menemukan lawan sebanding. Terlebih, beberapa partai lainnya juga sudah cukup realistis. Alih-alih menandingi, malah turut mendukungnya. Menjadikan peluang ayah dari Jan Ethes ini makin lapang.

Tentu saja hal tersebut tak lepas partai pengusung Gibran, PDI Perjuangan merupakan basis di Kota Solo dan terbukti selalu mampu mejadikan siapapun yang diusungnya menang dalam Pilkada.

Faktor lainnya, sudah pasti karena Gibran adalah putra sang presiden. Karena statusnya ini pula, menjadikan nama Gibran langsung melesat. Publik lupa, bahwa kakak dari Kaesang Pangarep ini tak ubahnya anak bau kencur di kancah politik praktis.

Terlepas dari segala pandangan miring sejumlah pihak tentang isu dinasti politik. Menurut saya, Presiden Jokowi lebih mampu memanfaatkan momentum.

Mantan Wali Kota Solo ini lebih bisa mendorong putranya masuk dalam dunia politik pada saat yang tepat. Gibran "didorong" mencalonkan diri Pada Pilwakot Solo, saat sang ayah masih memiliki kekuasaan.

Saya kira, bakal lain ceritanya jika Presiden Jokowi sudah tidak lagi menjabat. Boleh jadi, nama Gibran sama sekali tidak akan dilirik. Bahkan, saya memiliki keyakinan, Ahmad Purnomolah yang bakal diusung PDI Perjuangan.

SBY Kalah cerdik

Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, sebenarnya pernah dilakukan pula oleh SBY. Mantan Menkopolkam era Presiden Megawati Soekarno Putri ini pernah mendorong anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, lalu.

Hanya saja, saat itu SBY sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Jadi, saat AHY didorong untuk maju pada Pilgub, dia sama sekali tidak memiliki "kemewahan" fasilitas seperti yang dimiliki Gibran saat ini.

Satu-satunya kemewahan yang dimiliki AHY kala itu, tak lebih dari ayahnya yang seorang Ketua Umum Partai. Jadi, perkara surat rekomendasi bukanlah perkara sulit.

Coba saja, jika SBY masih menjabat presiden mungkin ceritanya bakal lain. AHY bukan tidak mungkin menjadi "kuda hitam" yang bisa membalikan segala prediksi para pengamat politik dan memenangkan Pilgub.

Karena, bisa saja dengan kekuasaannya, SBY menggandeng seluruh partai koalisi untuk bergabung mendukung AHY untuk melawan calon petahana (Ahok - Djarot), yang didukung PDI Perjuangan.

So, terlepas dari ragam embel-embel politik. Dalam hal mendorong anaknya masuk kancah politik, khususnya menjadi pimpinan daerah. SBY patut mengakui kalau Jokowi lebih cerdik dalam memanfaatkan momentum.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun