Tentu saja hal tersebut tak lepas partai pengusung Gibran, PDI Perjuangan merupakan basis di Kota Solo dan terbukti selalu mampu mejadikan siapapun yang diusungnya menang dalam Pilkada.
Faktor lainnya, sudah pasti karena Gibran adalah putra sang presiden. Karena statusnya ini pula, menjadikan nama Gibran langsung melesat. Publik lupa, bahwa kakak dari Kaesang Pangarep ini tak ubahnya anak bau kencur di kancah politik praktis.
Terlepas dari segala pandangan miring sejumlah pihak tentang isu dinasti politik. Menurut saya, Presiden Jokowi lebih mampu memanfaatkan momentum.
Mantan Wali Kota Solo ini lebih bisa mendorong putranya masuk dalam dunia politik pada saat yang tepat. Gibran "didorong" mencalonkan diri Pada Pilwakot Solo, saat sang ayah masih memiliki kekuasaan.
Saya kira, bakal lain ceritanya jika Presiden Jokowi sudah tidak lagi menjabat. Boleh jadi, nama Gibran sama sekali tidak akan dilirik. Bahkan, saya memiliki keyakinan, Ahmad Purnomolah yang bakal diusung PDI Perjuangan.
SBY Kalah cerdik
Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, sebenarnya pernah dilakukan pula oleh SBY. Mantan Menkopolkam era Presiden Megawati Soekarno Putri ini pernah mendorong anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk maju pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, lalu.
Hanya saja, saat itu SBY sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Jadi, saat AHY didorong untuk maju pada Pilgub, dia sama sekali tidak memiliki "kemewahan" fasilitas seperti yang dimiliki Gibran saat ini.
Satu-satunya kemewahan yang dimiliki AHY kala itu, tak lebih dari ayahnya yang seorang Ketua Umum Partai. Jadi, perkara surat rekomendasi bukanlah perkara sulit.
Coba saja, jika SBY masih menjabat presiden mungkin ceritanya bakal lain. AHY bukan tidak mungkin menjadi "kuda hitam" yang bisa membalikan segala prediksi para pengamat politik dan memenangkan Pilgub.
Karena, bisa saja dengan kekuasaannya, SBY menggandeng seluruh partai koalisi untuk bergabung mendukung AHY untuk melawan calon petahana (Ahok - Djarot), yang didukung PDI Perjuangan.