Jadi, sudah bisa dipastikan, pengalaman Gibran masih sangat minim. Pun, dengan dunia pemerintahan, pengalaman Gibran jelas nol besar.
Jika demikian halnya, kenapa PDI Perjuangan lebih memilih Gibran dibanding Ahmad Purnomo?
Dari kalkulasi politik praktis, sudah bisa ditebak, kelemahan Gibran dari segi pengalaman ini bisa ditutupi dengan statusnya sebagai anak presiden.Â
Apalagi, Jokowi adalah mantan Wali Kota Solo, yang pernah mewariskan kepemimpinan yang baik di sana.
Ini tentunya menjadi nilai lebih bagi Gibran. Soalnya, kadang masyarakat akan berpikiran, ketika orang tuanya dianggap berhasil saat memimpin, maka citra baik akan otomatis turun pada trahnya.
Keuntungan lainnya, Kota Solo adalah basisnya PDI Perjuangan di Jawa Tengah. Dan, Gibran berada pada kendaraan politik yang tepat. Artinya, tidak akan begitu sulit bagi Gibran mendapatkan simpati publik.
Tapi, jika bicara rekomendasi, tentu saja merupakan hal lain. Di sini, saya melihatnya ada campur tangan atau lobi-lobi politik dari pihak istana. Dalam hal ini, siapa lagi kalau bukan Presiden Jokowi sendiri.
Setidaknya, hal tersebut dibuktikan dengan diundangnya Purnomo oleh Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan, Jumat (17/020). Atau, sebelum pengumuman rekomendasi Gibran - Teguh, dibacakan.
Hasil pertemuan tersebut, Purnomo mengaku, diberitahu Presiden Jokowi, bahwa dirinya gagal maju Pilwakot Solo, digantikan oleh putranya, Gibran. Sebagai timbal baliknya, Purnomo ditawari jabatan.
 "Ya ada (tawaran timbal balik), tapi bagi saya ndak perlu," ungkap Purnomo, Jumat (17/7). Detikcom.
Preseden Buruk Bagi Jokowi